Alif-Lam-Mim
ayat 1
Di dalam al-Quran kita akan berjumpa dengan beberapa surat yang dimulai dengan huruf-huruf seperti ini: Alif-lam-mim, ha-mim, alif-lam-mim-shad, ‘ain-sin-qaf, alif-lam-mim-ra, tha-ha, kaf-ha-ya-‘ain-shad, tha-sin-mim, tha-sin, ya-sin, shad, qaf, dan nun.
Baik penafsir lama, ataupun penafsir zaman-zaman akhir membicarakan tentang huruf-huruf ini menurut cara mereka sendiri-sendiri, tetapi kalau disimpulkan terdapatlah dua golongan. Pertama ialah golongan yang memberikan arti sendiri daripada huruf-huruf itu. Yang banyak memberikan arti ialah penafsir sahabat yang terkenal, Abdullah bin Abas.
Sebagai alif-lam-mim ini satu tafsir dari Ibnu Abbas menerangkan bahwa ketiga huruf itu adalah isyarat kepada tiga nama: alif untuk nama Allah; lam untuk Jibril dan mim untuk Nabi Muhammad Saw. Dan tafsir lbnu Abbas juga yang mengatakan arti alif-lam-ra ialah alif berarti ana, yaitu aku, lam berarti Allah dan ra berarti ara menjadi (anal-lahu-aro): Aku adalah Allah, Aku melihat. Demikianlah setiap huruf-huruf itu ada tafsirnya belaka menurut riwayat yang dibawakan orang daripada Ibnu Abbas.
Menurut riwayat dari al-Baihaqi dan Ibnu Jarir yang diterima dari sahabat Abdullah bin Mas’ud, bahwa beliau ini pun pernah menyatakan bahwa huruf-huruf alif -lam-mim itu adalah diambil dari nama Allah, malahan dikatakannya bahwa itu adalah dari ismullahi al-a’zham, nama Tuhan Yang Maha Agung. Rabi’ bin Anas (sahabat Rasulullah) mengatakan bahwa alif-lam-mim itu adalah tiga kunci: alif kunci dari nama-Nya Allah, lam kunci dari nama-Nya, lathif, mim kunci dari nama-Nya majid.
Lantaran itu maka tafsir semacam inipun pernah dipakai oleh tabi’in, yaitu ikrimah, as-Sya’bi, as-Suddi, Qatadah, Mujahid dan al-Hasan al-Bishri. Tetapi pendapat yang kedua berkata bahwa huruf-huruf di pangkal surat itu adalah rahasia Allah, termasuk ayat mutasyabih yang kita baca dan kita percayai, tetapi Tuhan yang lebih tahu akan artinya.
Dan kita baca tiap-tiap huruf itu menurut bunyi ucapannya dalam lidah orang Arab serta dipanjangkan. Riwayat kata ini diterima dari Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq sendiri, demikian juga dari Ali bin Abi Thalib. Dan menurut riwayat dari Abul Laits as-Samarqandi, bahwa menurut Umar bin Khathab dan Usman bin Affan dan Abdullah bin Mas’ud, semuanya berkata: “Huruf potongan itu tertutup buat ditafsirkan.” Dan Abu Hatim berkata: “Di dalam al-Quran kita tidak mendapat huruf-huruf, melainkan di pangkal beberapa surat, dan tidaklah kita tahu apa yang dikehendaki Allah dengan dia.”
Sungguh pun demikian, masih juga ada ahli-ahli tafsir yang tertarik membuat pengertian sendiri tentang rahasia-rahasia huruf-huruf itu. Abdullah bin Mas’ud, dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. di satu riwayat, berpendapat bahwa beliau sefaham dengan Umar bin Khathab dan Usman bin Affan tadi, yaitu menyatakan tak usah huruf-huruf itu diartikan. Tetapi di riwayat yang lain, pernah beliau menyatakan bahwa alif-lam-mim adalah mengandung ismullahi al-a’zham (nama Allah Yang Agung). As-Sya’bi, Tabi’in yang terkenal, di satu riwayat tersebut bahwa beliau berkata huruf-huruf itu adalah rahasia
Allah belaka. Tetapi di lain riwayat terdapat bahwa beliau pernah memberi arti alif-lam-mim itu dengan Allahu, lathifun, majidun, (Allah, Maha Halus, Maha Utama). Ada pula segolongan ahli tafsir menyatakan bahwasanya huruf-huruf di awal surat itu adalah sebagai pemberitahuan, atau sebagai panggilan untuk menarik perhatian tentang ayat-ayat yang akan turun mengiringinya.
Riwayat yang terbanyak memberinya arti ialah daripada lbnu Abbas. Adapun perkataan yang shahih daripada Nabi Saw. sendiri tentang arti huruf-huruf itu tidaklah ada. Kalau ada tentu orang sebagai Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khathab, Usman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib tidak akan mengeluarkan pendapat bahwa huruf-huruf itu tidak dapat diartikan, sebagai kita sebutkan di atas.
Nyatalah bahwa huruf-huruf itu bukan kalimat bahasa, yang bisa diartikan. Kalau dia suatu kalimat yang mengandung arti, niscaya tidak akan ragu-ragu lagi seluruh bangsa Arab akan artinya. Oleh sebab itu maka lebih baiklah kita terima saja huruf-huruf itu menurut keadaannya. Dan jika kita salinkan arti-arti atau tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas atau yang lain-lain, hanyalah semata-mata menyalin riwayat saja, dan kalau kita tidak campurtangan tidaklah mengapa.
Sebab akan mendalami isi al-Quran tidaklah bergantung daripada mencari-cari arti dari huruf-huruf itu. Apatah lagi kalau sudah dibawa pula kepada arti rahasia-rahasia huruf, angka-angka dan tahun, yang dijadikan semacam ilmu tenung yang dinamai simiaa” sehingga telah membawa al-Quran terlampau jauh daripada pangkalan aslinya.
Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura
Leave a Reply