Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 4-5: Percaya Kepada Nabi Muhammad

Darah
sumber: unsplash.com

Dan orang-orang yang percaya kepada apa yang diturunkan kepada engkau.

ayat 4

Niscaya baru sempurna iman itu kalau percaya kepada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai iman dan ikutan. Percaya kepada Allah dengan sendirinya pastilah menimbulkan percaya kepada peraturan-peraturan yang diturunkan kepada utusan Allah, lantaran itu percaya kepada Muhammad Saw. itu sendiri, percaya kepada wahyu dan percaya juga kepada contoh-contoh yang beliau bawakan dengan sunnahnya, baik kata-katanya, atau perbuatannya ataupun perbuatan orang lain yang tidak dicelanya. Dengan demikianlah baru iman yang telah tumbuh tadi terpimpin dengan baik.

“Dan apa yang diturunkan sebelum engkau”. Yakni percaya pula bahwa sebelum Nabi Muhammad Saw. tidak berbeda pandangan kita kepada Nuh atau lbrahim, Musa atau lsa dan Nabi-nabi yang lain. Semua adalah nabi kita! Lantaran itu pula tidak berbeda pandangan orang mukmin itu terhadap sesama manusia. Bahkan adalah manusia itu ummat yang satu. Dengan demikian, kalau iman kepada Allah telah tumbuh, tidaklah mungkin seorang mu’min itu hanya mementingkan golongan, lalu memandang rendah golongan yang lain.

Mereka mencari titik-titik pertemuan dengan orang yang berbeda agama, dalam satu kepercayaan kepada Allah Yang Tunggal tidak terbilang. Dan tidaklah mungkin mereka mengaku beriman kepada Allah, tetapi peraturan hidup tidak mereka ambil dari apa yang diturunkan Allah. Bahkan kitab-kitab suci yang manapun yang mereka baca, entah Taurat ataupun Injil, atau Upanishab dan Reg Veda, mukmin yang sejati akan bertemu di dalamnya mana yang mereka punya, sebab kebenaran hanya satu.

Dan dengan demikian memancarlah nur atau cahaya daripada iman mereka itu, dan mencahayai kepada yang lain. Sebab pegangan mereka adalah pegangan yang pokok. Dan sebagai kunci ayat, Tuhan bersabda: “Dan kepada akhirat mereka yakin”. (ujung ayat 4). Inilah kunci penyempurna iman. Yaitu keyakinan bahwa hidup tidaklah selesai hingga hari ini, melainkan masih ada sambungannya. Sebab itu maka hidup seorang mukmin terus dipenuhi oleh harapan bukan oleh kemuraman; terus optimis, tidak ada pesimis. Seorang mukmin yakin ada hari esok!

Baca Juga  Mengenal Ulama Tafsir Klasik Yahya bin Sallam dan Tafsirnya

Kepercayaan akan hari akhirat mengandung:

Pertama, apa yang kita kerjakan di dunia ini adalah dengan tanggung jawab yang penuh. Bukan tanggung jawab kepada manusia, tetapi kepada Tuhan yang selalu melihat kita, walaupun sedang kita berada sendirian. Semuanya akan kita pertanggungiawabkan kelak di akhirat. Tanggung jawab bukan jawab yang tanggung.

Kedua, kepercayaan kepada akhirat meyakinkan kita bahwa apa-apapun peraturan atau susunan yang berlaku dalam alam dunia ini tidaklah akan kekal; semuanya bergantian, semuanya berputar, dan yang kekal hanyalah peraturan kekol dari Allah, sampai dunia itu sendiri binasa hancur.

Ketiga, setelah hancur alam yang ini; Tuhan akan menciptakan alam yang lain, langitnya lain, buminya lain, dan manusia dipanggil buat hidup kembali di dalam alam yang baru dicipta itu ilan akan ditentukan tempatnya sesudah penyaringan dan perhitungan amal di dunia.

Keempat, surga untuk yang lebih berat amal baiknya. Neraka untuk yang lebih berat amal jahatnya. Dan semuanya dilakukan dengan adil.

Kelima, kepercayaan akan hari akhirat memberikan satu pandangan khas tentang menilai bahagia atau celaka manusia. Bukan orang yang hidup mewah dengan harta benda, yang gagah berani dan tercapai apa yang dia inginkan, bukan itu ukuran orang yang jaya.

Dan bukan pula karena seorang hidup susah, rumah gubuk dan menderita yang jadi ukuran untuk menyatakan bahwa seorang celaka. Tetapi kejayaan yang hakiki adalah pada nilai iman dan takwa di sisi Allah, di hari kiamat. Yang semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah yang setakwa-takwa kamu kepada Allah. Sebab itu tersimpullah semua kepada ayat berikutnya:

Mereka itulah yang berada atas petunjuk dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang beroleh kejayaan.

ayat 5

Berjalan menempuh hidup, di atas jalan shirathal mustaqim, dibimbing selalu oleh Tuhan, karena dia sendiri memohonkan-Nya pula, bertemu taufiq dengan hidayat, sesuai kehendak diri dengan ridha Allah, maka beroleh kejayaan yang sejati, menempuh suatu jalan yang selalu terang benderang, sebab pelitanya terpasang dalam hati sendiri; pelita iman yang tidak pernah padam.

Baca Juga  Tanggung Jawab Pemimpin dalam Al-Quran

Sebagai telah kita sebutkan di atas tadi, dari ayat 1 sampai ayat 5, adalah memperlakukan permohonan kita di dalam al-Fatihah, memohon diberi petunjuk jalan yang lurus. Asal ini dipegang, petunjuk jalan yang lurus pasti tercapai.

Sumber: Tafsir Al-Azhar Prof. HAMKA. Pustaka Nasional PTE LTD Singapura