Judul Buku : Tafsir Sufi
Penulis : Mahmud al-Hindi
Penerbit : Qaf
Terbitan : Februari, 2025
ISBN : 978-623-10-6115-7
Halaman : 391
Tafsir Sufi dan Segenap Komentar Tentangnya
Tafsir sufi, yang muncul pada abad ke-8 Masehi, merupakan respons terhadap materialisme yang melanda masyarakat Muslim pada masa itu. Para sufi mencari kedekatan dengan Allah melalui praktik spiritual seperti zikir dan meditasi. Mereka percaya bahwa makna mendalam Al-Qur’an dapat tercapai melalui pengalaman batin, bukan hanya penafsiran tekstual.
Meskipun banyak ulama sufi, seperti Jalaluddin Rumi dan Ibnu Arabi, yang mendukung pendekatan ini, terdapat juga penolakan dari ulama lain. Misalnya, Ibnu Taimiyyah dari aliran Salafi berpendapat bahwa tafsir sufi terlalu subjektif dan dapat menyimpang dari maksud asli Al-Qur’an. Mereka menekankan pentingnya mengikuti pemahaman generasi awal umat Islam dan menghindari inovasi dalam agama yang mereka anggap bid’ah.
Sufi percaya bahwa Al-Qur’an adalah panduan untuk perjalanan spiritual. Mereka mengajak individu untuk menemukan cinta dan penghayatan terhadap Tuhan, yang mereka anggap lebih penting daripada pemahaman literal. Melalui refleksi pribadi, para sufi merasakan kehadiran Ilahi dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa ulama menekankan bahwa pemahaman yang benar terhadap Al-Qur’an memerlukan penguasaan ilmu nahu (tata bahasa) dan saraf (morfologi). Hampir semua mufasir, mulai dari al-Itqan karya al-Suyuthi hingga Qawa’id al-Tafsir oleh Khalid ibn Utsman al-Sabt, serta mufasir Indonesia M. Quraish Shihab, mencatat bahwa ada 15 disiplin ilmu yang harus dikuasai untuk menafsirkan Al-Qur’an. Ini menunjukkan bahwa proses penafsiran ayat suci tidaklah sederhana. Ia memerlukan perjalanan intelektual yang panjang.
***
Sementara itu, ulama yang menolak tafsir sufi sering kali menekankan pentingnya berpegang pada ajaran dasar Islam yang jelas, seperti rukun iman dan rukun Islam. Mereka khawatir bahwa penafsiran yang terlalu kompleks dan mistis dapat mengarah pada penyimpangan dari ajaran Islam yang lebih fundamental. Bahkan, hal tersebut berpotensi menimbulkan ajaran sesat atau bid’ah. Pandangan ini mencerminkan kekhawatiran terhadap subjektivitas penafsiran dan menegaskan pentingnya keilmuan dalam memahami teks-teks suci.
Di sisi lain, ada ulama moderat yang percaya bahwa tafsir sufi dapat menjadi jembatan untuk memahami makna yang lebih dalam dari Al-Qur’an. Syaratnya, tetap berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah. Pendekatan ini menunjukkan bahwa ada ruang untuk dialog dan integrasi antara berbagai perspektif dalam memahami teks suci. Menciptakan keseimbangan antara keilmuan dan pengalaman spiritual.
Mahmud al-Hindi dan Tafsir Sufinya: Tantangan dan Orientasi
Meskipun ada berbagai pendapat mengenai tafsir ini, buku Tafsir Sufi karya Mahmud al-Hindi menawarkan pendekatan yang unik. Karya ini menggabungkan metode tradisional dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan sudut pandang spiritual yang mendalam. Penafsiran yang ia lakukan berfokus pada ayat-ayat tertentu, tanpa mencakup seluruh teks secara utuh. Dalam buku ini, al-Hindi menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an melalui lensa sufisme, menekankan makna batiniah dan pengalaman spiritual yang bisa diambil dari setiap ayat.
Al-Hindi menyajikan tafsirnya dengan perhatian khusus pada aspek mistis dan spiritual dari teks Al-Qur’an. Ia mengajak pembaca untuk menggali kedalaman makna yang sering kali tersembunyi di balik kata-kata. Ia juga menyoroti pentingnya pengalaman pribadi dalam memahami firman Tuhan. Dengan demikian, buku ini tidak hanya berfungsi sebagai panduan ilmiah, tetapi juga sebagai sumber inspirasi bagi siapa saja yang mencari kedekatan dengan Allah.
Pengantar Tafsir Sufi: Keseriusan Mahmud al-Hindi dan Pengaruh Ulama Sufi
Dalam pengantarnya, Mahmud mengakui bahwa menulis buku ini bukanlah hal yang mudah. Naskah yang ia hasilkan merupakan buah dari penelitian yang mendalam dan penuh tantangan. Penulisan karya ini melibatkan eksplorasi karya-karya induk serta manuskrip yang sebelumnya telah terbit. Tafsir tersebut merujuk pada pendapat Dzu Nun Al-Misri dan didukung oleh pandangan dari berbagai ulama sufi terkemuka, seperti Junaid Al-Baghdadi, Abu Yazid Al-Bustami, dan Sahl Al-Tustari. Dengan demikian, buku ini menjadi perpanjangan dari pemikiran Dzu Nun yang kaya akan kedalaman spiritual.
Dzu Nun menekankan pentingnya pengalaman batin dan cinta Ilahi, sementara Junaid mengajarkan kesadaran spiritual dan penyucian jiwa. Abu Yazid, dengan ungkapan mistisnya, menginspirasi pemahaman mendalam terhadap makna Al-Qur’an, sementara Sahl menekankan kejujuran dan ketulusan dalam ibadah. Dengan merujuk pada para pemikir ini, al-Hindi berhasil memperkaya tafsirnya. Hal ini menunjukkan bagaimana tradisi sufi dapat memberikan makna baru dalam memahami teks suci.
Retorika Mahmud al-Hindi dalam Tafsirnya
Gaya penulisan al-Hindi dalam buku ini cenderung puitis dan reflektif, menggabungkan bahasa yang indah dengan pemahaman yang mendalam. Ia memanfaatkan analogi dan simbolisme yang sering ditemukan dalam tradisi sufi, sehingga tafsir ini terasa lebih hidup dan relevan bagi pembaca. Pendekatan ini menawarkan dimensi baru dalam memahami Al-Qur’an, mengajak pembaca untuk tidak hanya membaca, tetapi juga merasakan dan memahami makna yang terkandung di dalamnya.
Mahmud al-Hindi menyajikan tafsir yang berfokus tidak hanya pada makna literal, tetapi juga menggali dimensi spiritual yang dalam. Pendekatan ini memungkinkan pembaca merasakan kedekatan dengan Allah dan memahami bagaimana ajaran Al-Qur’an dapat terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari. Gaya penulisan al-Hindi yang puitis dan reflektif menjadikan tafsir ini lebih menarik dan mudah dicerna. Ia berhasil menggabungkan elemen sastra dan ilmu pengetahuan, sehingga pembaca dapat menikmati pengalaman membaca yang kaya. Selamat membaca.
Editor: Dzaki Kusumaning SM
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.