Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Konsep Dukhan dalam Al-Qur’an Menurut Dr. Zaghloul El-Najjar

Salah satu istilah kosmologis yang menarik perhatian para penafsir modern dalam Al-Qur’an adalah kata dukhan (دخان), yang secara harfiah berarti “asap.” Kata ini muncul dalam Surah Fussilat ayat 11 dan digunakan untuk menggambarkan kondisi langit pada fase awal penciptaannya. Dalam khazanah tafsir klasik, dukhan dipahami secara tekstual sebagai kabut atau asap biasa, namun dalam tafsir ilmiah kontemporer, istilah ini diangkat sebagai representasi dari fase awal pembentukan alam semesta yang selaras dengan temuan-temuan kosmologi modern.

Tulisan ini mencoba untuk mengkaji pandangan Dr. Zaghloul El-Najjar, seorang ilmuwan Muslim dan pemikir tafsir ilmi mengenai konsep dukhan berdasarkan bukunya السماء في القرآن الكريم (Langit dalam Al-Qur’an). Pendekatan El-Najjar mengaitkan makna dukhan dengan teori Big Bang, Nebular Hypothesis, dan asal-mula jagat raya menurut sains.

Allah SWT berfirman:“ثم استوى إلى السماء وهي دخان فقال لها وللأرض ائتيا طوعا أو كرها قالتا أتينا طائعين”Artinya: “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan kepada bumi: ‘Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa.’ Keduanya menjawab: ‘Kami datang dengan patuh.” (Q.S. Fussilat: 11)

Ayat ini menyebutkan bahwa langit, sebelum terwujud secara utuh sebagai struktur semesta, berada dalam keadaan dukhan. Lalu, apa kira-kira makna istilah ini secara ilmiah dan bagaimana relevansinya dengan teori penciptaan semesta?

Makna Dukhan Menurut Dr. Zaghloul El-Najjar

Dalam bukunya, Dr. Zaghloul El-Najjar menjelaskan bahwa istilah dukhan menunjukkan pada keadaan materi langit yang berbentuk gas panas dan pekat, yang merupakan hasil dari proses penciptaan awal setelah terjadinya letupan besar (Big Bang). Menurutnya, penggunaan istilah “asap” oleh Al-Qur’an sangat tepat menggambarkan keadaan kosmos saat itu, yang dalam istilah ilmiah dikenal sebagai nebular hypothesis atau hipotesis nebula.

Baca Juga  Islam dan Modernitas: Menimbang Gagasan Tafsir Fazlur Rahman

El-Najjar menyatakan bahwa:

الدخان في هذه الآية الكريمة هو السحابة الكونية الغازية الكثيفة التي نشأت بعد الانفجار الكوني العظيم، والتي تكونت منها الأجرام السماوية

(“Dukhan dalam ayat mulia ini adalah awan kosmik yang padat dan berbentuk gas yang muncul setelah ledakan besar kosmis, dan daripadanya terbentuklah benda-benda langit.”)

Dengan demikian, kata dukhan menjadi bukti isyarat ilmiah Al-Qur’an terhadap fase awal penciptaan semesta sebelum terbentuknya bintang dan galaksi. Awan gas yang disebut dukhan ini, menurutnya, terdiri dari hidrogen dan helium dengan konsentrasi dan suhu yang tinggi.

Langit Sebagai Sistem yang Terstruktur

Dr. Zaghloul juga menegaskan bahwa Al-Qur’an menggambarkan langit sebagai entitas berlapis-lapis dan terstruktur. Istilah سبع سماوات (tujuh langit) menunjukkan keberagaman lapisan dan wilayah dalam jagat raya, yang dapat ditafsirkan secara ilmiah sebagai dimensi atau zona galaksi yang berbeda-beda.

Dalam pandangan El-Najjar, fenomena dukhan bukan sekadar asap dalam arti harfiah, melainkan tahap gas primordial yang kemudian mengalami proses gravitasi dan kondensasi sehingga membentuk planet dan bintang. Ia menyelaraskan ini dengan data astronomi modern yang menunjukkan bahwa galaksi terbentuk dari awan gas besar.

Integrasi Sains dan Wahyu

Pentingnya penafsiran ilmiah terhadap kata dukhan tidak hanya terletak pada pembuktian sains dalam Al-Qur’an, tetapi juga sebagai pintu masuk untuk memperkuat keimanan. Dr. Zaghloul melihat bahwa kemajuan dalam kosmologi modern menjadi sarana untuk membuktikan kesesuaian Al-Qur’an dengan realitas ilmiah.

Namun, ia juga memberikan catatan penting bahwa pemahaman semacam ini tidak menggantikan makna spiritual dan teologis Al-Qur’an. Penafsiran ilmiah hanyalah satu sudut pandang dari banyak makna dari ayat-ayat Allah.

Penutup

Penafsiran konsep dukhan oleh Dr. Zaghloul El-Najjar menunjukkan bagaimana Al-Qur’an mampu selaras dengan ilmu pengetahuan modern. Asap dalam Surah Fussilat ayat 11 bukanlah asap biasa, melainkan fase awal materi langit dalam bentuk awan gas raksasa yang menjadi dasar terbentuknya alam semesta.

Baca Juga  Enam dan Delapan Hari: Meluruskan Tafsir Penciptaan Alam

Oleh sebab itu, penafsiran ini memberikan semangat baru dalam memahami Al-Qur’an sebagai kitab yang tidak hanya memuat petunjuk spiritual, tetapi juga menyimpan rahasia ilmiah yang luar biasa. Dr. Zaghloul dalam tafsir ilminya mengajak pembaca untuk merenungi ciptaan Allah melalui perspektif yang lebih luas, yaitu melalui wahyu dan ilmu.

Daftar Pustaka

1. El-Najjar, Zaghloul. السماء في القرآن الكريم. Kairo: Dar al-Ma’arif, t.t.

2. Prakoso, Theo Jaka. “Al-Qur’an dan Kosmologi.” MAGHZA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, vol. 5, no. 1, 2020.(https://doi.org/10.21093/mj.v5i1.2180)

3. Siti Aisyah, Muhammad Ihsan Mahbub. “Human Fingerprint Study from Zaghloul El-Najjar’s Perspective with the STIFIn Method: Study of the Meaning of Banan in the Qur’an.” QiST: Journal of Quran and Tafseer Studies, vol. 4, no. 1, 2025.

4. Noor, Muhammad, dan Dewi Indra Anggraeni. “Nilai–Nilai Matematika dalam Al-Qur’an: Refleksi Angka dan Keindahan dalam Ciptaan Allah.” Jurnal Humaniora Teknologi, 2025.

5. Ruslan, Hamizah. “Sumbangan Jamal Al-Din Al-Qasimi Dalam Bidang Astronomi: Kajian Berdasarkan Kitab Tafsir Mahasin Al-Ta’wil.” Disertasi. University of Malaya, 2023.

6. Wardani. “Integrasi Ilmu Tafsir dan Ilmu Sosial: Sebuah Catatan Awal tentang Sosiologi Al-Qur’an.” Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin, vol. 19, no. 1, 2020.

Editor: Trisna Yudistira