Sebelum kita masuk kedalam jawaban dari judul yang diatas, penulis ingin memaparkan suatu ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan air laut. “Allah berfirman, Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus” (Q.S Al-Furqan[25]:53).
Berbicara tentang fenomena-fenomena alam, acap kali kita selalu terpikirkan pertanyaan-pertanyaan yang aneh, termasuk penulis sendiri pernah terlintas di dalam pikiran “mengapa air laut yang Allah ciptakan itu asin, kenapa gak manis aja gitu”. Ternyata setelah dipelajari dan dipahami secara logis semua itu memiliki alasan yang masuk akal.
Kenapa Air Laut Itu Asin?
Pada ayat al-Qur’an yang telah dipaparkan diatas, Allah berfirman bahwa Dia menciptakan air di bumi ini dalam rasa yang berlainan. Kedua rasa tersebut diidentikkan pada dua perairan, yaitu perairan darat dan laut. Maka, apa jadinya jika air laut diciptakan dengan rasa yang manis sebagai wujud adanya senyawa gula di dalamnya?
Senyawa gula di laut akan mengundang bakteri pengurai, bakteri yang menjadikan segala sesuatu menjadi busuk. Maka logisnya, jika itu terjadi akan rusak keseimbangan ekosistem alam. Seperti yang diketahui bahwa lautan itu jauh lebih luas ketimbang daratan, jika dimana-mana ada pembusukan dan lain sebagainya, apa jadinya dunia?
Allah SWT menciptakan air laut dengan rasa asin sebagai wujud ada senyawa garam didalamnya. Semua itu karna garam bisa mengawetkan ikan, mengawetkan makanan. Makanaan yang asin lebih awet ketimbang makanan yang manis. Maka tidak heran jika ikan asin yang dijual dipasaran itu mampu bertahan berbulan-bulan hingga bahkan mampu bertahan selama dua tahun jika disimpan dalam lemari es dengan kemasan yang tertutup rapat.
Bahkan dalam riwayat yang shahih Nabi SAW pernah bersabda bahwa, “Air laut itu suci dan mensucikan, bangkainyapun halal”. Ini dikarenakan garam yang terkandung didalam laut dapat menjaga kualitas daging ikan. Meskipun sudah menjadi bangkai, bayangkan jika air laut itu manis, maka satu bangkai saja dapat membuat kebusukkan dimana-mana.
Kemudian coba kita lihat di laut yang mati biasanya memiliki kadar garam yang sangat tinggi, hingga disanapun jika kita berenang kita tidak akan tenggelam dan tetap mengambang, karena memang laut mati mempunyai kadar garam yang lebih tinggi ketimbang laut lain.
Ini menunjukkan bahwa jika air laut manis akan menyulitkan manusia dalam dunia transportasi melalui jalur laut. Karena kapal-kapal besar tidak akan bisa berlayar dilautan yang manis, terlebih memberikan efek kepada kekentalan air laut yang menimbulkan ombak menjadi lebih lambat dikarenakan air dengan senyawa gula memiliki kekentalan yang lebih tinggi ketimbang air dengan senyawa garam.
Tafsir Ayat Tentang Dua Laut Yang Berbeda Rasa
Sebagian ulama menafsrikan ayat yang diatas tadi dengan kondisi dua danau yang berdampingan, namun memiliki perbedaan. Yang satu laut dengan kadar asin seperti penulis jelaskan diatas tadi. Laut tersebut tidak memiliki tanda-tanda kehidupan, dipinggirnya pun tidak ada tumbuhan yang bisa hidup alias gersang, airnya asin, didalamnya tidak ada ikan. Dan satunya air yang segar dan juga tawar.
Jika kita pernah membaca kisah dari Mr. Jacques, beliau seorang ahli oceanografer dan ahli selam terkemuka dari perancis, ia selalu membuat video tentang dunia dibawah laut. Hingga pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba ia menemukan beberapa kumpulan mata air tawar yang segar. Namun tidak tercampur dengan air laut asin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau sesuatu yang membatasi keduanya. Awalnya ia bingung dan mengira bahwa itu hanyalah halusinasi belaka. mun semua itu terpatahkan ketika ia bertemu dengan profesor muslim dan menyebutkan ayat diatas tadi.
Dalam tafsirnya Prof. Quraish Shihab mengatakan bahwa emua itu diciptakan sebagai nikmat dan rahmat untuk manusia. Ayat di atas tadi menunjukkan sebuah nikmat Allah kepada hamba-hamba-Nya. Yaitu berupa tidak bercampurnya air asin yang merembes atau mengalir dari lautan ke batu-batuan di dekat pantai dengan air tawar yang merembes atau mengalir ke laut dari daratan.
Keduanya hanya sekadar bertemu. Air tawar itu tergenang di atas air asin seakan-akan di antara keduanya ada pemisah. Pemisah yang menghalangi bertemunya satu dengan yang lainnya. “Hijran Mahjûran” diartikan ‘pembatas yang tersembunyi yang tidak dapat kita lihat’. Bukan hanya itu, bahkan di situ juga terdapat hukum yang bersifat konstan yang mengatur hubungan tersebut untuk kepentingan manusia yang tinggal di sekitar tempat itu dan sangat tergantung kepada air tawar.
Penyunting: M. Bukhari Muslim
Leave a Reply