Laut dan samudera memang ciptaan Allah Swt yang sangat megah dan banyak mengandung mahkluk hidup di dalamnya. Sekitar 70% dari bumi adalah hamparan laut yang luas. Dilautan tersebutlah kita bisa memanfaatkan sumber daya alam secara konstruktif bukan secara eksploitatif. Sebagai satu wacana blue ecology. Seperti firman Allah Swt dalam surat An- Nahl ayat 14 yang berbunyi,
وَهُوَ الَّذِيْ سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوْا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَّتَسْتَخْرِجُوْا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُوْنَهَاۚ وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهٖ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ١٤
Dialah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur. (QS: An- Nahl: 14)
***
Menurut Raghib al-Isfahan, kata Bahr berarti tempat luas yang banyak airnya. Sesuatu yang besar bisa disebut bahr. Kata al-bahr biasanya dinyatakan dengan air asin atau sedikit air tawar dalam jumlah besar. Disebut demikian (akar b-h-r) karena luas dan dalamnya air yang dikandungnya, dan kadang-kadang salinitasnya menurun sehingga mendekati air tawar (al-‘azb) atau air payau. (Haliza Nurul, Fitradi, 2024)
Artian dari ayat tersebut adalah Tuhan telah menghamparkan nikmatnya yang luas dengan adanya laut sebagai bahan produksi, mobilitas transportasi, Sumber Daya Mineral, supaya manusia tetap selalu mencari karunianya. Tetapi manusia dengan sifat ketamakan selalu mencari keinginan berlebih (Wants) sehingga merusak ekosistem laut yang ada. (Ikhsan Muhammad, 2022)
Krisis Lingkungan Darat dan Laut
Berdasarkan fakta yang diketahui, degradasi lingkungan di indonesia terus meningkat seiring berkembangnya gagasan tentang modernitas. Dalam konteks Indonesia, situasi ini terlihat jelas dalam pemilihan arah pembangunan baik pada tahap restrukturisasi maupun reformasi. Orde baru sangat mengadopsi gagasan W. Rostow tentang modernitas dengan tahapan pertumbuhan ekonomi, yang selanjutnya dituangkan dalam Kebijakan Pembangunan Lima Tahun (PELITA). Gagasan modernitas yang dianut mengakibatkan berkembangnya industri skala besar. Untuk mendukung kebijakan tersebut, berbagai sumber daya alam yang ada dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat mendukung proses industrialisasi sebagai motor penggerak utama terwujudnya masyarakat modern. ( Sudjudiman, Subekti, 2024)
Seperti contohnya Industri Minyak di lautan yang banyak menimbulkan polusi, akan semakin banyak ekosistem yang rusak, terumbu karang, rumah ikan yang hancur akibat ulah manusia. Hal ini disebut sebagai gejala Developmentalism atau arah pembangunan yang justru membuat masyarakat Indonesia tidak bahagia. Karena pemerintah melakukan segalanya untuk pembangunan tanpa kontrol masyarakat yang efektif. Negara memonopoli pembangunan sebagai sektor publik yang cenderung bersifat represif. Pembangunan hanya memperhatikan tujuan pencapaian pertumbuhan ekonomi dan sama sekali mengabaikan aspek distribusi atas nama pemerataan dan keadilan sosial. (Jemadu Aleksius, 2003)
***
Kedaulatan laut tidak hanya bermakna, menjaga wilayah suatu teritorial dari ancaman negara lain, tapi juga ditafsirkan sebagai usaha menjaga dan merawat Blue Ekology dari usaha- usaha eksploitatif hanya untuk kepentingan pribadi. Kedaulatan laut adalah milik bersama- sama. Quran sepertinya sudah menyinggung hal ini berulang kali, seperti Surat Ar-Rum ayat 41
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya: Telah nampak (sangat jelas) kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan (Usaha, Kepentingan) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Tafsir dari Blue Ecology sebenarnya sama dengan tafsir ekologis lainnya tetapi dalam perihal tafsir, ada tanggung jawab sosial kolektif untuk menumbuhkan gerakan eksistensi lingkungan, maka daripada itu juga pentingnya kita memahami Ilmu pengetahuan sebagai konservasi akan keindahan alam. Bukan menciptakan produktivitas destruktif. Tafsir Blue Ecology mencoba memberikan angin segar baru bagaimana, pengelolaan ekonomi biru yang ideal, kedaulatan laut dari kerusakan, upaya menciptakan ekosistem baru yang fleksibel. Pembangunan yang terarah dan terukur, untuk kebutuhan masa depan.
Pentingnya kita memahami kembali pemahaman Islam dan Lingkungan sebagai subjek bukan objek. Karena pemahaman yang subjektif terkait lingkungan akan menyadarkan kita akan toleransi dengan lingkungan (Memanfaatkanya sekedarnya). Karena tidak lepas dari itu Hablum Minannas, Hablum Minal Alam, Hablum Minal Allah, sebagai suatu piramida yang saling terikat dan terkait. Ayat- ayat dalam Al- Qu’an tentang lingkungan kita maknai sebagai tanggung jawab kita akan memelihara dan menjaganya, sekian.
Wassalamualaikum wr wb.
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.