Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Ayat Isti’adzah dan Ragam Bacaannya Menurut Ulama

Isti’adzah
Gambar: NU Online

Isti’adzah atau ta’awudz merupakan bacaan yang lumrah dibaca umat Muslim ketika hendak membaca Al-Quran. Lafadz yang masyhur adalah أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم  (aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk). Namun karena banyaknya ayat yang menyingung lafaz isti’adzah sehingga para ulama memuat berbagai macam ragam bacaanya.

Tafsir Ayat Isti’adzah

Dalam Al-Quran terdapat empat ayat yang secara eksplisit memerintahkan kepada kita untuk selalu memohon perlindungan dari Allah (lafaz isti’adzah). Dari keempat ayat tersebut, satu ayat secara spesifik mengisyaratkan, ketika hendak membaca Al-Quran untuk melafalkan isti’adzah (memohon perlindungan dari godaan setan). Ayat tersebut termaktub dalam Q.S An-Nahl [16] ayat 98:

فَاِذَا قَرَاۡتَ الۡقُرۡاٰنَ فَاسۡتَعِذۡ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيۡطٰنِ الرَّجِيۡمِ

Apabila kamu membaca Al-Quran, maka hendaklah kamu beristi’adzah (memohon perlindungan) kepada Allah dari setan yang terkutuk.

Di dalam kitab Tafsir Muyassar dijelaskan hal itu dianjurkan karena Al-Quran merupakan sumber hidayah bagi seluruh umat manusia dan penyembuh bagi semua penyakit yang ada dalam hati. Sementara setan adalah penyebab segala keburukan dan kesesesatan. Oleh karena itu Allah Swt, memerintahkan lewat firman-Nya agar setiap pembaca Al-Quran mencari perlindungan kepadanya dari setan yang terkutuk, bisikan-bisikannya dan bala tentaranya.

Ayat selanjutnya yang menegaskan lafaz isti’adzah adalah Q.S Al-A’raf [7] ayat 200 Allah Swt. berfirman:

وَاِمَّا يَنۡزَغَـنَّكَ مِنَ الشَّيۡطٰنِ نَزۡغٌ فَاسۡتَعِذۡ بِاللّٰهِ‌ؕ اِنَّهٗ سَمِيۡعٌ عَلِيۡمٌ

Dan jika sesuatu godaan dari setan menghampirimu, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. sesungguhnya dia maha mendengar lagi mengetahui

Pada ayat sebelumnya Allah Swt. memerintahkan Nabi Saw. agar menjadi pribadi pemaaf. Serta tidak bosan untuk memerintahkan kebaikan kepada umatnya dengan segala tindak-tanduk mereka. Nabi juga diperintah untuk mengajarkan umatnya bertutur kata baik dan berbuat baik. Kemudian berpaling dari perkataan orang yang bodoh dan duduk bersamanya.

Baca Juga  Etika Jurnalistik Perspektif Al-Qur’an

Kemudian Al-a’raf ayat ke-200 ini mengisyaratkan terkait amarah yang mengganggu Nabi dan umatnya berasal dari gangguan setan. Maka Allah Swt. memerintahkan Nabi agar selalu perlindungan dari godaannya. (Tafsir Muyassar, Jilid 1 hal. 529).

Tafsir Q.S. Al-Ghafir Ayat 56

Ayat selanjutnya terdapat dalam Q.S Al-Ghafir [40] ayat 56

اِنَّ الَّذِيۡنَ يُجَادِلُوۡنَ فِىۡۤ اٰيٰتِ اللّٰهِ بِغَيۡرِ سُلۡطٰنٍ اَتٰٮهُمۡۙ اِنۡ فِىۡ صُدُوۡرِهِمۡ اِلَّا كِبۡرٌ مَّا هُمۡ بِبَالِغِيۡهِؕ فَاسۡتَعِذۡ بِاللّٰهِؕ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيۡعُ الۡبَصِيۡرُ

Sesungguhnya orang-orang yang memerdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan (bukti) yang sampai pada mereka, yang ada dalam dada mereka hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang tidak akan mereka capai, maka mintalah perlindungan kepada Allah. sungguh, dia maha mendengar, maha melihat.

Menurut Tafsir Kemenag orang durhaka mendustakan wahyu Allah dengan cara mendebat serta menolak apa yang dikandung di dalamnya. Orang semacam ini hanyalah berkeinginan kebesaran padahal hal itu pasti tidak akan pernah mereka capai. Meraka merasakan ayat-ayat (tanda) dan bukti kebenaran dari wahyu tersebut. Namun mereka berpaling karena keangkuhan mereka. Maka Nabi diperintah untuk memohon perlindungan dari Allah sesungguhnya Allah maha mendengar lagi Maha Melihat.

Ayat selanjutnya terdapat dalam Q.S Fusshilat [41] ayat 36

وَاِمَّا يَنۡزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيۡطٰنِ نَزۡغٌ فَاسۡتَعِذۡ بِاللّٰهِ‌ؕ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيۡعُ الۡعَلِيۡمُ

Dan jika setan mengganggumu dengan suatu godaan maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sungguh, dialah yang maha medengar, maha mengetahui

Pendapat At-Thabari

Imam At-Thabari menjelaskan lafaz dan maksud isti’adzah atau taawudh dalam ayat-ayat di atas adalah permohonan perlindungan kepada Allah semata. Bukan kepada orang lain, dari tipu daya setan dalam menghalangi kewajiban manusia kepadanya. At-Thabari juga menuturkan kata “syaithan” dalam kalimat Arab mengacu pada setiap person yang durhaka baik kalangan jin, manusia, hewan melata, maupun makhluk lainya.

Baca Juga  Memahami Ayat-Ayat Perang: Analisis Penafsiran Sahiron Syamsuddin

Allah Swt. berfirman, “Demikian, kami jadikan musuh beberapa setan dari kalangan jin dan manusia untuk setiap Nabi”. Umar bin Khattab suatu ketika mengendarai kuda yang banyak tingkahnya. Semakin dipukul, tingkahnya makin banyak dan sulit dikendalikan. Umar karena merasa jengkel akhirnya menyebut kudanya dengan “setan”.

Dengan begitu artinya segala sesuatu yang durhaka disebut dengan “setan”. Sebab akhlak dan perilakunya berbeda dari akhlak dan perilaku sejenisnya secara umum dan karena jauhnya dari kebaikan. (Imam At-Thabari, Jami’ul bayan Juz 1 hal. 109).

Ragam Bacaan Isti’adzah

Ada beberapa redaksi lafaz isti’adzah atau taawudz yang dimuat oleh beberapa ulama qiraat ada juga para perawi yang bisa kita lantunkan dalam segala aktivitas dan doa kita. Beberapa perbedaan redaksi tersebut didasari banyaknya varian lafaz istiadzah yang disajikan dalam Al-Quran.

Kiranya penulis akan memaparkan secukupnya redaksi istiadzah menurut para ulama dari ulama qiraat maupun para perawi.

Imam Qiraat Asyrah Ya’kub Al-Hadhramiy, Imam Ashim Al-Kufiy serta Imam Abi Amr bin Bashir memilih menggunakan redaksi

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم  

Dasar mereka dalam memilih redaksi ini adalah firman Allah Q.S an-Nahl ayat 98. Juga didasari hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Sulaiman bin Sharad dalam kitab Al-Ghayat fi Al-Qiratil Al-Asyr hal. 454 karangan Ahmad bin Al Husain Al-Ashbaniy

Selanjutnya perawi Imam Ashim dan Imam Hafs memilih menggunakan redaksi

أَعُوْذُ بِاللهِ العَظِيْمِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم

Lafaz ini merupakan gabungan dari Q.S an-Nahl ayat 98, Al-Haqqah ayat 33 dan Fussilat ayat 36

Sedangkan Imam Nafi’ dan lainnya menggunakan redaksi

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم، إِنَّ اللهَ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Dasar mereka menggunakan lafaz ini adalah menggabungkan Q.S Al-A’raf ayat 200 dan Q.S Fussilat ayat 36.

Baca Juga  Shalat Jumat Bersama Anak

Imam Hamzah menggunakan lafaz

أَسْتَعِيْذُ بِاللهِ العَظِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Kali ini Imam Hamzah mengunakan lafaz istia’dzahnya sesuai dengan versi ayat yang tertera di atas. Yaitu al-A’raf ayat 200, an-nahl ayat 98, Fussilat ayat 36 dan Ghafir ayat 56. Menurut Imam Al-Hadzaliy, Hamzah memiliki tiga redaksi yaitu: (اِسْتَعَنْتُ بِاللهِ) (أَسْتَعِيْذُ بِاللهِ) (نَسْتَعِيْذُ بِاللهِ). (Ahmad bin Al Husain Al-Ashbaniy, Al-Ghayat fi Al-Qiratil Al-Asyr hal. 453).

Dari beberapa redaksi dari lafaz istia’dzah di atas kebanyakan para ulama menggunakan lafaz أَعُوْذُ  kecuali Imam Hamzah yang menggunakan lafaz أَسْتَعِيْذُ. Padahal jika dilihat dari segi lafaz dalam Al-Quran pendapat Imam Hamzah dirasa lebih tepat sebab redaksinya sama sesuai ayat.

Kesimpulan

Namun tidak benar jika hanya membenarkan pendapat Imam Hamzah saja dan mengabaikan pedapat Imam lain. Dalam kasus ini para ulama melakukan istinbath yaitu menggalih dalil-dalil dari Al-Quran dan sunnah dengan hati-hati dan bijaksana, sehingga gagasan soal redaksi yang ia pilih tidak sembarangan, akan tetapi memiliki pijakan masing-masing. 

Itulah tafsir lafadz isti’adzah atau taawudz beserta ragam redaksinya menurut para ulama. Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah dari godaan setan yang terkutuk. Amiin ya rabbalalamin.

Penyunting: Bukhari