Di samping itu, pencantuman kata rahman dan rahim pada ayat pertama dalam al-Fatihah ini juga untuk menunjukkan bahwa al-Quran yang dimulai dengan surah al-Fatihah ini diturunkan kepada umat manusia sebagai wujud rahmat atau kasih sayang Allah bagi umat manusia. Isi surah al-Fatihah dan isi keseluruhan al-Quran merupakan rahmat bagi alam semesta.
Rahman dan Rahim Sebagai Rahmat
Penegasan tentang al-Quran sebagai rahmat secara khusus terdapat dalam banyak ayat yang memuat kata rahmah. Dalam ayat-ayat itu kata rahmah ada yang disebutkan sendirian dan ada yang disebutkan bersama dengan kualitas-kualitas yang lain dengan posisi di tengah dan di belakang. Berdasarkan pemahaman tentang kecermatan dan kedalaman gaya (uslūb) al-Quran dalam membicarakan tema-tema yang dijelaskannya, penyebutan dengan cara dan posisi yang berbeda ini menunjukkan maksud yang berbeda pula. Karena itu penyebutan kata rahmah dalam ayat-ayat tersebut secara sendirian menunjukkan maksud tertentu yang berbeda dari maksud penyebutannya bersama dengan beberapa sifat yang lain.
Penyebutan sifat rahmah bagi al-Quran secara sendirian terdapat dalam dua ayat. Pertama, Q.S. al-Qashash (28): 86 yang berbunyi:
وَمَا كُنْتَ تَرْجُوْٓا اَنْ يُّلْقٰٓى اِلَيْكَ الْكِتٰبُ اِلَّا رَحْمَةً مِّنْ رَّبِّكَ فَلَا تَكُوْنَنَّ ظَهِيْرًا لِّلْكٰفِرِيْنَ ۖ – ٨٦
“Dan engkau (Muhammad) tidak pernah mengharap agar Kitab (Al-Qur’an) itu diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) sebagai rahmat dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali engkau menjadi penolong bagi orang-orang kafir“
Dalam ayat ini dinyatakan bahwa Nabi Muhammad sebelum mendapat wahyu sebenarnya tidak mengharapkan diberi kitab suci. Al-Quran diwahyukan kepada Nabi Muhammad tiada lain hanyalah sebagai rahmat dari Tuhannya. Pernyataan dalam Q.S. al-Qashash (28): 86 ini menggunakan pola kalimat menafikan-mengecualikan (nafy-istitsnā`). Pola ini biasa digunakan dalam bahasa Arab untuk menegaskan bahwa sifat satu-satunya yang ditetapkan bagi objek adalah sifat yang disebutkan dalam pernyataan, sedang sifat-sifat lain yang tidak disebutkan tidak diakui sebagai kualitasnya yang sebenarnya. Jadi ayat itu menegaskan bahwa satu-satunya sifat al-Quran itu adalah rahmah.
Al-Quran sebagai rahmat juga dinyatakan dalam surah Q.S. ad-Dukhān (44): 6 yang berbunyi:
رَحْمَةً مِّنْ رَّبِّكَ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُۗ – ٦
“Sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui“
Ayat 6 Q.S. ad-Dukhān (44) di atas secara tegas menyatakan bahwa al-Qur’an sebagai rahmat dari Allah. Penegasan tentang al-Quran sebagai rahmat dapat juga dirujuk kepada tujuan pengutusan Nabi Muhammad sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Anbiyā` (21): 107:
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ – ١٠٧
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”.
Al-Qur’an adalah Kitab Rahmat
Pada ayat 107 surah al-Anbiyā` di atas Allah menyatakan secara jelas bahwa Nabi Muhammad diutus kepada umat manusia dengan membawa petunjuk-petunjuk al-Quran semata-mata sebagai rahmat bagi alam semesta. Nabi Muhammad diutus dengan membawa pesan-pesan ilahi yang tercantum dalam al-Quran. Jika dihubungkan misi diutusnya Nabi Muhammad sebagai rahmat bagi alam semesta dengan media penyampaian pesan-pesan ilahi berupa kitab suci al-Quran, dapat dipahami bahwa kitab al-Quran yang berisi pesan-pesan ilahi yang disampaikan Nabi Muhammad adalah kitab rahmat.6
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa al-Quran merupakan kitab rahmat. Al-Quran dimulai dengan surah al-Fatihah yang menegaskan rahmat ilahi bagi hamba-hamba-Nya. Sehubungan dengan itu, perlu sekali bagi umat Islam untuk berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan rahmat tersebut dalam kehidupan nyata. Diperlukan upaya-upaya yang konkret dari segenap individu muslim untuk mewujudkan kebaikan nyata dalam segenap aspek kehidupan-nya. Upaya itu dapat dimulai dengan mencoba memahami kandungan-kandungan al-Quran yang merupakan kitab rahmat itu dan mengamal-kannya secara baik dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan Islam yang ramah dan rahmat bagi alam semesta. Allah menjanjikan kehidupan yang baik dan pahala yang lebih baik bagi segenap orang beriman yang melakukan amal saleh atau kebajikan di muka bumi sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. surah al-Nahl (16): 97:
وَاقْتَرَبَ الْوَعْدُ الْحَقُّ فَاِذَا هِيَ شَاخِصَةٌ اَبْصَارُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْاۗ يٰوَيْلَنَا قَدْ كُنَّا فِيْ غَفْلَةٍ مِّنْ هٰذَا بَلْ كُنَّا ظٰلِمِيْنَ – ٩٧
“Dan (apabila) janji yang benar (hari berbangkit) telah dekat, maka tiba-tiba mata orang-orang yang kafir terbelalak. (Mereka berkata), ”Alangkah celakanya kami! Kami benar-benar lengah tentang ini, bahkan kami benar-benar orang yang zalim.”
Dikutip dalam Tafsir At-Tanwir, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.
Leave a Reply