Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Al-Baqarah Ayat 221 (4): Larangan Menikahi Perempuan Musyrik

Sumber: Suaramuhammadiyah.id

Janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran

Di  Indonesia   perkawinan  beda  agama tidak hanya merupakan larangan  agama,  tetapi  juga telah dilarang oleh undang-undang, namun demikian  tidak sedikit umat Islam Indonesia dengan berbagai alasan telah melakukan  perkawinan  dengan orang yang tidak seagama dengan mereka. Karena  negara  tidak  memfasilitasi  perkawinan  yang  tidak sesuai dengan aturan  undang-undang, maka ada di antara mereka yang pergi ke luar negeri untuk melakukan perkawinan atau memanfaatkan jasa lembaga tertentu di Indonesia  yang  memang  memfasilitasi  perkawinan  beda  agama. Di samping itu,  ada  pula  yang  menyatakan diri memeluk agama Islam karena akan menikah.

Namun demikian sekelompok orang yang  bergabung dalam Tim Pengarusutamaan  Gender  Departemen Agama RI punya  pendapat lain. Mereka membolehkan perkawinan antara orang Islam dan orang non Islam. Dalam pengantar  buku Counter Legal Draft KHI tahun 2004,  mereka menjelaskan bahwa  perkawinan seperti itu  dibolehkan dalam rangka menegakkan prinsip-prinsip  pluralisme,  nasionalisme,  HAM,  demokrasi  dan  kemashlahatan  (Lebih lanjut tentang prinsip-prinsip yang dikemukakan ini dapat dilihat pada: Tim Pengarusutamaan Gender Departemen Agama RI, Counter Legal Draft KHI, (Jakarta: t.p, 2004), hlm.25-29). 

Kalau diamati, pembolehan menikah antar agama ini didasari  oleh  pemikiran  mereka  bahwa pelarangannya hanya bersifat ijtihadi, tidak ditetapkan dengan nash yang qath’i, kecuali larangan perkawinan  dengan  orang musyrik, yang mereka pahami sebagai musyrik Arab saja. Menyangkut  hal  ini, Zainun Kamal, yang mempunyai pandangan yang sama  dengan  Tim Pengarusutamaan Gender ini, menyatakan bahwa tidak terdapat teks ayat al-Qur’an yang secara tegas dan pasti yang mengharamkan perkawinan antara umat beragama, baik laki-laki ataupun perempuan, selain dengan kaum musyrik Arab  (Zainun  Kamal,  Menafsir Kembali Perkawinan Antar Umat Beragama, dalam Maria Ulfah Anshor dan Martin Lukito Sinaga (ed), “ Tafsir Ulang Perkawinan Lintas Agama: Perspektif Perempuan dan Pluralisme”, (Jakarta: Kapal Perempuan, 2004), hal. 164).   

Baca Juga  Tafsir Q.S Al-Baqarah Ayat 101-113 (1): Sikap Eksklusif Ahlul Kitab

Sejalan  dengan itu, Siti Musdah Mulia, salah sorang penggagas Counter Legal Draft menjelaskan bahwa  semua  pendapat  yang  berkaitan  dengan  perkawinan lintas agama, hanya bersifat ijtihadi, tidak ditemukan teks al-Qur’an dan Hadisyang secara qath’i  melarang  dan  membolehkannya (Siti Musdah Mulia, Menafsir Ulang Pernikahan Lintas Agama, dalam ibid., hal. 129-130). Apabila  diperhatikan ayat yang sedang dibicarakan ini dan pendapat para ulama yang telah dipaparkan di atas, maka pendapat ini akan sulit diterima. Terlebih lagi, ketika mereka membolehkan perempuan  muslimah  menikah  dengan non muslim.

Kalau kita amati dengan seksama, maka ternyata pernikahan yang melanggar  aturan  Allah  itu membawa banyak dampak buruk terhadap pelakunya,  mulai  dari rusak hubungan dengan keluarga, takut menjalankan ajaran  agama,  atau  malas,  sampai  kepada pindah agama. Keindahan cinta sering lewat dengan cepat, berubah menjadi kegelisahan jiwa. Apalagi, kalau perkawinan itu sudah dikarunia anak, mau ikut siapa anak ini. Masih banyak problem lain yang tidak mudah untuk dirinci.

Ayat ini ditutup dengan penegasan bahwa Allah menerangkan semua ketentuan  hukum  syari’at-Nya, berupa  perintah dan larangan yang dilengkapi dengan  dalil-dalil,  hikmah dan argumentasinya yang jelas kepada semua manusia,  agar  mereka ingat dan mau mengambil pelajaran. Dengan itu hendaknya manusia ingat dan sadar betul bahwa tidak ada satupun ketetapan hukum  Allah  yang  sia-sia, yang  tidak  mengandung  manfaat  dan kemaslahatan bagi hamba-Nya, yang mengantarkan mereka menjadi orang yang bertaqwa kepada  Allah,  membersihkan  dan menyucikan mereka dari noda dan dosa. Selesai

Tafsir Tahlily ini disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan naskah awal disusun oleh Dr Isnawati Rais, MA

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 22 Tahun 2017

Baca Juga  Tafsir Surah Ar-Ruum Ayat 41: Siapakah Penyebab Terjadinya Bencana Alam?