Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Al-Baqarah Ayat 124-129: Pelajaran dari Nabi Ibrahim

Nabi Ibrahim
Sumber: https://portaljember.pikiran-rakyat.com/

Salah satu yang menjadi ciri khas dari tafsir at-tanwir milik Muhammadiyah adalah ia memiliki judul-judul besar bagi setiap pembahasan. Contohnya adalah surah al-Baqarah ayat 124-129. Ayat-ayat itu diberikan judul besar sebagai “Peran Nabi Ibrahim dalam Agama, Pembangunan, Sosial dan Politik”. Inilah yang membedakan antara tafsir at-tanwir dengan tafsir-tafsir yang telah ada sebelumnya.

Nama Nabi Ibrahim dapat dibilang cukup sentral dan mendapat perhatian yang besar dalam al-Qur’an. Namanya disebut sebanyak 25 kali di banyak tempat dalam al-Qur’an. Dengan hal itu, Allah ingin menunjukan kepada para pembaca al-Qur’an tentang keistimewaan yang dimiliki oleh Nabi Ibrahim.

Nabi Ibrahim adalah nenek moyang dari semua agama, baik itu Islam, Kristen, dan Yahudi. Karena setiap nabi yang menyebarkan tiga agama di atas adalah keturunan daripada anak-anak Ibrahim. Karenanya kendatipun ketiga agama di atas berbeda dalam banyak hal, tapi jika mereka mengikuti ajaran dan cara hidup Nabi Ibrahim, maka kita akan menemukan banyak sekali titik-titik persamaan.

Hal itu disampaikan oleh Dr. H. Nur Kholis, M.Ag, Anggota Divisi Kajian Al-Qur’an dan Hadis Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam pengajian tarjih edisi 115 dengan tema “Tafsir Surah al-Baqarah Ayat 124-129.”

Pelajaran dari Nabi Ibrahim

Pada Q.S. al-Baqarah ayat 124, Allah menggunakan kata ibtala yang berarti “renungkanlah!”. Menurut Nur Kholis, ketika Allah menggunakan kata itu, maka Allah ingin meminta kita untuk mengambil pelajaran.

“Tentunya ketika Allah mengajak kita berkomunikasi dengan menggunakan kata ini, pasti memang kita dituntut untuk mengambil pelajaran dari peristiwa yang akan disebutkan oleh al-Qur’an.”, jelasnya.

Lewat ayat ini, papar Nur Kholis, Allah ingin meminta kita mengambil pelajaran dari Nabi Ibrahim. Pelajaran atas apa? Yakni pelajaran ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan dengan beberapa kalimat (mayoritas ulama mengartikan kata “kalimat” di sini sebagai perintah dan larangan) dan Ibrahim mampu melewatinya dengan sangat sempurna (wa izibtala ibrahima rabbuhu bikalimatin fa atammahunn).

Baca Juga  Hermeneutika, Cendekiawan Muhammadiyah dan Perlawanan Terhadap Salafisme

Adapun pada ayat 126, ada pelajaran lain yang juga dapat kita ambil. Di ayat itu tergambar Nabi Ibrahim berdoa kepada Tuhan: “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Makkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.”

Dalam doa itu Nabi Ibrahim hanya berdoa agar Tuhan memberikan rezeki pada orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Namun Allah menambahkan, “Dan kepada orang kafir akan Aku beri kesenangan sementara. Kemudian Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”

Bagi anggota Divisi Kajian Al-Quran dan Hadis Majelis Tarjih Muhammadiyah tersebut, pesan yang ingin diberikan oleh ayat di atas ialah; kalau kita ingin berdoa, jangan hanya untuk umat Islam saja. Sebab orang kafir juga berhak untuk menerima kenikmatan di dunia. Makanya kemudian, di ayat itu Allah menggunakan kata “fa umatti’uhu” yang bentuk masdhar-nya ialah “mata’un”. Karena “mata’un” sifatnya tidak kekal, sementara, dan sewaktu-waktu bisa sirna.

“Maka orang-orang kafir pun juga layak hidup dalam suatu negara itu yang juga mendapatkan kemakmuran dan berkah kemakmuramn dari bumi itu sekalipun nanti pemimpinnya muslim.”, imbuhnya.   

Reporter: M. Bukhari Muslim