Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Tafsir Al‐Jawahir: Mengurai Keajaiban Alam dalam Al-Qur’an (1)

thantawi
Sumber: http://ilmu-ushuluddin.blogspot.com

Thantawi Jawhari lahir pada tahun 1870 M di wilayah al-Ghar. Ia merupakan ulama tafsir yang berasal dari keluarga yang sederhana. Walaupun kedua orang tuanya petani, namun mereka menginginkan anaknya menjadi seorang yang berilmu tinggi. Maka dari itu, setelah ia menyelesaikan rangkain pendidikan formalnya, ia dikirim ke Universitas Al-Azhar oleh kedua orang tuanya untuk memperdalam ilmu agama. Syeikh Thantawi dikenal sebagai seorang mufasir sekaligus saintis, yang menguraikan keajaiban-keajaiban alam di dalam al-Qur’an.

Latar Belakang Lahirnya Tafsir Jawahir

Sebagai akademisi, Thanthawi aktif mencermati perkembangan ilmu pengetahuan, dengan cara membaca berbagai buku, menelaah artikel di media massa, hingga menghadiri berbagai seminar keilmuan. Dari beberapa ilmu yang dipelajarinya, ia tergila‐gila pada ilmu tafsir. Di tengah kesibukannya, Tanthawi selalu mengamati dan memperhatikan pepohonan, bunga‐bunga, dan tanaman lainnya. Mulai dari proses tumbuhnya, fungsinya, hingga manfaatnya di bidang kedokteran. Ternyata Allah SWT membukakan mata hatinya untuk mengetahui ilmu‐ilmu alam.

Bagi Tanthawi, tuanya usia bukan penghalang di dunia tulis menulis. Bahkan keriput kulit jari jemarinya memberikan “ilham” tersendiri untuk memunculkan berbagai karya. Hal tersebut bukan sekedar omong kosong belaka, sebab justru diusia senjanya (60 tahun), Tanthawi mampu menghadirkan karya besarnya, yakni kitab al Jawahir fi Tafsir al Qur’an al Karim. Tafsir ini terdiri dari 25 jilid, dan pertama kali dicetak di Kairo oleh penerbit Muassasah Musthafa al Babil Halabi tahun 1350 H/1929 M.

Sementara cetakan ketiga di Beirut, Dar al Fikr tahun 1395 H/1974. Thantawi memberikan komentar menarik mengenai latar belakang penulisan kitab ini, “Sejak dahulu aku senang menyaksikan keajaiban alam, mengagumi dan merindukan keindahannya, baik yang ada di langit atau kehebatan dan kesempurnaan yang ada di bumi. Perputaran atau revolusi matahari, perjalanan bulan, bintang yang bersinar, awan yang berarak datang dan meghilang, kilat yang menyambar seperti listrik yang membakar, barang tambang yang elok, tumbuhan yang merambat, burung yang beterbangan, binatang buas yang berjalan, binatang ternak yang digiring, hewan‐ hewan yang berlarian, mutiara yang berkilauan, ombak laut yang menggulung, sinar yan menembus udara, malam yang gelap, matahari yang bersinar, dan sebagainya.” 

Baca Juga  Fenomena Gerhana dalam Tinjauan Al-Quran dan Sunnah

Mengkompromikan Teori Ilmu Pengetahuan

Itulah yang mendorong Tanthawi menyusun pembahasan‐pembahasan yang mengkompromikan pemikiran Islam dengan kemajuan studi Ilmu  Alam. Al-Qur’an menuliskan keajaiban‐keajaiban tersebut, menampakkan alam fisik yang tersebar, serta langit yang ditinggikan. Kesemuanya memberikan kebahagiaan bagi orang yang memiliki “mata hati” (dzul bashair) dan memberikan sinar serta pelajaran (tabshirah) bagi orang‐orang yang membenarkan rahasia‐rahasia Tuhan.

Selanjutnya ia menyatakan, “Tatkala diriku berfikir untuk merenungi keadaan umat Islam sekarang, dan kondisi pendidikan agamanya, maka aku menuliskan surat kepada beberapa tokoh cendekiawan (al ‘Uqala’) dan para ulama besar (ajilah al ‘ulama’) tentang makna‐makna alam yang ditinggalkan, juga tentang jalan keluarnya yang masih banyak dilalaikan dan dilupakan. Sebab sedikit sekali diantara para ulama yang memikirkan realitas alam semesta dan keanehan‐keanehan yang ada di dalamnya.”

Tafsir al-Jawahir ini ditulis pertama kali oleh Tanthawi ketika ia mengajar di Universitas Dar al ‘Ulum, Mesir, yang kemudian dimuat di Majalah al Malaji’ al ‘Abasiyah. Adapun mengenai corak penafsiran atau model pendekatan yang diambil ini, oleh Tanthawi ditujukan agar umat Islam “menyenangi” keajaiban alam semesta, keindahan‐keindahan bumi, dan agar para generasi berikutnya cenderung pada nilai agama, sehingga Allah SWT mengangkat peradaban mereka ke tingkat yang tinggi.

Editor: An-Najmi Fikri R