Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Surah An-Nisa’ Ayat 34 Dan Kegagalan Memahami Al-Quran

al-quran
Sumber: Unsplash.com

Bahasa Arab adalah bahasa yang “spesial” sehingga Allah SWT menjadikannya bahasa al-Quran sebagaimana yang tercantum dalam Surah Yusuf [12] ayat 2;

إِنَّاۤ أَنزَلۡنَـٰهُ قُرۡءَ ٰ⁠ نًا عَرَبِیࣰّا لَّعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Quran berbahasa Arab, agar kamu mengerti.”

Di antara keistimewaan bahasa Arab adalah keumuman makna katanya. Satu kata bisa memiliki lebih dari satu arti yang terhimpun dalam satu makna. Perbedaan arti itu pun bisa beragam sebabnya. Ada yang disebabkan oleh perubahan bentuk kata ada juga yang disebabkan oleh letaknya dalam kalimat yang harus menyesuaikan dengan konteks.

Oleh karenanya, dalam memahami sebuah kata dalam bahasa arab tidak boleh terlepas dari kata yang menyertainya. Jika tidak, maka akan terjadi kekeliruan dalam pemahaman sehingga maksud dari kalimat tidak tersampaikan dengan benar.

Kegagalan Memahami

Demikian halnya dalam memahami sebuah kata dalam al-Quran hendaknya tidak dipahami berdasarkan terjemahan letterlijk (secara harfiah) tanpa membaca kesatuan ayat. Bahkan untuk memahami dengan baik dan benar, membaca beberapa ayat sebelum dan sesudahnya pun tak boleh ditinggalkan.

Hal inilah yang menyebabkan banyak di antara ummat Islam sendiri yang seringkali “gagal” dalam memahami maksud al-Quran. Yang dimaksud dengan kegagalan dalam memahami maksud ayat al-Quran di sini adalah ketidaksesuaian antara pemahaman yang diperoleh dengan maqashid al-syar’iyyah (tujuan-tujuan syariat)

Di antara ayat yang banyak disalahpahami adalah ayat 34 Surah an-Nisa’;

ٱلرِّجَالُ قَوَّ ٰ⁠مُونَ عَلَى ٱلنِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضࣲ وَبِمَاۤ أَنفَقُوا۟ مِنۡ أَمۡوَ ٰ⁠لِهِمۡۚ فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـٰفِظَـٰتࣱ لِّلۡغَیۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ وَٱلَّـٰتِی تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهۡجُرُوهُنَّ فِی ٱلۡمَضَاجِعِ وَٱضۡرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعۡنَكُمۡ فَلَا تَبۡغُوا۟ عَلَیۡهِنَّ سَبِیلًاۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِیࣰّا كَبِیرࣰا

Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.

An-Nisa’ Ayat 34 dan Kegagalan Memahaminya

Ayat ini sering disalahpahami oleh karena adanya kata وَٱضۡرِبُوهُنَّ . Kata ini terambil dari akar kata ضرب  (dharaba) yang berarti memukul. Sehingga kata وَٱضۡرِبُوهُنَّ  pada ayat di atas jika diterjemahkan akan berarti dan pukullah mereka (para istri). Terjemahan demikian memberi kesan bahwa agama melegalkan penganiyaan terhadap istri dengan membolehkan suami untuk melakukan pemukulan.

Baca Juga  Rekonstruksi Kedudukan Perempuan Pasca Kedatangan Al-Qur'an

Apakah ini sesuai dengan maqashid al-syar’iyah? Tentu tidak, karena dalam agama jangankan memukul manusia, memukul hewan pun adalah perbuatan yang dilarang. Lantas bagaimanakah maksud sebenarnya dari ayat di atas?

Yang perlu digarisbawahi terlebih dahulu adalah Islam merupakan agama yang sangat menghormati kaum hawa. Sehingga tidak mungkin Islam mengajarkan untuk menyakiti wanita.

Quraish Shihab dalam bukunya “Islam yang Disalahpahami” menjelaskan bahwa kata  وَٱضۡرِبُوهُنَّ  sejatinya memilki banyak arti yang kesemuanya terhimpun dalam makna “berpisah”.

Dalam Surah an-Nisa’ [4] ayat 101 dan al-Maidah [5] ayat 106, musafir yang sedang berjalan disebutkan dengan menggunakan kata dharaba fil ardh. Artinya, dia meninggalkan kampungnya dengan melakukan perjalanan.

Dalam Surah al-Baqarah [2] ayat 60 ketika Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk menggunakan tongkatnya terhadap batu dikatakan kepadanya, idhrib’ bi ‘ashaka al-hajar, yakni gunakan tongkatmu terhadap batu itu sehingga batu itu terpisah menjadi beberapa bagian.

Allah SWT juga berfirman pada Surah al-Hadid [57] ayat 13 yang berbunyi, wa dhuriba bainahum bi suu, yang berarti mereka dipisahkan oleh pagar dan benteng. Juga firman-Nya di Surah al-Kahfi [18] ayat 11 bunyinya, fa dharabna ala adzanihim, yang dipahami dalam arti mendendang di telinganya agar tertidur sehingga kesadaran berpisah dari tubuh.

Bahasa Arab juga menggunakan kata idhrab untuk menghentikan kegiatan sehingga ia terputus/mogok.

Oleh karenanya, kata وَٱضۡرِبُوهُنَّ  tidak boleh serta merta diartikan “pukullah”, ia bisa juga berarti “berpisah”.

Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, bahwa untuk memahami maksud dari kata dalam sebuah ayat maka harus membaca ayat itu secara keseluruhan.

~

Nah, ayat di atas dibuka dengan penjelasan bahwa lelaki adalah pelindung bagi kaum wanita yang artinya lelaki tidak boleh menyakiti wanita apalagi memukulnya.

Baca Juga  Menggali Kesetaraan Gender dalam QS. Al-Ahzab Ayat 33

Kemudian dijelaskan langkah-langkah yang diambil jika sang istri tidak mengindahkan perintah suami -selama bukan maksiat- adalah dengan melakukan perintah pertama yaitu menasehatinya. Jika sang Istri masih belum berubah sikapnya maka sang suami melakukan perintah kedua yaitu meninggalkan tempat tidur namun masih di dalam kamar. Namun jika sang istri masih belum berubah sikapnya, maka sang suami boleh berpisah dengan meninggalkan kamar menuju ruangan yang lain dalam rumah. Inilah maksud dari kata وَٱضۡرِبُوهُنَّ .

Kalaupun akan dipahami dalam arti memukul, maka hendaknya tidak dengan pukulan keras apalagi sampai terdengar oleh tetangga, karena bahasa Arab memiliki istilah sendiri untuk pukulan keras yaitu shafa’, lakama, wakaza, dan lain-lain.

Rasulullah SAW juga berpesan agar percekcokan yang terjadi dalam rumah tangga tidak tersebar sampai keluar rumah karena hal ini akan memberi kesan bahwa sang suami telah gagal dalam mendidik sang istri.

Demikianlah Al-Quran dengan keindahan uslubnya, keluasan maknanya sehingga siapapun yang mempelajarinya akan menemukan hikmah dibalik ayatnya. Wallahu a’lam.

Editor: Ananul Nahari Hayunah