Manusia sebagai individu dan mahkluk sosial, memiliki beragam karakteristik dengan kodrat atas jiwa dan raga. Hakikat manusia tercipta di bumi adalah sebagai hamba serta khalifah, yang juga membutuhkan bantuan dari manusia lainnya. Pada dasarnya, manusia sebagai individu, memiliki unsur jasmani, rohani, fisik, psikis, raga, serta jiwa, yang berperan dalam menjaga serta mempertahankan harkat mau pun martabatnya. Berupaya untuk memenuhi hak-hak dasar sebagai manusia yang selalu berusaha dan merealisasikan potensi dari dalam dirinya serta memenuhi kepentingan diri dalam rangka mensejahterakan hidupnya.
Sedangkan, alasan mengapa manusia tercipta sebagai mahkluk sosial, lantaran manusia memiliki kebutuhan untuk selalu berinteraksi dengan individu lainnya. Manusia juga memiliki potensi yang dapat berkembang apabila berada di tengah masyarakat. Dalam hubungan proses aktivitas sosial terdapat norma-norma sosial yang berkembang sebagai acuan yang harus dipatuhi dalam kehidupan bermasyarakat. Norma yang tumbuh sebagai aturan dalam bertingkah laku pada kehidupan kelompok masyarakat meliputi norma agama, kesusilaan, kesopanan, serta hukum.
Teori Sosiologi
Sosiologi adalah bidang ilmu yang mengkaji terkait hubungan sosial individu dalam masyarakat. Yakni menganalisa pengaruh hubungan sosial terhadap suatu kemajuan atau perubahan perilaku seseorang dalam kehidupan bersosialisasi. Secara sederhana, sosiologi merupakan ilmu yang memuat gambaran terkait keadaan dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi struktur, lapisan, dan macam-macam gejala sosial yang saling berkaitan.
Sosiologi adalah ilmu yang digunakan untuk menganalisa suatu fenomena yang terjadi dalam berbagai interaksi individu dalam suatu kelompok. Teori sosiologi memiliki titik fokus pada realitas sosial masyarakat, dengan mengemukakan bentuk penyimpangan nilai serta tingkah laku yang tidak sesuai norma mau pun ajaran yang berlaku. Indonesia merupakan negara yang kaya akan keragaman budaya, bahasa, suku, ras, kepercayaan, agama, dan keberagaman lainnya.
Dengan demikian, rasa toleransi begitu penting dalam hubungan antar masyarakat. Keberagaman tersebut kemudian membentuk suatu tatanan kehidupan yang harmonis namun tetap sesuai dengan aturan hukum yang berlaku serta norma budaya karakter masyarakat Indonesia. Hal tersebut perlu dilestarikan, menimbang banyaknya isu-isu terkait penyimpangan norma kehidupan bermasyarakat. Yang kini mulai dianggap sebagai suatu hal yang sudah biasa saja jika dilakukan.
Maraknya penyimpangan norma yang mulai diabaikan oleh komponen masyarakat dengan berbagai pembelaan dari masing-masing pihak terkait, yang dilaksanakan secara bebas dengan dalih menjunjung tinggi hak asasi manusia, tanpa adanya tidakan berupa sanksi hukum maupun sanksi sosial, dapat mengikis karakter bangsa ini secara perlahan. Lantaran melupakan patokan aturan mutlak yang berlaku yakni agama.
Apa Itu Sosiologi Islam?
Dalam ajaran agama Islam, sudut pandang sosiologi adalah cara pandang hidup yang dapat diterapkan pada kehidupan bermasyarakat, sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist. Pengertian Al-Qur’an yakni merupakan firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril, dengan tujuan agar Al-Qur’an dijadikan sebagai petunjuk bagi kehidupan umat manusia. Isi dari Al-Qur’an berupa hukum-hukum yang dapat mengatur umat manusia untuk menjalani hidup sebagai masyarakat yang baik.
Dalam Islam, hukum atau ajaran yang dijadikan pedoman hidup atau yang dikenal dengan istilah syariat merupakan tatanan norma serta etika yang harus dijalankan. Islam mengajarkan agar umat manusia sadar akan hakikatnya sebagai manusia. Sehingga sosiologi dalam Islam tersirat jelas melalui syariat yang mengajarkan agar berbuat baik serta agar selalu mengingat hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama manusia, serta hubungan dengan alam.
Etika Hubungan Sosial Menurut Ajaran Islam
Semua agama selalu mengajarkan macam-macam norma kebaikan. Tata cara berperilaku yang baik serta berbagai gambaran kegatan yang bermanfaat, begitu pula dengan agama Islam. Salah satu contohnya adalah adab atau etika tentang pergaulan. Lantaran pada hakikatnya manusia adalah mahkluk sosial, yang berarti selalu membutuhkan orang lain. Dengan demikian, Islam mengajarkan untuk selalu menjaga tali silaturahmi, berperilaku sopan, jujur, adil, serta sikap baik lainnya. Tata cara dalam berperilaku, menjaga lisan dan berbahasa yang baik juga dijelaskan dalam syariat Islam. Salah satunya adalah dalam ayat dan hadist sebagai berikut ini:
“Allah tidak melarang hamba-Nya untuk berbuat baik serta berlaku adil, kepada orang lain yang tidak memeranginya lantaran agama, serta tidak pula mengusir hamba-Nya dari negeri ini. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (Q.S. Al-Mumtahanah: 8)
Dalam hadist riwayat Bukhari memaparkan terkait tata cara dalam menjaga lisan:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْلِيَصْمُت
Yang memiliki arti: “Barang siapa yang beriman kepada Allah serta hari akhir, maka hendaklah untuk berbicaralah dengan baik atau lebih baik diam”. (HR Bukhari no: 6018)
Dari hadis tersebut dapat diambil makna bahwa lidah memang daging tak bertulang. Yang mana jika sudah terucap kata yang keluar darinya maka ucapan tersebut tidak dapat ditarik kembali. Baik perkataan atau lisan yang baik maupun perkataan buruk. Sehingga dalam hadis tersebut dipaparkan secara jelas dan tegas bahwa mengingatkan seluruh umat muslim agar dapat bertutur kata menggunakan ucapan atau kata-kata yang baik. Serta agar sejauh mungkin untuk meninggalkan tutur kata yang buruk yakni dengan cara lebih baik diam.
Seperti dalam perumpamaan jika berbicara itu perak, maka diam adalah emas. Menjaga lisan dalam kehidupan sosial masyarakat adalah salah satu cara agar tetap menjaga hubungan baik dengan individu lainnya. Lantaran lisan yang buruk dapat memecahkan hubungan baik antar individu. Sehingga penting bagi kita semua untuk menjaga lisan agar tidak ada hati yang tersakiti oleh perkataan buruk yang keluar dari lisan. Baik itu secara sengaja maupun tidak disengaja. Karena tingkat sensitifitas hati dari tiap individu itu berbeda dan tidak ada yang dapat mengukurnya.
Editor: Rubyanto
Leave a Reply