Pada hari Jumat (18/9), Pusat Studi Islam, Perempuan dan Pembangunan (PSIPP) kembali menggelar diskusi dengan mengangkat tema “Peran & Strategi Catur Dharma PTM dalam Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan” melalui aplikasi Zoom dan Youtube. Diskusi ini merupakan serial diskusi ketiga dari rangkaian program “Dari Kita untuk Mereka”.
Turut hadir sebagai narasumber dalam diskusi ini antara lain: Prof. Hilman Latif, Ph.D (Warek IV Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), Yayat Sujatna, SE, M.Si (Warek Warek II ITB Ahmad Dahlan Jakarta), Dr. Marzuki Wahid, M. Ag (Pimpinan Pesantren Ma’had Aly dan Dosen ISIF Cirebon), Abdul Rohim Ghazali (Direktur Maarif Institute) dan terakhir Melly Puspita Sari, S.Psi (Silver Master Trainer NFNLP dan Psikolog Klinis dan Forensik).
Dalam pengantarnya, Ketua Pusat Studi Islam, Perempuan dan Pembangunan (PSIPP), Yulianti Muthmainnah mengatakan bahwa kini kekerasan terhadap perempuan begitu marak terjadi. Karenanya kita butuh sikap tegas dan tidak bisa mendiamkan hal yang demikian.
“Kenapa gak bisa diam aja? Karena risalah kenabian yang dibawa oleh Nabi Muhammmad saw. adalah mengangkat derajat perempuan menjadi setara dan sejajar dengan laki-laki.”, jelasnya.
Sejurus dengan itu, Yulianti juga menambahkan kalau di dalam Muhammadiyah terdapat beberapa fatwa-fatwa progresif mengenai perempuan. Muhammadiyah dengan corak Islam-nya yang berkemajuan selalu menghormati dan menghargai hak-hak perempuan.
“Di Muhammadiyah kita ketahui ada banyak sekali fatwa progresif. Misalnya fatwa tentang kespro (kesehatan produksi). Itu membolehkan perempuan melakukan aborsi ketika dalam kondisi darurat. Kemudian ada fatwa tentang larangan sunat perempuan. Kemudian ada juga fatwa perempuan boleh menjadi imam shalat”, imbuhnya.
Sikap Islam Terhadap Kekerasan Seksual
Menurut Yulianti, setelah yang terjadi hari ini, kita mau bersikap apa? Korban terus berjatuhan, padahal di sana ada banyak sekali ayat al-Quran dan hadis yang memosisikan laki-laki dan perempuan setara dan hanya takwa yang membedakannya. Untuk itu pemikir muda Muhammadiyah tersebut menegaskan:
“Bahwa kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan seksual, sangat dilarang dalam Islam. Terutama di dalam hubungan rumah tangga itu juga dilarang ada pemakasaan suami terhadap istri. Karena semuanya bukan dengan cara yang ma’ruf. Perempuan boleh menolak dan itu tidak termasuk dosa.”
Aminudin sebagai moderator juga menambahkan bahwa kekerasan seksual dan pelecehan terhadap perempuan cukup sering terjadi di kampus. Ada banyak laporan mengenai itu. Namun jarang yang terurus dan ditindaklanjuti oleh pihak kampus. Masih banyak kampus yang belum mau serius dalam menangani kasus pelecehan terhadap perempuan.
Yayat Sujatna sebagai Wakil Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta mencoba menjelaskan bagaimana keadaan dan sistem di kampus dalam hal pencegahan terhadap kasus kekerasan seksual. Ia mengatakan bahwa kampus harus selalu zero toleransi perihal kepada isu-isu kekerasan perempuan.
“Kalau boleh saya mengatakan, hal ini belum menjadi agenda yang serius. Terkait dengan kampus yang inklusif memang ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan. Setidaknya pertama dengan manajemen kemahasiswaan itu sendiri. Bagaimana kita mengidentifikasi kebutuhan mahasiswa.”, jelasnya
Selain itu, Yayat juga mengajurkan agar pendidikan tidak lagi memandang kasus kekerasan seksual sebagai hal yang tabu dan diselesaikan di ruang-ruang privat. Kampus harus memiliki regulasi terkait itu. Agar kasus yang demikian tidak lagi menemukan jalan buntu.
“Penting sekali institusi pendidikan punya upaya dalam mencegah panjang dan langgeng. Bukan hanya sekedar menyikapi, tapi juga harus punya sistem yang bisa mencegah kejadian-kejadian kekerasan.”, tutupnya.
Reporter: M. Bukhari Muslim
Leave a Reply