Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

SEJIWA dan Para Mitra Gelar Peluncuran “Jauhkan Adiksi Gawai, Optimalkan Potensi Anak” (JAGOAN)

Gawai

Sumpah Pemuda adalah salah satu tonggak utama dalam sejarah lahirnya pergerakan Kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai cermin semangat juang para pemuda Indonesia untuk mencapai cita-cita Bangsa Indonesia. Ikrar ini merupakan hasil dari kongres pemuda II yang diselenggarakan di Batavia (Jakarta) pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Dalam kongres ini karya ikrar yang ditulis oleh Moh.Yamin yang dibacakan oleh Soegondo sampai saat ini menjadi sumpah setia para pemuda Indonesia.

Sudahkah para pemuda kita mengisi Sumpah Pemuda ini dengan perbuatan- perbuatan nyata yang bisa lebih menguatkan negara kita? Tentu saja harus kita akui banyak prestasi yang telah diukir anak-anak muda kita saat ini, termasuk kemahiran mereka menggunakan teknologi digital untuk karya-karya yang sangat kreatif dan mengubah kehidupan menjadi lebih baik. Namun, kita juga mengamati kondisi yang menimbulkan kekhawatiran karena teknologi digital yang sangat ‘memukau’ khususnya bagi anak-anak dan para pemuda kita.

Era teknologi digital semakin mendominasi populasi global, terutama pada generasi muda yang tumbuh dan berkembang pada masa teknologi digital yang maju pesat. Kecanggihan teknologi membuat masyarakat modern memiliki kemampuan serta kebutuhan akan internet, yang sehari-hari berperan penting dalam segala aspek kehidupan masa kini. Hal ini memunculkan fenomena digital natives, yaitu terciptanya generasi yang lahir di kecanggihan dunia digital, sehingga nyaman dan fasih dalam pemanfaatan teknologi, khususnya internet.

Penggunaan Gawai di Masa Pandemi

Penggunaan internet pada masa pandemi COVID-19 meningkat di seluruh dunia, ditandai dengan peningkatan bandwidth (penggunaan) internet pada negara-negara seperti Belanda, Brazil, Jerman, Afrika Selatan, Jepang, dan Singapura. Asia terutama menjadi penyumbang pengguna internet terbanyak di dunia per 31 Maret 2021, yaitu 53,4%. Indonesia sendiri pada Januari 2021 menduduki peringkat ke-8 waktu penggunaan internet tertinggi di dunia, yaitu hampir 9 jam/hari. Indonesia juga berada di peringkat ke-9 waktu penggunaan media sosial di dunia.

Selama pandemi, tidak ada regulasi untuk pemasangan iklan gim daring di internet, sehingga memudahkan akses melalui berbagai platform. Internet juga digunakan sebagai mekanisme koping selama masa pandemi karena pembatasan interaksi fisik (isolasi dan lockdown); stres, perubahan mood, mudah marah, dan cemas; kehilangan pekerjaan dan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari; masalah finansial; dan banyaknya waktu luang.

Baca Juga  PP Muhammadiyah: Nasyiatul Aisyiyah Harus Menjadi Organisasi yang Kokoh

Dr Kristiana Siste menyampaikan bahwa “Kecanduan internet menjadi masalah dan menjadi perhatian dunia. Kecanduan internet dimasukkan ke dalam klasifikasi gangguan jiwa menurut ICD-11 yaitu “Gambling Disorder” dan “Gaming Disorder” serta pada DSM-5 sebagai “Internet Gaming Disorder”.

Sebelum pandemi COVID-19, survei yang dilakukan oleh Dr. dr. Kristiana Siste, SpKJ dan tim terhadap 643 remaja di Jakarta mendapatkan bahwa sebanyak 31,4% remaja mengalami kecanduan internet. Sebanyak 67,2% remaja menggunakan internet >20 jam/minggu, 96,9% mengaksesnya melalui gawai pintar pribadi, dan 91,1% mengakses dari rumah. Akibatnya, sebanyak 56,3% remaja memiliki masalah perilaku dan 48,2% memiliki masalah depresi.

Pandemi COVID-19 mempercepat digitalisasi kehidupan generasi milenial, ketika akses komunikasi fisik semakin terbatas maka alternatifnya adalah beralih kepada komunikasi secara daring. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. dr. Kristiana Siste, dr. Enjeline, dan tim Divisi Psikiatri Adiksi Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM di 34 propinsi di Indonesia selama masa pandemi COVID-19 pada bulan Mei-Juli 2020 menunjukkan bahwa angka kecanduan internet adalah 19,3% pada remaja dan 14,4% pada dewasa muda.

Sejumlah 2.933 remaja mengalami peningkatan durasi online dari 7,27 jam menjadi 11,6 jam perhari, meningkat sekitar 59,7%. Sedangkan pada 4.734 dewasa muda mengalami peningkatan durasi online menjadi 10 jam/hari. Pada remaja selama masa pandemi, hal ini mungkin dipengaruhi oleh usia pertama kali menggunakan internet, masalah emosi dan perilaku, perilaku prososial yang buruk, dan gangguan tidur. Durasi penggunaan internet harian >11 jam, jenis gim daring yang dimainkan, gangguan jiwa penyerta, dan adanya anggota keluarga yang menderita COVID-19 memengaruhi kecanduan internet pada dewasa muda selama masa pandemi ini.

Sebanyak 73,1% laki-laki dan 26,9% perempuan di Indonesia mengalami kecanduan gim daring, dengan jenis permainan yang paling banyak dimainkan adalah MOBA (multiplayer online battle arena) sebanyak 46%. Proporsi penggunaan utama media sosial di selama masa pandemi di Indonesia sebanyak 23,2%.

Baca Juga  Sikap Islam Terhadap Kekerasan Pada Perempuan

Dr. dr Kristiana Siste melanjutkan: “Kondisi ini tentu perlu menjadi perhatian semua orang, baik dari pemerintah, tenaga kesehatan, lembaga masyarakat, sekolah, orang tua, serta remaja dan dewasa muda itu sendiri. Hal ini harus diintervensi segera karena kecanduan internet menimbulkan dampak negatif bagi otak, fisik, kesehatan jiwa, dan sosial. Orang dengan kecanduan internet mengalami perubahan di otak yaitu terjadinya penurunan konektivitas fungsional otak antara area parietal lateral dan korteks prefrontal lateral. Hal ini menyebabkan seseorang sulit membuat keputusan, sulit konsentrasi dan fokus, pengendalian diri buruk, prestasi menurun, penurunan kapasitas proses memori, serta kognisi sosial negatif”.

Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting sebagai upaya pencegahan. Dr. dr. Kristiana Siste, dr. Enjeline, serta tim telah membuat aplikasi tidak berbayar yang bernama Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI) dan Skor Adiksi Internet (SKAI) yang selain untuk deteksi dini, juga memuat tips pencegahan kecanduan internet di rumah dan sekolah. Aplikasi INSPIRE juga sedang dikembangkan sebagai upaya untuk mendiseminasi cara pencegahan dan deteksi dini kecanduan internet pada remaja dan dewasa muda. Selanjutnya, Dr Siste menekankan bahwa: “Bila sudah kecanduan sehingga tidak mampu beraktivitas, memiliki masalah kejiwaan penyerta, dan terdapat perilaku menyakiti diri sendiri, maka anak harus segera dibawa ke profesional untuk mendapat tatalaksana lebih lanjut yang komprehensif”.

Dr Siste menyampaikan pesan yang penting untuk kita semua: “Mari kita lakukan edukasi penggunaan internet yang sehat bagi generasi muda sehingga tercipta generasi emas yang sehat secara jiwa dan fisik… karena tidak ada kesehatan tanpa kesehatan jiwa”.

Bonifasius Wahyu Pudjianto selaku Direktur Pemberdayaan Informatika Kementerian Kominfo juga mengajak para orang tua dan tenaga pendidik untuk ikut turut serta dalam proses transformasi digital, agar mampu mendampingi dan mengarahkan anak-anak supaya bisa menjalankan kehidupan yang seimbang, yang akan bisa membuat mereka bertumbuh kembang dengan optimal. Kementerian Kominfo bersama mitra jejaring Siberkreasi secara masif juga melakukan literasi digital kepada seluruh lapisan masyarakat termasuk didalamnya orang tua, tenaga pendidik, dan pelajar untuk dapat menjadi warganet yang semakin cakap digital.

Baca Juga  Peringati Dua Dekade, Maarif Institute Komitmen Kawal Pemikiran Buya Syafii

Program “Jauhkan Adiksi Gawai, Optimalkan Potensi Anak” (JAGOAN) akan  dilakukan di bulan Oktober 2021, bersama 45 mitra lembaga yang ada di beberapa wilayah di Indonesia, dikemas dalam 5 events, setiap hari Sabtu jam 8.30 hingga jam 11.30. Event pertama: DKI dan Jabar, Event kedua: Maluku/Ambon, Event ketiga: Riau & Bandar Lampung, Event keempat: Banten, Cirebon, Surabaya, dan Event kelima: Palangkaraya/Kalteng. Seluruh masyarakat Indonesia bisa mengikuti kelima events tersebut, walau penyelenggaraan akan berbeda-beda lokasinya, berdasarkan lokasi mitra-mitra kami yang bersama-sama menyelenggarakan acara pada kelima events. Keseluruhan events yang berlangsung diharapkan untuk dapat menggugah semua pihak agar berupaya mencegah candu gawai ini pada anak-anak. Para psikiater, ahli neurosains, psikolog, ahli-ahli pendidikan, bergabung untuk bersama menggaungkan pesan yang sama “Jauhkan Adiksi Gawai, Optimalkan Potensi Anak” (JAGOAN).

Diena Haryana, Pendiri SEJIWA menyampaikan bahwa: “Peluncuran program JAGOAN di kelima wilayah di bulan Oktober ini akan berlanjut dengan kegiatan-kegiatan lain yang diperlukan di kemudian hari. Para mitra akan terus diajak bergerak bersama agar upaya-upaya yang dibutuhkan, misalnya melakukan TOT terkait pencegahan adiksi gawai, melakukan penelitian, maupun melakukan publikasi terkait isu ini bisa dijalankan dengan lebih mengalir dan berdampak”.

Selanjutnya, Diena menambahkan: “Kita punya janji untuk menjaga Indonesia. Tugas kita adalah meyakinkan bahwa para penerus kita adalah sosok-sosok yang unggul dan tangguh menjadi bangsa besar menuju Indonesia maju. Kita punya tanggung jawab besar untuk mengatasi adiksi gawai ini bersama-sama. Ini masalah yang sangat serius, tidak bisa disepelekan dan ditunda. Ini karena dunia digital memiliki daya pikat yang luar biasa untuk anak-anak kita sehingga berpotensi terjerat disana bila kita tidak mendampingi dan mengarahkan mereka. Juga, kondisi anak dengan adiksi gawai ini tidak segera terlihat sehingga bisa segera diatasi. Kita baru sadar untuk mencari bantuan, bila kondisi anak sudah cukup mengkhawatirkan. Mari lakukan yang terbaik untuk anak-anak kita yang tercinta, dampingi dan arahkan mereka, dengan cinta dan kasih sayang. Selamat menyongsong Hari Sumpah Pemuda, dengan semangat baru untuk menyelamatkan para penerus bangsa”.

Penyunting: M. Bukhari Muslim