Seperti yang kita ketahui, Al-Quran merupakan kitab suci umat Islam yang diturunkan secara mutawatir melalui perantara Nabi Muhammad SAW. Al-Quran turun secara mutawatir selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari atau 23 tahun yakni 13 tahun Nabi Muhammad SAW berada di Mekah dan 10 tahun Nabi Muhammad SAW berada di Madinah. Al-Quran memiliki 114 surat yang terbagi lagi menjadi ayat-ayat. Kemudia untuk memudahkan pembacaan dan penghafalan, al-Quran dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain juz dan hizb.
Al-Quran terbagi menjadi 2 kategori yaitu ayat Makkiyah dan ayat Madaniyyah. Ayat yang diturunkan di Mekah atau sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, dinamakan dengan ayat Makiyyah. Sementara ayat yang diturunkan di Madinah disebut dengan ayat Madaniyyah. Pada umumnya, ayat Makiyyah berisi membahas budi pekerti, sedangkan ayat Madaniyyah berhubungan dengan peraturan atau hukum-hukum.
Kronologi Turunnya Al-Qur’an
Wahyu yang pertama turun kepada Rasulullah SAW ialah surat Al-Alaq ayat 1-5. Rasulullah menerima wahyu tersebut saat berada di gua hira melalui perantara dari mlaikat Jibril. Pada masa Nabi Muhammad SAW, al-Quran tidak dibagi menjadi juz dan hizb seperti sekarang ini. Al-Quran ditulis dalam bentuk gulungan atau lembaran-lembaran dan disimpan dalam wadah yang disebut mushaf. Mushaf ini berisi semua ayat-ayat al-Quran tanpa ada pembagian juz atau hizb.
Pembagian juz dan hizb pada al-Quran tidak langsung ditetapkan pada masa awal keberadaan al-Quran. Pembagian ini berkembang seiring waktu dan melalui sejumlah tahapan dalam sejarah Islam.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad, al-Qur’an kemudian dibukukan pada masa kekhalifahan Umar Bin Khattab dikarenakan kekhawatiran atas berkurangnya para Hafidz al-Qur’an karena banyak dibunuh oleh kaum-kaum kafir. Kemudian muncullah pertimbangan agar al-Qur’an tidak punah dan dapat terus dilestarikan, pembukuan tersebut pun dilakukan hingga hasil final dari mushaf Al Qur’an adalah seperti yang kita ketahui di masa kini.
Pembagian Juz Al-Qur’an
Namun, pada awal pembukuan al-Qur’an para sahabat tidak membagi setiap juz sebagai satu bagian yang terpisah (yang mana dimasa kini seperti yang kita ketahui bahwa Al Qur’an terbagi menjadi 30 Juz). Melainkan pada masa itu para sahabat membagi setiap isi Al Qur’an dalam 7 bagian. Bagian-bagian tersebut, jika diuraikan secara rinci maka akan menjadi seperti berikut:
- Pertama : 3 surah (Al-Baqarah, Ali ‘Imran, An-Nisaa’)
- Kedua : 5 surah (Al-Ma’idah sampai dengan At-Taubah)
- Ketiga : 7 surah (Yunus sampai dengan An-Nahl)
- Keempat: 9 surah (Al-Israa’ sampai dengan Al-Furqan)
- Kelima : 11 surah (Asy-Syu’araa’ sampai dengan Yasin)
- Keenam : 13 surah (Ash-Shaffat sampai dengan Al-Hujurat)
- Ketujuh : Bagian ini biasa disebut Al-Mufashshal yang artinya adalah secara terperinci. Maksudnya surat-surat yang ayatnya pendek-pendek yang dimulai dari surah Qaaf sampai dengan An-Nas.
Pembagian diatas terjadi dikarenakan kebiasaan para Sahabat yang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu satu pekan atau satu minggu. Jadi setiap bagian dibaca selama satu hari, kemudian dilanjutkan bagian selanjutnya pada hari berikutnya.
Pembagian berdasarkan Juz baru diperkenalkan pada tahun 110 H dan orang pertama yang mempelopori terjadinya hal tersebut adalah Al-Hajaj Bin Yusuf Al-Tsaqafi. Hal ini didasari atas kemampuan masyarakat awam yang merasa kesulitan untuk mengkhatamkan al-Qur’an dalam satu minggu seperti yang dilakukan pada masa para sahabat Rasulullah.
Pembagian juz tersebut dapat mempermudah pembaca Al Qur’an yang ingin khatam dalam kurun waktu satu bulan serta lebih membantu untuk mengukur kapan saatnya membaca al-Qur’an agar khatam 30 juz.
Pembagian Hizb
Setelah pembagian juz kemudian ditemukan pembagian yang lain yaitu pembagian berdasarkan Hizb. Maksud dari pembagian hizb ialah pembagian pada tiap juz menjadi Hizb. Setiap hizb memiliki jumlah setengah juz yang kemudian dibagi kembali hingga menjadi seperempat. Pembagian hizb menjadi seperempat ini bertujuan agar dapat dibaca sesuai waktu shalat fardhu dan mempermudah seorang hafizh untuk khatam dalam waktu 30 hari.
Akan tetapi, pembagian berdasarkan Hizb masih banyak menimbulkan perdebatan di kalangan para ulama hingga saat ini. Pembagian hizb harus memperhatikan kesempurnaan kalimat agar lebih mudah dalam menentukan awal dari surat yang terakhir dibaca dan menjaga kesempurnaan makna dari setiap ayatnya.
Beberapa perbedaan hizb al-Qur’an di Zaman Sahabat dan Masa Kini ialah sebagai berikut:
- Hizb pada zaman sahabat berpatokan pada akhir surat-surat, sedangkan hizb yang tersebar saat ini tidak pasti berakhir tepat diakhir surat.
- Lalu, hizb pada zaman sahabat berpatokan dengan akhir surat maka secara tidak langsung juga berakhir sesuai waqaf yang shahih, sedangkan hizb al-Qur’an saat ini tidak berpatokan kepada ilmu waqaf dan ibtida’ sehingga terkadang hizb berakhir di pertengahan surat atau berakhir pada waqof yang jelek.
- Hizb pada zaman sahabat dibagi dengan menimbang jumlah surat serta menjaganya agar tetap sempurna, sedangkan hizb zaman ini berpatokan dengan jumlah huruf dan kalimat dalam Al-Quran disetiap hizbnya, sehingga setiap hizb dengan hizb lainnya berisikan jumlah huruf atau kalimat yang sama.
Kesimpulan
Perlu kita ketahui, bahwa pembagian juz dan hizb al-Qur’an bukanlah untuk mengubah atau mencampuri isi al-Qur’an. Pembagian juz dan hizb pada al-Quran bertujuan untuk memudahkan penghafalan dan pembacaan al-Quran. Juz dan hizb juga digunakan sebagai acuan dalam penulisan dan pengajaran al-Quran di berbagai lembaga pendidikan Islam. Pembagian ini menjadi satu bagian penting dalam sejarah perkembangan al-Quran dan menjadi ciri khas dari penulisan dan pengajaran al-Quran di seluruh dunia. Semoga bacaan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.