Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Rukun Beragama dalam Al-Qur’an (2): Persaudaraan Mukmin

Nabi
Sumber: www.istockphoto.com

Sebagai lanjutan dari artikel sebelumnya, tulisan ini kemudian menekankan beberapa asas penting tentang beragama. Yaitu, memperhatikan pergaulan antar umat yang terhormat, sehat, dan santun. Allah swt berpesan agar Mukmin menghindari prasangka, saling memata-matai, dan menggunjing.

Menghindari Prasangka

Wahai orang-orang beriman. Jauhilah prasangka sebanyak mungkin, karena sebagian prasangka adalah dosa, dan janganlah saling memata-matai, jangan saling menggunjing. Adakah di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tidak, kamu akan merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah. Allah selalu menerima dan Maha Pengasih. (Al-Hujurat/49:12).

Kebanyakan prasangka tanpa dasar hendaknya dihindari. Memata-matai atau menyelidiki persoalan orang lain adalah suatu perbuatan sia-sia. Selain itu, Mukmin juga diminta untuk tidak melukai perasaan orang lain yang hadir bersama, apalagi mengatakan sesuatu di belakangnya. Allah swt menyerupakan tindakan menggunjing dengan memakan bangkai manusia.

 Orang-orang beriman niscaya bersatu-padu, berpegang teguh pada tali Allah, dan tidak berpecah belah. Allah swtberfirman,

Berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali Allah yang diulurkan kepadamu dan janganlah terpecah-belah. Ingatlah nikmat Allah yang diberikan-Nya kepadamu tatkala kamu sedang saling bermusuhan. Lalu Ia memadukan hatimu dengan rasa kasih, sehingga dengan karunia-Nya kamu jadi bersaudara. Ketika itu kamu berada di tepi jurang api, lalu Ia menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu mendapat petunjuk. (Ali Imran/3:103).

Belajar dari Kisah di Madinah

Konteks ayat tersebut bahwa Madinah dahulu pernah diporakporandakan oleh perang saudara dan kesukuan. Selain itu, ada pertentangan yang hebat sebelum Rasulullah saw menapakkan kakinya ke permukaan tanah ini. Setelah itu, ia menjadi Kota Nabi. Yaitu tempat tali persaudaraan yang tak ada bandingannya dan menjadi poros Islam.   

Baca Juga  Muhammad Abduh: Genealogi Pemikiran Tafsir Muhammadiyah

Terwujudnya persaudaraan Muslim merupakan idaman umat Islam yang terbesar. Atas dasar itulah Rasulullah saw menyampaikan khutbah berikut ketika menunaikan ibadah haji wada’, haji perpisahan.

Ayyuhannas, camkanlah perkataanku baik-baik. Sebab, aku tidak tahu, mungkin aku tidak lagi akan bertemu dengan kalian sesudah tahun ini, di tempat ini, untuk selama-lamanya….”

Ayyuhannas, sesungguhnya darah dan hartamu adalah haram bagimu, hingga kamu sekalian menemui Tuhanmu, sebagaimana diharamkannya hari dan bulanmu ini. Sesudah itu, kamu sekalian akan menemui Tuhanmu dan ditanya tentang amal-amalmu. Sungguh, aku telah sampaikan hal ini. Maka, siapa yang masih mempunyai amanat, hendaknya segera disampaikan kepada orang yang berhak menerimanya….” 

“Perhatikan dan ketahuilah, bahwa seorang Muslim itu saudara bagi umat Muslim lainnya, dan sesungguhnya kaum Muslimin itu bersaudara. Oleh karena itu, tidak dihalalkan bagi seseorang Muslim untuk merampas hak saudaranya sesama Muslim, kecuali apa yang diberikan kepadanya secara rela. Karena itu, janganlah kamu menganiaya dirimu sendiri.” 

Menghargai Kebinekaan Agama

Allah swt menyebutkan keberadaan beberapa agama. Kebinekaan agama meniscayakan sikap mengakui dan menghormati agama-agama selain agamanya.

Mereka yang beriman kepada Al-Quran, dan mereka yang menganut agama Yahudi, kaum Shabiin dan Nasrani, – yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan berbuat baik, – mereka tak perlu khawatir, tak perlu sedih. (Al-Maidah/5:69).

Mereka yang beriman kepada Al-Quran, orang-orang Yahudi, Shabiin, Nasrani, Majusi, dan kaum musyrik, – Allah akan memberi keputusan tentang mereka pada hari kiamat.  Allah menjadi Saksi atas mereka. (Al-Hajj/22:17).  

Umat Muslim niscaya menghargai pemeluk agama-agama bukan Islam. Mengakui keberagamaan orang lain bukan menyamakan dan membenarkan semua agama. Sehingga, kerukunan dan persaudaraan antarumat beragama memperoleh landasannya pada firman Allah swt berikut.

Baca Juga  Bagaimana Menjadi Mukmin Yang Sebenar-benar Taqwa?

Allah tidak melarang kamu dari mereka yang tidak memerangi kamu. Karena agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu, untuk bersikap baik dan adil terhadap mereka. Allah mencintai orang-orang yang adil. (Al-Mumtahanah/60:8).

Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Qatilah, istri Abu Bakr yang telah bercerai pada masa jahiliyah, datang kepada Asma` binti Abu Bakr. Asma` pun bertanya kepada Rasulullah saw, “Bolehkah saya berbuat baik kepadanya?” Rasulullah saw menjawab, “Ya, boleh.” Ayat tersebut turun berkenaan dengan peristiwa itu. 

Dalam konteks tertentu Allah swt tidak mengizinkan orang-orang beriman menyandarkan bantuan dan pertolongan kepada orang-orang tidak beriman. Allah swt berfirman,

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pelindung; mereka saling melindungi sesama mereka. Siapa di antara kamu yang mengikuti mereka, ia termasuk mereka. Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang zalim. (Al-Maidah/5:51).

Kerjasama dengan Umat Lainnya

Ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh munafik Madinah, dan Ubadah bin ash-Shamit, tokoh Islam dari Bani Auf bin Khazraj yang terikat perjanjian untuk saling membela dengan Yahudi Bani Qainuqa`. Ketika Bani Qainuqa` memerangi Rasulullah saw, Abdullah bin Ubay tidak melibatkan diri. Sementara Ubadah bin ash-Shamit berangkat menghadap Nabi saw untuk membersihkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya dari ikatannya dengan Bani Qainuqa` serta menggabungkan diri bersama Rasulullah saw dan menyatakan hanya taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka, turunlah ayat tersebut yang mengingatkan orang beriman untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan tidak mengangkat kaum Yahudi dan Nasrani menjadi pelindung mereka.  

Dalam konteks akidah dan ibadah, tidak ada kerjasama dan kompromi antara orang mukmin dengan orang-orang yang tidak beriman. Allah swt berfirman,

Baca Juga  Rukun Beragama dalam Al-Qur'an (1): Kerukunan Antar umat

Katakanlah: Wahai orang-orang tak beriman, aku tidak menyembah apa yang kamu sembah; dan kamu pun tak akan menyembah apa yang kusembah. Aku tak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tak akan menyembah apa yang kusembah. Agamamu untukmu dan agamaku untukku. (Al-Kafirun/109:1-6).

Antara persaudaraan iman dan persaudaraan kebangsaan bukan persoalan alternatif ini atau itu, tapi sekaligus all at once. Dari satu arah seorang Mukmin menjadi nasionalis dengan paham kebangsaan yang diletakkan dalam kerangka kemanusiaan universal. Dengan demikian, ketika seorang Mukmin melaksanakan ajaran agamanya, pada waktu yang sama ia juga mendukung nilai-nilai baik bangsanya.[]

Penyunting: Ahmed Zaranggi Ar Ridho