Manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah, sejatinya dilahirkan ke dunia pada awalnya dalam keadaan tidak mengetahui apapun (Q.S an-Nahl: 78). Dalam keadaan tidak tentu arah tersebut, manusia sebagai subjek di dunia ini diberi oleh Allah potensi supaya manusia dapat memperjelas eksistensinya. Maka agar menjadi ada eksistensinya di dunia, manusia perlu terlibat dalam aktifitas sehari-harinya agar keberadaannya bisa diakui.
Namun, untuk memperjelas eksistensinya dengan melaksanakan berbagai amal kegiatan, manusia sebagai makhluk juga memerlukan orientasi dari mana dan mau kemana sebagai landasan kenapa dia melakukan aktifitasnya. Oleh karena itu manusia dalam menjalani kehidupannya perlu tuntunan yang menuntun langkah kita agar eksistensi kita terus ada di dunia. Siapa yang akan menuntun kita manusia itu ? Dia lah orang yang mengetahui seluk beluk dunia ini yang akan mengantarkan manusia tujuan ke arah mana dia akan bergerak, yakni Rasulullah SAW. Diutusnya Rasulullah merupakan rahmat atau kasih sayang Allah kepada manusia.
Tujuan Hidup Manusia
Ketika kita telah menjadikan Rasulullah sebagai penunjuk arah kita kemana arah tujuan kita hidup, kita akhirnya akan tau alasan kenapa kita berbuat. Karena pada dasarnya setiap yang dilakukan manusia pastilah ada tujuan-tujuanya eksis dan hidup sehari-hari di dunia.
Mengutip dalam Tafsir At-Tanwir, setidaknya ada 3 tujuan hidup manusia: Pertama, tujuan eskatologis. Yaitu tujuan manusia hidup di dunia dan melakukan segala aktifitasnya, pada akhirnya untuk menuju hari akhirat. Kedua, tujuan spritual. Yaitu tujuan untuk mencari kedekatan/keridaan dan mematutkan diri kepada Allah SWT. Dan tujuan yang terakhir sebagai konsekuensi tujuan eskatologis dan tujuan spritual yaitu tujuan etis. Yakni melakukan tindakan-tindakan positif atau berperilaku ihsan sebagai konsekuensi karena menjadi manusia yang mematutkan dirinya pada Allah. Maka dari sinilah konsep akhlaq itu muncul.
Tugas Rasulullah : Menyempurnakan Akhlaq
Rasulullah diutus untuk menuntun kita dalam menuju 3 tujuan hidup manusia di dunia. Dalam hadist disebutkan bahwa Rasulullah ditugaskan “liutammima makarimal akhlaq” yaitu menyempurnakan kebaikan, kemuliaan akhlaq manusia. Karena itu pentingnya Rasulullah sebagai patron atau poros dalam laku pribadi kita untuk menjadi makhluk yang eksistensinya diakui oleh Allah, tidak lain refrensinya adalah Rasulullah SAW.
Fungsi kenabian disebutkan al-Qur’an yaitu sebagai basyiran (memberi kabar gembira) dan nadziran (memberi peringatan). Dari fungsi sebagai basyiran dan nadziran tersebut, merupakan pokok dalam ajaran agama Islam baik itu secara institusional (kelembagaan) ataupun secara transaksional (tuntutan dan imbalan). Hubungan antara tugas Nabi menyempurnakan akhlaq dan dua fungsi kenabiannya, maka disinilah letak transformasi nilai-nilai spritualitas ajaran Islam yang hanya berisi tuntutan-tuntutan kemudian diaktualisasikan dalam bentuk berbuat ihsan.
Hubungan Spritualitas dan Moralitas
Spitualitas (ihsan) yang terinternalisasi dan terpatri kuat dalam manusia, akan membentuk moralitas (akhlaqul karimah). Timbal sebaliknya akhlaq yang dibaluti dengan nilai-nilai spritualitas (ihsan), akan membentuk spritualitas yang kuat pula.
Maka jika kita bisa telisik konsep filosofis akhlaq ini lebih dalam, pada dasarnya hubungan bentuk pertanggungjawaban kita manusia (makhluq) atas perbuatannya kepada Allah (khaliq). Maka bentuk pertanggungjawaban ini adalah tujuan etis manusia berperilaku dan bertindak di hadapan Allah SWT.
“Kalau kita melihat wazan khaliq itu berasal dari kata khalaqa, begitupula pada kata makhluq dan akhlaq, maka sesungguhnya ada keterkaitan di antaranya. Bahwa perilaku manusia itu hakikatnya adalah cara kita untuk menjaga eksistensi kita supaya tetap ada, imbuh Ustadi”
Begitulah salah satu point penting yang disampaikan Dr.Ustadi Hamsah, M.Ag dalam pengajian tarjih edisi ke-113, dengan tema pokok-pokok materi Munas Tarjih ke-31 tentang risalah akhlaq Islam filosofis yang diadakan secara daring via zoom (13/1/2020).
“Risalah akhlaq yang diambil kemudian dikembangkan yaitu filosofis, sehingga perspektifnya filsafat (pemikiran, ide, gagasan dan eklektik). Ada sekian bab yang dibahas, semuanya merupakan rajutan cara pandang filosofis perilaku manusia, baik perilaku manusia kepada Allah, baik perilaku manusia sesama manusia dan perilaku manusia kepada makhluk lainnya”, imbuhnya.
Reporter: An-Najmi Fikri R
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.