Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Relasi Tuhan dan Manusia dalam Al-Qur’an Menurut Toshihiko Izutsu

Izutsu
Gambar: https://satujam.com/

Toshihiko Izutsu adalah salah seorang akademisi asal Jepang yang mendalami kajian literatur Persia dan Arab. Ia ikut memberikan sumbangsih dalam mengembangkan semantik Al-Qur’an. Izutsu dalam bukunya yang berjudul God and Man in The Qur’an, menyatakan bahwa Tuhan dan manusia memiliki hubungan oposisi yang paling utama. Allah, di satu sisi, menempati titik sentral dalam dunia Al-Qur’an. Dia sebagai satu-satunya Pencipta dan seluruh ciptaan-Nya, baik jin maupun manusia, yang ghaib maupun yang nyata, hanyalah subjek inferior di hadapan Allah.

Kata “Allah” dalam Al-Qur’an memiliki fokus yang sangat tinggi. Ia menempati puncak kedudukan di seluruh lapangan semantik dan sistem semantik yang ada dalam Al-Qur’an. Manusia, di sisi yang lain, menempati posisi yang bisa dikatakan berkebalikan dari Tuhan-Nya, tetapi masih begitu penting dalam sistem semantik Al-Qur’an. Hal ini karena dalam pandangan semantik hampir semua, atau bahkan keseluruhan masalah dalam Al-Qur’an berkaitan dengan manusia.

Allah adalah Tuhan yang memiliki hak untuk disembah sedangkan manusia melakukan banyak pembangkangan. Masuk akal jika kemudian Al-Qur’an “turun” untuk menuntun manusia kembali ke jalan yang lurus sebagaimana dijelaskan sendiri oleh Al-Qur’an. Hubungan Tuhan dan manusia ini begitu dinamis dalam membentuk kerangka dari weltanschauung atau pandangan dunia Al-Qur’an.

***

Izutsu mengilustrasikan konsep weltanschauung ini dengan sebuah lingkaran dengan dua kutub yang berlawanan. Kutub di atas ditempati “Allah” sebagai Tuhan yang menciptakan alam semesta yang patut disembah. Kutub bawah ditempati “al-insan” sebagai manusia yang menjadi hamba Allah. Lingkaran menjadi simbol “panggung kehidupan dunia” yang menjadi tempat terjadinya seluruh drama manusia. Tuhan dan manusia berbagi dunia tersebut sehingga terjadi apa yang disebut Izutsu sebagai ketegangan spiritual.

Baca Juga  Pemikiran Semantik Toshihiko Izutsu dalam Kajian Al-Quran (2)

Orang-orang jahiliyah tidak memiliki weltanschauung seperti ini. Mereka menganggap manusia adalah sentral dari dunianya dan segala dinamika dunia tersebut. Mereka menyadari adanya keberadaan yang lebih superior dari mereka mulai dari jin hingga Allah, tetapi kesadaran ini tidak terlalu kuat sehingga dapat membuat mereka mau membagi dunianya menjadi dua, separuh untuk Tuhan dan separuh untuk manusia.

Tidak ada ketegangan spiritual dalam pandangan dunia seperti ini. Orang-orang jahiliyah menganut politeisme, meskipun mereka berdalih bahwa tuhan-tuhan yang mereka beri nama sendiri hanyalah perantara mereka kepada Allah. Allah mereka anggap sebagai Tuhan yang paling tinggi derajat-Nya di antara tuhan-tuhan yang lain.

Tentu pandangan dunia jahiliyah berbeda dengan milik orang Islam. Tuhan dan manusia membentuk relasi yang kompleks dan saling berhubungan sehingga timbul empat jenis relasi utama antara keduanya:

  • Relasi ontologis

Hubungan ini adalah hubungan antara Tuhan sebagai Pencipta alam semesta dan manusia sebagai ciptaan dan perwakilan dari dunia yang diciptakan-Nya. Manusia berhutang pada Tuhan karena Dia yang menciptakannya sehingga manusia wajib menyembah Tuhan

  • Relasi komunikatif

Relasi ini tentu dimulai dengan Tuhan mengawali interaksi dengan manusia sehingga tercipta komunikasi yang bersifat timbal balik. Komunikasi ini ada yang berbentuk verbal dan non-verbal. Komunikasi verbal terdiri dari Tuhan menurunkan wahyu berupa Al-Qur’an pada manusia, sedangkan manusia berdoa secara verbal kepada-Nya. Selain itu komunikasi non-verbal berupa Tuhan menunjukkan tanda-tanda kekuasaan-Nya, sedangkan manusia melakukan ritual-ritual keagamaan.

***
  • Relasi hamba dan Tuhannya

Hubungan ini mencakup Tuhan dengan segala keagungan-Nya, kekuasaan-Nya, dan kekuatan-Nya sebagai seorang Tuan, serta manusia dengan segala kerendahan hatinya, kesederhanaannya, dan kepatuhannya sebagai seorang hamba. Konsep seperti ini bertentangan dengan kebiasaan jahiliyah yang menyiratkan keangkuhan, kesombongan, rasa puas diri dan sifat-sifat lain yag serupa

  • Relasi etis
Baca Juga  Kontroversi Penggunaan Hermeneutika Dalam Tafsir Al-Qur'an

Relasi ini dapat ditemukan pada diri Tuhan maupun manusia. Ia didasarkan pada perbedaan yang berlawanan dalam sifat. Tuhan memiliki sifat Mahabaik, Mahapengampun, dan Mahapenyayang, tetapi di sisi lain juga memiliki sifat Mahaperkasa, Mahaadil, serta Dia yang paling keras siksa-Nya. Manusia juga memiliki perbedaan sifat yang kontras ini ketika berhubungan dengan Tuhan. Manusia di satu sisi memiliki sifat syukur untuk kebaikan Tuhan, tetapi di sisi lain ada sifat taqwa, yaitu takut dengan kebesaran Tuhan.

Penyunting: Bukhari