Ramadhan Sudah Mau Pergi
Kurang lebih beberapa hari lagi Ramadhan tahun ini akan segera berakhir. Puasa Ramadhan tahun inipun juga tidak jauh berbeda dengan tahun kemarin. Ketika Covid-19 mulai membuat keluarganya di negara kita yang tercinta. Tahun ini pun ibadah puasa masih ditemani oleh seperangkat keluarga Corona-19 beserta cabang keluarganya yang dikenal dengan istilah “varian baru”.
Covid-19 memang telah meruntuhkan segala sendi kehidupan dan mengikat aktivitas ratusan juta muslim di berbagai dunia. Berbagai kegiatan ibadah ritual yang dalam kondisi normal dilaksanakan dengan penuh suka cita di mesjid, kini harus dibatasi. Bahkan ada beberapa daerah yang menutup semua mesjidnya. Itu semua tentunya demi keselamatan kita bersama untuk memutus rantau wabah virus yang meresahkan itu.
Namun, berangkat dari fakta tersebut, justru kali ini ramadhan dijadikan sebagai momen yang tepat dalam melakukan pemaknaan yang lebih mendalam. Puasa yang biasanya dilakukan untuk mempererat rasa kekeluargaan di kalangan umat Islam dengan melakukan peribadatan di mesjid, baik itu dengan shalat fardhu, tarawih, i’tikaf di 10 malam terakhir Ramadhan, acara buka bersama, lomba-lomba dan lain sebagainya.
Namun, berbeda pada tahun di masa pandemi Covid-19. Semua kegiatan sangat dibatasi, mesjid-mesjid diberbagai daerah ada yang hanya diperbolehkan menampung 50% jama’ah dan ada juga yang bahkan ditutup. Kemudian kegiatan-kegiatan yang turut mewarnai bulan Ramadhan juga dihentikan untuk sementara.
Ramadhan dan Pandemi Mengajarkan Menjadi Insan Mulia
Di sini bulan Ramadhan mengajarkan kita sebagai insan dengan akhlak mulia, di mana kita diminta untuk menahan diri agar tidak keluar dari rumah kecuali untuk urusan yang penting.Menjalankan ibadah puasa ramadhan di rumah dengan niat untuk mengurangi korban Covid-19 merupakan suatu rasa kemanusiaan yang sangat mulia.
Karena menolak kemudharatan itu lebih utama daripada mengejar suatu pahala (Umar, 2020). Namun, sayang seribu sayang, berbagai bentuk imbauan yang diserukan malah menimbulkan salah kaprah di mata segelintir para kiai maupun pemuka agama. Bahkan ada yang mengatakan bahwa himbauan tersebut dapat dianggap mengahalang-halangi orang untuk beribadah.
Miris ketika mendengar berita bahwa ada orang yang tidak diperbolehkan shalat di mesjid hanya perkara karena memakai masker. Orang yang memakai masker dalam keadaan shalat, dianggapnya ibadahnya tidaklah sah. Padahal MUI beserta jajarannya menghimbau masyarakat untuk tetap mematuhi protokol kesehatan, sekalipun dalam melakukan ibadah. Karena memang memakai masker ketika shalat tetap sah dan tidak mengurangi pahala ibadah shalat.
Hikmah Ramadhan di Masa Pandemi
Ramadhan di masa pandemi ini sungguh membawa hikmah untuk kita semua. Ketika puasa yang biasanya kita selalu berfoya-foya dengan segala kemewahan menjelang hari raya Idul Fitri, di mana pusat perbelanjaan sangat ramai dipadati oleh para konsumen yang hendak membeli baju baru. Sangat bangga berbuka puasa bersama dengan kolega di restoran paling mahal, meskipun shalat magribnya tinggal. Hingga hebohnya pemesanan tiket pesawat, ketera api untuk mudik pulang ke kampung halaman.
Namun, pada tahun sekarang sangat berkebalikan dengan puasa dimasa biasanya. Bulan ramadhan dikala itu tidak mencerminkan substansi puasa untuk menahan diri dan berempati kepada orang yang sedang dilanda kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya. Puasa yang biasanya dirayakan dengan cara gaya hidup yang begitu hedonis.
Namun pada ramadhan masa pandemi semuanya mulai berkurang seketika. Lebih banyak waktu untuk berkumpul dengan keluarga, membatasi berbagai kegiatan untuk menjaga diri sendiri dan juga orang lain juga merupakan suatu amalan yang mulia. Orang yang biasanya hidup hedon dengan beli makanan sana sini, diganti dengan menyiapkan semuanya dari rumah. Kemudian yang tidak kalah pentingnya, Ramadhan kali ini sangat mengajarkan kita untuk menerapkan pola hidup yang sehat, mulai dari cuci tangan, memakai masker dan lain sebagainya.
Meskipun Ramadhan sebentar lagi mau pergi, namun hikmah Ramadhan pada masa pandemi kali ini menjadi suatu pembuktian bagi setiap muslim agar selalu mengedepankan sisi kemanusiaan dan kepekaan kita untuk saling peduli antar sesama dengan saling melindungi. Ini hemat penulis, merupakan suatu hakikat iman yang sesungguhnya. Seperti tidak melakukan jabat tangan itu bukanlah untuk memutuskan tali silaturahmi, melainkan untuk memutuskan penyebaran pandemi agar kita sama-sama terlindungi baik sekarang hingga nanti.
Penyunting: M. Bukhari Muslim
Leave a Reply