Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Qailulah: Waktu Tidur Nabi yang Mesti Diteladani

Tidur
Sumber: https://trenggalekpedia.pikiran-rakyat.com/

Segala bentuk aktivitas manusia mulai dari pagi hingga petang dengan sederet kesibukanya. Berangkat dari petani hingga politisi, agaknya sudah barang tentu membutuhkan waktu khusus untuk mengumpulkan energI baru. Sebut saja waktu tidur, dalam agama Islam aktivitas ibadah ataupun sunnah-sunnah yang berlaku ditengah masyarakat bukan hanya yang berbau kegiatan keagamaan, seperti sholat, puasa, zakat, maupun haji itu sendiri. Sejatinya Islam tidak dikatakan agama yang sempurna, jikalau melupakan aspek kebutuhan energy tubuh, yang bisa didapat melalui istirahat.

Islam sebagai agama maupun rahmat bagi alam semesta melalui Nabinya, yaitu Nabi Muhammad SAW, sudah barang tentu menyajikan wejangan dalam bentuk jasmani maupun rohani, dan dalam era kekinian Sunnah-sunnah tersebut seakan terlupakan, bahkan cenderung tabu dikalangan masyarakat, namun tidak dikalangan Pondok Pesantren yang tumbuh semenjak era penjajahan dahulu, sebut saja Ustadz Endang Yusro, selaku ustadz di salah satu pondok pesantren yang berlokasi di Kota Serang Provinsi Banten, yaitu pondok pesantren Bait Tauhied.

Yang mana rutinitas jam pelajaran dipondok tersebut diistirahatkan sementara, yaitu selama kurang dari satu jam sebelum datang waktu dzuhur. Hal semacam itu dikenal dalam Islam dengan ‘’Qailulah’’. Nah, dalam untaian jahitan tulisan ini, penulis ingin membahas apa itu ‘’Qailulah’’, dan adakah waktu tidur yang tak dianjurkan dalam Islam, yaitu dari sudut pandang ulama tafsir Badiuzzaman Said Nursi, berikut pemaparanya:

Tiga Macam Tidur Menurut Said Nursi

Berangkat dari penggalan ujung daripada al-Qur’anul Karim, yaitu surah al-A’raf ayat 4, Said Nursi mengemukakan perihal 3 macam tidur, baik yang mengandung Sunnah maupun tidak mengandung Sunnah itu sendiri, sebagai berikut :

 Pertama Gailulah, yaitu tidur yang dilakukan seseorang pasca sholat shubuh hingga menjelang waktu yang dimakhruhkan untuk pelaksanaan sholat di dalamnya. Tidur semacam ini, tutur Said Nursi, justru akan berefek buruk bagi pelakunya, yaitu: pertama, membuat berkurangnya rezeki. Kedua, hilangnnya keberkahan pada hari tersebut, karena waktu yang sangat utama untuk mengurus perniagaan adalah pasca sholat shubuh saat udara masih terasa sejuk. Namun tutur Said Nursi, jikalau pagi tersebut berlalu saja tanpa aktivitas apapun, sudah barang tentu kemalasan akan hinggap dalam diri, dan keberkahan rezeki di hari itupun akan sirna, hal tersebut Said Nursi buktikan melalui pengalaman pribadinya sendiri.

Baca Juga  Tafsir Al-Azhar, Mengenal Allah Dengan Memperhatikan Alam

Kedua Failulah, yaitu tidur yang dilakukan seseorang pasca sholat ashar hingga maghrib, dan tidur dalam waktu tersebut di atas, akan menyebabkan berkurangnya umur. Maksudnya usia manusia berkurang, yaitu imbas dari kebingunganya yang bersumber daripada tidur pasca sholat ashar itu sendiri, menjadikan silih bergantinya waktu pun seolah singkat dirasa. Membuang waktu pasca sholat ashar dengan tidur serupa tak melihat output(hasil) maknawiyah  pada hari tersebut, sehingga tutur Said Nursi, hari tersebut membuat pelakunya seakan tak sedang hidup pada hari itu.

Ketiga Qailulah, yaitu tidur yang disunnahkan daripada Nabi Muhammad SAW. Layaknya para santri di pondok pesantren, yang penylis ulas di atas, yang berlokasi di Kota Serang Provinsi Banten, yaitu pondok pesantren Bait Tauhied, waktunya pun berangkat dari selepas waktu dhuha hingga sedikit pasca dzuhur. Tak hanya itu, menurut Said Nursi hikmah yang terkadung didalamnya amat banyak, salah satunya yaitu: pertama, memudahkan sholat malam atau sholat tahajjud, dan Sunnah seperti halnya ‘’Qailulah’’ ini, pungkas Said Nursi diperkuat dari segi aspek adat istiadat kebiasaan penduduk Arab itu sendiri, yang tidak bekerja, yaitu dikala siang hari yang cukup terik, yang menyesuaikan dengan lingkungan mereka. Kedua memperpanjang umur. Ketiga, menambah rezeki, mengapa demikian, karena waktu tidur yang dihabiskan dikala tidur‘’Qailulah’’selama kurun waktu, yaitu dalam jangka setengah jam, sama halnya tidur selama dua jam dikala malam hari.

Meneladani Tidur Nabi Muhammad Saw

Dengan demikian, siapa saja yang melaksanakan tidur ‘’Qailulah’’, maka sudah barang tentu pelakunya bisa menambah hari tersebut, yaitu sebanyak satu jam setengah, dan pada waktu yang sama pula, pelakunya telah menyelamatkan satu jam setengah, daripada kenihilan waktu tidurnya serta dapat memberi tambahan porsi waktu jam kerja untuk mengais rezeki, sehingga waktu jam kerja relatif menjadi lebih panjang, dan tidur sendiri dalam pandangan Said Nursi merupakan saudara kembar daripada kematian.

Editor: An-Najmi Fikri R

Baca Juga  Tafsir QS. Luqman Ayat 18: Ujub Dalam Menuntut Ilmu dan Dampaknya