Pada dasarnya manusia mempunyai kemungkinan untuk berbuat dosa. Yang membedakan di antaranya adalah ada yang memilih untuk menghentikan melakukan perbuatan dosa serta memohon ampunan dari Allah SWT. Seperti yang dilakukan oleh Nabi Adam, tatkala memakan buah terlarang bersama Siti Hawa di surga, kemudian mengakui kesalahan dan berjanji untuk menjadi hamba yang taat.
Asal Sifat Baik Buruk Manusia
Ada pula yang memilih untuk tetap mengerjakan perbuatan dosa, seperti yang dilakukan oleh Fir’aun, bersikeras menolak menyembah kepada Allah SWT dikarenakan kesombongannya hingga akhir hayatnya. Masing-masing pilihan dari kedua tipe itu akan mendapatkan balasan yang berbeda. Berupa kebaikan dalam bentuk rezeki, kedamaian atau keburukan dalam bentuk adzab.
Kebaikan yang diterima oleh seseorang merupakan pemberian dari Allah SWT. Barang siapa yang kemudian bersyukur pada-Nya maka akan dilipatgandakan. Dan keburukan yang diterima oleh seseorang merupakan akibat dari perbuatan dosa yang pernah dilakukan. Barang siapa yang kemudian bertaubat pada-Nya maka akan diampuni dosanya.
Allah SWT menganugerahkan kepada setiap manusia kelahiran dalam keadaan suci, yang secara naluri beriman kepada Allah SWT. Selain itu pula telah diberikan petunjuk berupa ilmu pengetahuan, juga berupa diutusnya seorang Rasul dan diturunkannya sebuah kitab. Oleh karena itu perbuatan baik yang dilakukan seutuhnya dapat disandarkan kepada Allah SWT, sebab manusia berbuat baik karena mengikuti segala ketentuan-Nya.
Sedangkan pada perbuatan buruk tidak dapat disandarkan kepada Allah SWT, sebab manusia berbuat buruk akibat melanggar segala ketentuan-Nya. Sebagaimana pendapat Ibnu Taimiyah dalam Al-Hasanah was Sayyiah “Segala kebaikan yang kamu peroleh adalah dari Allah SWT dan segala kejelekan yang menimpamu adalah dari kesalahan dirimu sendiri.”
Dengan mengetahui bahwa perbuatan baik dari Allah SWT dan perbuatan buruk dari manusia itu sendiri, kita seharusnya selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT untuk dihindarkan dari memiliki perilaku buruk. Sedangkan jika manusia meyakini bahwa tindakan baik dan tindakan buruk dari Allah SWT semata, maka orang-orang yang berbuat maksiat tidak mau untuk mengakui perbuatan dosanya dan menolak bertaubat, bahkan beralasan ini semua adalah ketentuan-Nya.
Kecenderungan Kepribadian Manusia
Kepribadian (personality) berasal dari bahasa Latin persona, merujuk kepada topeng yang digunakan oleh aktor Romawi dalam sebuah pertunjukan. Secara istilah, kepribadian adalah sifat dan karakter tertentu yang relatif permanen. Kepribadian itu sendiri terbentuk dari proses manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Apabila hidup dalam lingkungan yang terbiasa melakukan hal-hal yang baik, maka akan membentuk pribadi seseorang menjadi baik. Apabila hidup dalam lingkungan yang terbiasa melakukan hal-hal yang buruk, maka akan membentuk pribadi seseorang menjadi buruk pula.
Sebagaimana yang terjadi pada diri istri Nuh dan Kan’an. Hidup di dalam lingkungan masyarakat yang terbiasa melakukan perbuatan syirik dan maksiat turut mempengaruhi pribadi keduanya. Walau merupakan keluarga dari Nabi Nuh, hal tersebut tidak menjadikan nilai-nilai ajaran Nuh masuk ke dalam pikiran bahkan hati istri dan anaknya.
Intensitas pertemuan Nuh bersama keluarga tidak memberikan banyak pengaruh. Hal ini menjelaskan bahwasanya selain keluarga menjadi pusat penanaman karakter pertama, juga harus memperhatikan faktor lingkungan masyarakat sebagai penunjang pembentukan kepribadian.
Kepribadian juga terbentuk dari adanya sebuah stereotip yang berkembang, dari seseorang melihat lingkungannya, atau dari lingkungan melihat seseorang. Jika stereotip diterjemahkan sebagai kesan terhadap suatu kelompok di mana semua orang di dalamnya memiliki sifat yang sama. Maka bagi seseorang untuk dapat berbaur di lingkungannya adalah dengan cara menyesuaikan sifat dan karakter yang berlaku di tempat tersebut. Jika kemudian mendapati seseorang bertentangan dengan sifat dan karakter yang berlaku, maka lingkunganlah yang akan memberikan respon untuk menegur.
Seperti pandangan yang berkembang di dalam masyarakat kaum Lut pada saat itu, mereka melegalkan homoseksual. Betapa kuat dan keras Lut berdakwah menentang tindakan tersebut, tidak menggeser pandangan itu menjadi minim ataupun menghilang. Homoseksual tetap menjadi sebuah stereotip di masyarakat umum.
Masyarakat memandang Lut dan keluarga adalah bagian kecil dari masyarakat yang berbeda dengan mayoritas masyarakat, istri Lut menyadari hal ini dan merasa tidak enak hati. Tanpa diketahui oleh suami dan anaknya, istri Lut pun menyesuaikan diri dengan stereotip itu dan mendukung segala bentuk tindakan homoseksual. Hal ini juga yang menjadikan informasi keberadaan laki-laki rupawan di dalam kediaman Lut diketahui oleh masyarakat.
Editor: Rubyanto
Leave a Reply