Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Poligami Dalam Al-Quran dan Historis Nabi Muhammad

sumber: unsplash.com

Pada dasarnya poligami memiliki dua makna, yakni poligini dan poliandri. Hal ini dikarenakan praktik poligini lebih dominan daripada poliandri. Definisi poligami pun biasa berdengung di telinga kita dengan makna laki-laki beristri lebih dari satu atau poligini.

Al-Quran tidak memerintahkan kepada kita untuk memperbanyak istri, melainkan al-Quran justru hadir untuk memberi batasan dalam beristri. Sehingga pemikir muslim asal Mesir, M. Abduh mengatakan bahwa semangat pernikahan di dalam al-Quran adalah monogami bukan poligami. Kesimpulan tersebut dapat diperoleh jika kita secara jujur melihat konteks historis Nabi Muhammad dan mendudukan ayat tentang poligami secara utuh dan komprehensif.

Di dalam masyarakat arab pra-Islam, praktik poligami sudah banyak terjadi, bahkan jauh sebelum Islam lahir, praktik poligami sudah ada. M. Syaltut mengatakan wal islam lam yakun fisyai’ ta’addud alzawjah. Jadi poligami itu bukan syariat yang ditetapkan oleh islam, karena ia merupakan praktik kultural yang terjadi sebelum islam itu lahir.

Konteks historis Nabi Muhammad

Lalu kenapa Nabi Muhammad memiliki banyak istri? Apa Nabi Muhammad memberi teladan kepada umatnya untuk memiliki istri yang banyak? Seringkali fokus kita melihat pada pertanyaan berapa. Kita tidak mempertanyakan apa tujuan beliau menikah dan apa latar belakang wanita yang dinikahi oleh Nabi Muhammad.

Ada fakta sejarah yang jarang ditampakan tentang Nabi Muhammad. Beliau melakukan praktik monogami selama 25 tahun. Itu merupakan durasi yang panjang bila diukur dari usia keseluruhan pernikahan Nabi Muhammad. Selama itu beliau menjalin keharmonisan dengan Siti Khadijah mengarungi samudera bersama dan tidak sekalipun memadunya.

Nabi Muhammad akhirnya menikah lagi dan melakukan praktik poligami setelah menduda dua tahun. Kurang lebih di usianya yang ke-55. Tidak ada motif lain Nabi menikah lagi, kecuali memang motif kemanusiaan.

Baca Juga  Resiprositas dalam Rumah Tangga Perspektif Al-Qur’an

Pernikahan Nabi dengan Aisyah adalah murni dalam rangka merajut hubungan kekerabatan antar umat islam yang saat itu islam masih menjadi minoritas, apalagi di tengah kecaman dan penindasan kaum kafir Quraisy. Nabi muhammad juga menikahi seorang janda. Hal ini dilakukanya dalam rangka melakukan perlindungan terhadap fisik dan keimanan. Misalnya pernikahan beliau dengan Saudah, seorang perempuan yang tua renta. Beliau menikahinya guna memberikan rasa aman dan perlindungan. Jadi, Nabi melakukan poligami bukan bermaksud memuaskan hasrat biologisnya, melainkan untuk mengangkat dan melindungi perempuan serta perjuangan dakwah Islam.

Ayat tentang poligami

Ayat ketiga dari surah an-Nisa’ terkadang digunakan sebagai dalih bahwa al-Quran memerintahkan untuk berpoligami. Pemaknaan demikian, karena orang mencomot penggalan kata fankihu yang menggunakan fi’il amr. Padahal, praktik poligami sudah ada sebelum Islam datang.

Islam datang justru membatasi jumlah istri. Dalam sebuah riwayat disebutkan seorang sahabat bernama Ghailan ibn Salamah al-Tsaqafi yang ketika itu memiliki 10 istri. Kemudian oleh nabi memintanya untuk memilih empat dan selainnya diceraikan. Cerita Haris ibn Qais pun juga demikian. Sebelum masuk Islam ia memiliki 8 istri. Namun setelah berucap syahadat, nabi memintanya untuk memilih empat di antara ke-8 istrinya.

Ayat ke tiga surah an-Nisa sebenarnya memberikan syarat yang ketat yakni tuntutan untuk berlaku adil bagi yang ingin poligami. Seorang ulama kontemporer, Nashr Hamid Abu Zayd melarang laki-laki untuk menikah lebih dari satu istri jika mereka tidak dapat merawat dengan asas keadilan dan kejujuran.

Imam al-Qurthubi juga memberikan syarat bagi yang ingin berpoligami, diantaranya adalah mampu bersikap adil dalam perihal kasih sayang, hubungan biologis, pergaulan dan pembagian nafkah.

Dengan demikian, al-Quran memberikan regulasi yang ketat bagi yang ingin berpoligami. Jika keinginan berpoligami diiringi alasan karena motif kemanusiaan, cobalah tanya dulu pada nuranimu. Ada banyak alternatif lain dibandingkan harus memilih memadu. Pilihan berpoligami justru bisa saja membuat kekecewaan dan kesedihan istri pertama dan keluarganya.

Baca Juga  Anne K. Rasmussen: Etnomusikologi Al-Qur’an dan Perempuan

Editor: Ananul NH