Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Polemik Qira’at atas Otentisitas Al-Qur’an

otentisitas
Sumber: istockphoto.com

Al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan yang sangat luas, ketika terus digali tidak akan selesai dan habis ilmu itu. Lantas banyak orang yang mengkaji al-Qur’an untuk bisa mendalami isi yang terkandung di dalam al-Qur’an yang tentunya disertai dengan rasa pengangungan terhadap al-Qur’an itu. Namun demikian, tidak hanya sarjana muslim saja yang mengkaji al-Qur’an melainkan dari outsider salah satunya yang lazim disebut orientalis. Tidak sedikit para orientalis yang mengkaji otentisitas terhadap Al-Qur’an sendiri.

Berbeda dengan tujuan sarjana muslim, orientalis alih-alih bertujuan untuk mengkritisi dan membantah kebenaran dari al-Qur’an. dengan dalih kajian ilmiah mereka mengkaji al-Qur’an dengan kacamata dan bias Barat. Meski bersifat obektif terkesan ilmiah, framework kajian orientalis tidak lepas dari lepas dari warna dan latar belakang agama, politik, worldview dan nilai-nilai peradaban Barat (Zarkasyi, 2011: 7).

Pandangan Orientalis mengenai Otentisitas al-Qur’an

Salah satu topik sasaran kajian orientalis adalah tentang otentisitas al-Qur’an, mereka menganggap bahwa al-Qur’an tidak otentik seperti hal nya taurat dan injil yang mengalami perubahan karena campur tangan manusia di dalam nya. Padahal allah Swt menegaskan dalam Qs. al-Hijr ayat 9 tentang otentisitas al-Qur’an

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kami-lah yang Menurunkan al-Quran, dan pasti Kami (pula) yang Memeliharanya.

Ayat di atas merupakan legitimasi bahwa al-Qur’an terjaga keotintikannya selamanya karena dijaga langsung oleh allah Swt sebagai pemilik kalam nya. Pintu masuk yang dijadikan celah mereka untuk masuk mengenai otentisitas al-Qur’an mengenai “varian bacaan al-Qur’an” atau qira’at. di antara tokoh yang berbicara mengenai hal ini adalah Ignaz Goldziher seorang orientalis asal Hungaria yang pandai dan cakap dalam mengkritik kajian-kajian keislaman.

Baca Juga  Kajian Sarjana Barat Terhadap Pendekatan Studi Al-Qur'an

Goldziher berpendapat  bahwa teks al-Qur’an yang diterima secara luas sebenarnya bersandar pada keteledoran penyalin naskah sendiri berdasar pada perbedaan qira’at teks al-Qur’an. Menurut Goldziher dibakukannya cara baca serta pembukuan al-Qur’an oleh khalifah Utsman bin Affan ra pada akhirnya memunculkan polemik seputar otentisitas mushaf utsmani. Pendapat ini kiranya dapat dimaklumi mengingat metode dan standar kritik yang mereka gunakan sama dengan dengan yang dipakai terhadap Bible tentang varian bacaan Perjanjian Baru.

Goldziher berpendapat bahwa yang menjadi sebab terjadinya perbedaan bacaann dalam al-Qur’an adalah bahasa al-Qur’an yaitu bahasa arab. Dalam memperkuat pendapatnya Goldziher mengajukan sejumlah contoh yang dibagi menjadi dua bagian. Pertama, perbedaan karena ketiadaan titik pada bentuk huruf tertulis. Seperti salah satu contoh berikut:

ونادى أصحاب الأعراف رجالا يعرفونهم بسيماهم قالوا ما أغنى عنكم جمعكم وما كنتم تستكبرون

Golziher mengatakan bahwa sebagian ulama qira’at membaca lafadz تستتكبرون yang tertulis dengan huruf ba’ dengan dengan bacaan تستكثرون yaitu dengan huruf tha’, bacaan yang pertama menganggap dengan satu titik dan yang kedua bertitik tiga.

Kedua, perbedaan karena harakat, salah satu contohnya sebagai berikut:

ما ننزل الملائكة إلا بالحق وما كانوا إذا منظرين

Ia menjelaskan bahwa dengan mengikuti perbedaan bacaan di antara sarjana qira’at pada lafdz yang menunjukan turunnya malaikat, apakah itu نُنَتزل atau تنزل atau ditutunkan تُنتزل maka secara praktis menunjukan bahwa sebuah pengamatan objektif mengenai perbedaan harakat, turut berperan dalam menyebabkan munculnya perbedaan qira’at. bahkan Arthur Jeffery mengatakan bahwa kekurangan tanda titik dalam mushaf Utsmani berarti merupakan peluang bebas untuk pembaca dalam memberi tanda sendiri sesuai dengan konteks makna yang ia fahami (Al-‘Azami, 2005: 172).

Baca Juga  Ragam Pendapat Ulama Tentang Munculnya Qiraat Al-Quran

Respon Ulama Islam

Pandangan orientalis tersebut cukup memberikan atensi ulama islam dalam menyikapi pandangan tersebut tentunya untuk memberikan pandangan yang lurus atas kajian mengenai al-Qur’an tersebut. Jika kita memahami qira’at secara sederhana menurut al-Zarqani dalam Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an adalah bentuk pengucapan al-Qur’an yang dipilih imam Qurra sebagai suatu mazhab tertentu dan memiliki perbedaan dengan mazhab lainnya.

Dalam bukunya The History Of the Quranic Text-From Revelation to Compilation ia membantah pandangan Goldziher dan Jeffery tentang lahirnya qira’at. Menurutnya “ketika perbedaan muncul maka kedua kerangka bacaan (titik dan syakal) tetap mengacu pada mushaf Utsmani, dan atas dasar otoritas mata rantai (isnad yang sampai pada rasulullah Saw) tiap kelompok dapat menjustifikasi bacaannya. Begitu pula dengan pendapat Shabur Syahin, menurutnya pada dasarnya qira’at merupakan riwayat-riwayat yang berkaitan dengan cara Nabi Saw dalam membaca al-Qur’an, baik itu yang berkaitan dengan prinsip-prinsip umum yang bersifat parsial.

Tulisan bukan penyebab berbedanya qira’at, dalam penulisan mushaf Utsmani qira’at-qira’at tersebut membantu dalam mendalami qira’at yang shahih, misalnya tidak adanya titik dan syakal. Menurut Abdul Halim tulisan bukan pedoman utama, karena jika demikian maka setiap qira’at yang ditoleransi oleh teks pasti akan menjadi pedoman (Halim, 1995: 52).

Orientalis seperti Goldziher dan Jeffery telah keliru, menyimpulkan sendiri bahwa tulisan arab yang gundul merupakan sumber variant readings sebagaimana terjadi dalam kasus Bibel, serta keliru dalam penyamaan qira’at dengan readings, qira’at adalah reaction from memory dan bukan reading the text. Kaidah nya adalah tulisan harus mengacu pada bacaan yang diriwayatkan dari Nabi Saw. Kekeliruan ini berdasar pada asumsi mereka yakni memperlakukan al-Qur’an sebagai karya tulis ilmiah, sehingga mereka menggunakan metode-metode filologi yang lazim digunakan dalam penelitian Bible.

Baca Juga  Mengenal Harald Motzki Lebih Dekat

Editor: An-Najmi Fikri R

Nama saya Aziz Saepulrohman, kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Program studi Ilmu Al-Qur’an dan tafsir. saya berasal dari Tasikamalaya. Minat kajian saya dalam keilmuwan tafsir adalah al-Qur’an dan sosial budaya. Latar belakang pendidikan SMA saya adalah madrasah Aliyah sehingga sedikit banyak membentuk pemikiran saya mengenai ilmu agama.