Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Perubahan Awal Waktu Shubuh, Warga Muhammadiyah Diminta Mematuhinya

Sriyatin

Muhammadiyah telah memutuskan awal waktu Shubuh dengan ketinggian matahari -18 derajat. Melalui hasil Munas Tarjih ke-31 di Gresik, Muhammadiyah merubah jadwal waktu shubuh yang pada awalnya adalah ketinggian matahari-20 derajat. Perubahan kriteria awal waktu Shubuh di Indoensia ini sebenarnya bukan barang baru, kurang lebih 20 tahun jadwal waktu Shubuh ini sudah dipermasalahkan.

Penelitian-penelitian terbaru menunjukan bahwa waktu shalat Shubuh di Indonesia terlalu cepat.  Waktu yang sekarang digunakan yaitu -20 derajat, dinilai fajar sadiq belum terbit. Perubahan waktu Shubuh ini tentu menuai pertanyaan beragam di umat Islam terkhusus warga Muhammadiyah. Sebenarnya bagaimana konsekuensinya bagi warga Muhammadiyah terhadap keputusan perubahan awal waktu Shubuh ini?

Pertanyaan tersebut telah dijelaskan oleh Dr. H. Sriyatin Shodiq, M.Ag, M.H mengenai perubahan awal waktu Shalat Shubuh oleh Muhammadiyah dan konsekuensinya bagi warga persyarikatan. Melalui pengajian tarjih edisi 123 secara online dengan tema “Kriteria Awal Waktu Shubuh/Fajar, Perubahan dan Konsekuensinya” (24/3/21).

Perubahan -20 Derajat ke -18 Derajat

Awal mula pengkoreksian waktu awal Shubuh untuk dikaji ulang adalah majalah Qiblati dan buku korelsi awal waktu Shubuh tahun 2010.  Dari hasil foto-foto penelitian di Bromo-Jawa Timur tahun 2003, majalah Qiblati mengirim surat kepada Menteri Agama RI pada tahun  2009 dan 2010 yang meminta kriteria awal waktu Shubuh untuk dikaji ulang. 

Kemudian terus berkembang dari banyak musyawarah-musyarah yang dilakukan badan hisab dan rukyat di Indonesia, pengkoreksian terus dilakukan masih mempertahankan -20 derajar pada tahun 2018. Di Muhammadiyah pembahasan pengkoreksian ulang terjadi pada Munas ke-27 di Malang, namun peserta Munas masih belum sepakat kriteria awal Shubuh dari ketinggian matahari -20 derajat menjadi -18 derajat.

Baca Juga  Tahlili Cum Maudu’i: Gagasan Metode Penyajian Tafsir at-Tanwir

Dalam rentang 10 tahun dari Munas Tarjih ke-27 tahun 2010 di Malang sampai Munas Tarjih ke-31 tahun 2020 di Gresik, Muhammadiyah terus mengkaji ulang awal waktu Shubuh. MTT PP Muhammadiyah menunjuk 3 perguruan tinggi Muhammadiyah yaitu ISRN-UHAMKA Jakarta, Pastron-UAD Yogyakarta dan OIF-UMSU Medan yang hasilnya derajat tinggi matahari antara -16 derajat sampai -18 derajat.

“Hasil ketiga perguruan tinggi yang telah ditunjuk tersebut tidak menghasilkan ketinggian -20 derajat , tetapi justru lebih rendah dari pada itu. Kemudian dari berbagai pendapat dan para ulama yang diambil, disimpulkan bahwa ketinggian matahari -18 derajat di bawah ufuk ”, jelas Sriyatin .

Konsekuensi Perubahan Awal Waktu Shubuh

Anggota divisi Hisab dan IPTEK  MTT PP Muhammadiyah ini menjelaskan bahwa jadwal yang telah diputuskan dalam Munas Tarjih di Gresik kemarin menghasilkan koreksi derajat -18 derajat. Sriyatin mengatakan jadwal sholat yang ada sekarang itu ditambah 8 menit.

“Artinya bahwa jadwal yang ada selama ini, yang kita pedomani itu ditambah 8 menit. Karena 1 derajat itu 4 menit. Berati dikurang 2 derajat adalah 2×4 menit sama dengan 8 menit”, jelas Sriyatin.

Dan konsekuensinya karena keputusan Munas mengenai penentuan awal waktu Shubuh ini sudah di tanfidz pada tanggal 24 Maret 2021, Muhammadiyah meminta hasil keputusan ini segera dilaksankan dan disosialisasikan. Terutama disampaikan ke seluruh tingkat struktural Muhammdiyah dan masjid milik Muhammadiyah. Begitupula hasil ini disosialisasikan kepada masyarakat muslim umum lainnya agar tidak terjadi kegaduhan dan dapat dijadikan pedoman dalam beribadah.

“Karena ini sudah ditanfidz, maka harus dilaksanakan dan disosialisasikan khususnya bagi warga persyarikatan, karena ini sifatnya mengikat bagi kita semua. Kemudian untuk masyarakat dijelaskan ini merupakan keputusan Munas Tarjih ke-31 dan menjadi pedoman dalam beribadah”, jelas Sriyatin.

Baca Juga  Praktik Sosial dalam Pembelajaran Tafsir Jalalain di Pesantren

Terakhir, Pak Sriyatin menyampaikan bahwa apa yang dilakukan Muhammadiyah ini adalah hal yang menjadi ijtihad. Oleh karena itu Muhammadiyah sangat terbuka dengan masukan dan pandangan dari mana saja. Namun untuk sementara ini, inilah keputusan yang Muhammadiyah yakini menurut syar’i dan ilmu pengetahuan.

Reporter: An-Najmi Fikri R