Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Perlunya Manusia Berbaik Sangka Pada Ketetapan Allah

Ketetapan
Gambar: gramedia.com

Manusia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt. dengan penciptaan yang sempurna. Jika dibandingkan dengan makhluk lainnya, Allah menciptakan manusia dengan segala kelengkapannya, serta mengatur kehidupan manusia hingga akhir hayatnya. Penciptaan manusia ini terdapat pada ayat-ayat Al-Qur’an berikut:

هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن تُرَابٖ ثُمَّ مِن نُّطۡفَةٖ ثُمَّ مِنۡ عَلَقَةٖ ثُمَّ يُخۡرِجُكُمۡ طِفۡلٗا ثُمَّ لِتَبۡلُغُوٓاْ أَشُدَّكُمۡ ثُمَّ لِتَكُونُواْ شُيُوخٗاۚ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ مِن قَبۡلُۖ وَلِتَبۡلُغُوٓاْ أَجَلٗا مُّسَمّٗى وَلَعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ ٦٧

هُوَ ٱلَّذِي يُحۡيِۦ وَيُمِيتُۖ فَإِذَا قَضَىٰٓ أَمۡرٗا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ ٦٨

Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, sesudah itu segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai pada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, diantara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami (nya). Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya berkata kepadanya,”jadilah”, maka jadilah ia. (Q.S Gafir : 67-68)

Berdasarkan ayat dan tafsiran para mufasir berkenaan dengan penciptaan manusia, dapat disimpulkan bahwa manusia diciptakan dari tanah merupakan penciptaan Nabi Adam AS. Sedangkan anak keturunan Adam diciptakan dari air mani. Allah Swt. menciptakan manusia dari air mani, kemudian menjadi segumpal darah, dan menyempurnakannya hingga menjadi manusia. Kesempurnaan penciptaan manusia ini tidak hanya proses jasmaniah saja, tetapi juga mencakup penciptaan hati (qolb), akal pikiran (al-aql),  dan jiwa (nafs).

Manusia Mahluk Lemah

Manusia diciptakan oleh Allah Swt. dengan dibekali akal dan juga hawa nafsu. Anugerah berupa akal, menjadikan manusia memiliki kebebasan untuk memilih apa yang dikehendakinya. Dengan akal yang dimilikinya, manusia memiliki potensi untuk memilih antara berbuat baik atau berbuat buruk, membedakan antara yang benar dan yang salah, serta membedakan antara yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat.

Baca Juga  Syarat Menjadi Umat Terbaik: Tafsir Ali Imran Ayat 110

 Begitu juga dengan hawa nafsu yang diberikan Allah SWT. kepada manusia. Dengan nafsu tersebut, manusia senantiasa memiliki berbagai keinginan atau kecenderungan terhadap sesuatu. Hal inilah yang menjadikan manusia bersifat lemah, sebagaimana firman Allah dalam surah an-Nisa (4): 28;

يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمۡۚ وَخُلِقَ ٱلۡإِنسَٰنُ ضَعِيفٗا ٢٨

 “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah”.

HAMKA (1983, V: 23) menafsirkan ayat tentang lemahnya manusia ini terutama dalam menahan hawa nafsu syahwatnya. Manusia diciptakan dalam keadaan lemah. Lemah yang dimaksud ialah lemah dalam melawan hawa nafsunya sendiri. Manusia cenderung sulit dalam mengendalikan hawa nafsunya. Hal ini didasarkan pada kenyataan dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang gagal dalam kehidupannya karena hawa nafsunya.

Nafsu dalam diri manusia mendorong manusia memiliki berbagai keinginan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki berbagai rencana dan keinginan tentang bagaimana manusia akan melanjutkan kehidupannya. Hal ini wajar saja dilakukan oleh manusia guna menciptakan kehidupan yang lebih baik. Manusia berhak memiliki rencana dan keinginan serta menentukan jalan hidup yang akan ditapakinya. Tetapi, perlu diketahui bahwa takdir atau ketetapan Allah pasti berlaku untuk semua makhluk-Nya.

Berbaik Sangka Pada Ketetapan Allah

Sudah menjadi ketetapan Allah, bahwa bumi merupakan tempat tinggal sementara manusia. Allah juga menyediakan bumi sebagai sumber penghidupan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karenanya, sangat mungkin bagi manusia memiliki kecenderungan terhadap dunia dan menginginkan banyak hal dalam hidupnya.

Seperti halnya seseorang yang baru saja selesai mengenyam pendidikan SMA. Ia memiliki keinginan untuk dapat diterima di kampus impiannya. Berbagai rencana telah ia persiapkan agar dapat mencapainya. Berbagai cara telah ia tempuh sebagai bentuk ikhtiar dan kesungguhannya. Bahkan telah banyak pengorbanan yang ia lakukan. Setelah berbagai usaha dilakukannya, ternyata ia tidak diterima oleh kampus tersebut, dan pada akhirnya ia melanjutkan pendidikan bukan ditempat yang telah direncanakannya.

Baca Juga  Bersyukur: Jangan Pernah Lupakan Allah Kala Bahagia

Hal seperti demikian sering dialami oleh manusia. Apa yang telah direncanakan, apa yang telah diusahakan terkadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Manusia cenderung memiliki sifat tergesa-gesa dalam tindakannya. Ketergesaan manusia ini berkaitan dengan keinginan untuk meraih sesuatu secepatnya, padahal Allah yang lebih mengetahui kapan waktu yang tepat dalam mewujudkannya.

Manusia kerap berputus asa ketika apa yang diusahakan tidak tercapai. Sifat tergesa-gesa ini dikarenakan manusia tidak mengetahui akibat dari apa yang diperbuatnya. Boleh jadi apa yang ia anggap baik ternyata mengandung keburukan. Manusia bisa saja melakukan suatu keburukan dan tergesa-gesa melakukannya, sedangkan ia tidak mengetahui akibatnya. Pemahaman ini didasarkan pada firman Allah dalam surah al-Baqarah (2): 216 berikut:

كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِتَالُ وَهُوَ كُرۡهٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡ‍ٔٗا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡ‍ٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ ٢١٦

 “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Manusia Berusaha, Ketetapan Tetap Pada Allah

Manusia hakikatnya hanya dapat berusaha dan berdo’a, sedangkan untuk ketetapan atau hasilnya Allah lah yang berkuasa untuk menentukannya. Allah lebih mengetahui apa yang terbaik untuk manusia. Apa yang diupayakan manusia bisa terwujud hanya dengan izin Allah. Semua makhluk telah memiliki ketetapan takdirnya oleh Allah dan tidak ada yang bisa melampaui batas ketetapan itu. Kewajiban manusia ialah berikhtiar sekuat tenaga, kemudian memasrahkannya kepada Allah, serta meyakini bahwa ketetapan Allah ialah yang terbaik untuknya.

Baca Juga  Relasi Takbir dan Hari Raya di dalam Al-Qur’an

Penyunting: Bukhari