Kata ‘ulama’ merupakan ism al-jam’ dari kata ‘alim, yang berarti ilmunya sangat dalam. Di dalam kitab Ibn Katsir, juz 6, halaman 565, menurut Sufyan al-Tsaury yang diriwayatkan dari Abi Hayyan al-Tamimy dari seseorang. Ia berkata bahwa ada 3 jenis ulama. Pertama, ulama yang mengetahui Allah dan perintah-Nya. Kedua, ulama yang tahu Allah tapi tidak tahu perintah-Nya. Ketiga, ulama yang tahu perintah Allah, tapi tidak tahu tentang-Nya.
Dari ketiga ulama di atas, hanya ulama yang tahu akan Allah beserta perintah-Nya lah yang benar-benar takut kepada Allah. Sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surah Fatir ayat 28. Terkait dengan ulama, kita dapat menemukan banyak sekali ulama di Indonesia yang tersebar dari berbagai daerah dari seluruh penjuru tanah air. Salah satunya adalah Tapanuli Selatan.
Di Tapanuli Selatan, terdapat ulama-ulama yang telah mendedikasikan hidupnya untuk ilmu agama, di antaranya adalah Syaikh Ali Hasan Ahmad. Beliau merupakan pendiri UI (Universitas Islam) pertama bagian Selatan Tapanuli. Beliau juga mendirikan dua fakultas di IAIN Sumatera Utara pada tahun 1968-1972, yaitu Fakultas Tarbiyah dan Ushuluddin.
Biografi Syaikh Ali Hasan
Syaikh Ali Hasan Ahmad dilahirkan pada 9 November 1915 di Kecamatan Siabu, Kabupaten Tapsel (Tapanuli Selatan). Tempat merupakan Kabupaten Madina sekarang, tepatnya di Pintu Padang Julu. Saat kelahirannya, dunia sedang berkecamuk dengan Perang Dunia Pertama. Ayahnya bernama Syaikh Ahmad Zein, sementara ibunya bernama Siti Amas Nasution, istri kedua Syaikh Ahmad Zein.
Pada tahun 1915-1519, Syaikh Ali Hasan Ahmad diasuh kedua orangtuanya selama 4 tahun dan menetap di tanah kelahirannya. Karena masa pendidikan Syaikh Ali Hasan pra-kemerdekaan, pendidikan yang diperoleh oleh beliau masih belum teratur sebagaimana pasca-kemerdekaan seperti sekarang. Namun, dengan kemauan yang kuat dan keras, beliau bisa menimba ilmu pengetahuan dari banyak orang sesuai dengan bakat dan minatnya. Pendidikan yang belum teratur tersebut didapatkan beliau hingga 1924.
Pendidikan
Selanjutnya, beliau dikirim langsung untuk belajar kepada Syaikh Mustafa Husain, pendiri Pondok Pesantren Mustahafawiyah yang berada di Purababaru saat ini. Selama 3 tahun belajar di Musthafawiyah, beliau mempelajari banyak hal dari buku-buku agama. Misalnya, dalam bidang nahwu pada buku al-Ajrumiyah, al-Mukhtashar, Syaikh Khald, al-Azhariy, al-Kawakib, dan al-Qatr. Pada bidang fiqh, Safinat al-Najh, al-Riyadh al-Badi’ah, dan Sullam al-Taufiq. Dan berbagai ilmu lainnya.
Tatkala usianya mencapai 13 tahun di tahun 1927, Ali Hasan berangkat ke kota Makkah al-Mukarramah hingga 1938. Selama 11 tahun itulah Syaikh Ali Hasan menghabiskan waktunya untuk proses belajar mengajar. 4 tahun yang dilakukan beliau adalah belajar setingkat Tsanawiyah dan 2 tahun tingkat Qismul Ali. Sebagai pelajaran ekstrakulikuler, Ali Hasan menimba ilmu kepada beberapa ulama besar. Di antaranya adalah Syaikh Mukhtar Bogor dan Syaikh Muhammad Fathani dari Thailand.
Selain mendapatkan ilmu di madrasah, beliau juga belajar ke rumah-rumah ustadz, seperti Sulaiman Ambon, Abu Bakar Siregar, dan Syaikh Abdul Qadir al-Mandiliy. Selain belajar, Syaikh Ali Hasan juga mengajarkan ilmu yang telah diperolehnya ke beberapa tempat yang ada di Makkah al-Mukarramah.
Kembali ke Tanah Air
Sekembalinya dari Makkah, Syaikh Ali Hasan menjalankan sunnah Rasulullah. Menikah dengan seorang putri dari Syaikh Muhammad Nur, pendiri Pondok Pesantren Gonting Salak, Kecamatan Siabu yang bernama Syarifah Nasution. Malangnya, takdir Allah menetapkan pernikahan mereka harus berjalan hanya 3 tahun, singkat sekali. Dikarenakan sang istri dipanggil Allah dengan meninggalkan seorang putri bernama Faizah Hasibuan.
Sepeninggalan istri pertamanya, Syaikh Ali Hasan menikah lagi hingga pernikahan ke tiganya yang berlangsung sampai 37 tahun. Oleh ibundanya, Ali Hasan diusahakan untuk mendapatkan pendidikan agama yang mumpuni, yakni mendalami Juz ‘Amma dan al-Quran dengan guru pertamanya Lobe Kasim yang bergelar Haji Muhammad Kasim. Guru kedua Syaikh Ali Hasan adalah mamaknya sendiri, Malim Shaleh atau Haji Husein. Kemudian, selama 7 tahun Syaikh Ali Hasan belajar di Madrasah Islamiyah di samping Masjid Raya Lama Padangsidimpuan. Kemudian, beliau melanjutkan ke Vervolk School 1,5 tahun.
Dengan menekuni perjalanan panjang beliau, dapat dikatakan bahwa beliau mendapatkan anugerah kesempatan yang luas. Serta waktu yang cukup untuk menuntut ilmu yang tidak bisa dirasakan oleh banyak orang. Dengan berbagai pengalaman dan ilmu yang didapat, beliau berniat untuk membagikannya kepada masyarakat. Terutama di Tapanuli Selatan sebagaimana yang telah dilakukannya semasa di Makah al-Mukarramah.
Selain beliau, masih banyak lagi ulama Indonesia yang telah mempelajari banyak hal di belahan dunia lain. Semoga dengan mempelajari seluk beluk kegigihan mereka dalam mendapatkan ilmu menjadi pemantik kita dalam meneruskan tradisi keilmuan yang sudah terstruktur tersebut.
Editor: M. Bukhari Muslim
Leave a Reply