Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Peran Perempuan: Antara Domestik dan Masyarakat

perempuan
Sumber: freepik.com

Berkaitan dengan perkembangan zaman, masyarakat sekarang membutuhkan peran perempuan dalam segala aspek, pendidikan, sosial ekonomi, hukum, politik, dan lain-lain. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh tuntutan bangsa-bangsa atas nama masyarakat global bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan bagaimana bangsa tersebut peduli dan memberi akses yang luas bagi perempuan untuk beraktifitas di ranah publik.

Setiap manusia termasuk perempuan berangkat dan besar dari bekal yang diberikan masyarakat, bekal berupa budaya, norma, nilai, hukum dan lain-lain yang disepakati oleh masyarakat. Bila perkembangan berikutnya memperlihatkan ketidaksamaan perempuan berperan dalam masyarakat, hal tersebut dapat berangkat dari pertanyaan ”Dan bagaimana dengan perbedaan di antara perempuan?” jawaban untuk pertanyaan ini menghasilkan kesimpulan umum bahwa ketidakterlihatan, kesenjangan, dan perbedaan peran dalam hubungannya dengan lelaki, yang umumnya mencirikan kehidupan perempuan, sangat dipengaruhi oleh lokasi sosial perempuan, yaitu, oleh kelasnya, ras, usianya, preferensi afeksionalnya, status marital, agama, etnisitas, dan lokasi globalnya.

Peran Egalitarian Perempuan

Elan vital gerakan perempuan dalam menjalankan perannya di tengah masyarakat, sebagai contoh dalam perjuangan Indonesia mencapai kemerdekaan bisa dilihat pada sosok Tjut Nyak Dien, Tjut Mutia, atau Martha Kristina Tiahahu, dan dalam mengisi awal-awal kemerdekaan melalui pendidikan bagi perempuan bisa dilihat pada sosok Nyai Ahmad Dahlan atau Rasuna Said.

Ada sebuah sejarah yang mungkin luput dari cermatan banyak orang saat ini, Kartini pahlawan perempuan di Indonesia melakukan negosiasi politik feminitas dalam salah satu cara perjuangannya. Dalam kultur tradisional, memasak, dikawinkan, dan dipingit adalah kegiatan yang melekat pada diri perempuan. Diungkapkan oleh Chuzaifah, Yuniyanti (Gatra, April 2010: 13), bahwa Kartini menggunakan peran domestik sebagai strategi accommodating protest, memasak dalam konteks Kartini bisa ditafsirkan sebagai upaya menyejajarkan egalitarianisme pribumi dengan kolonial melalui ranah domestik tradisi perempuan. Kecanggihan Kartini memasak aneka masakan lokal dan Eropa membuatnya dianggap berbudaya, beradab, dan pada saat yang sama masih memelihara kelaziman sebagai ide-ide progresifnya.

Baca Juga  Pandangan Islam Terhadap Peranan Perempuan Perspektif Al-Qur’an

Perjuangan para perempuan tersebut tidak bisa dilupakan oleh pemerintah Indonesia. Namun bukan hal yang mudah bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan bagi peningkatan peran perempuan dalam pembangunan. Dapat dicontohkan dari sisi internal persoalan perempuan, dalam diri perempuan sendiri, konsep identitas menyebut perempuan atau wanita mengalami proses pemikiran dan perdebatan selalu muncul dalam diskusi atau pertemuan antar perempuan .

Afirmatif Peran Perempuan

Di Indonesia, kepedulian terhadap eksistensi perempuan adalah dengan adanya instruksi Presiden RI No.9 tahun 2000 tentang “Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional”. Sasaran strategi pengarusutamaan gender (PUG) adalah upaya untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam seluruh kebijakan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Pemahaman pentingnya peran perempuan diperkuat dengan kenyataan bahwa afirmasi berupa instruksi Presiden tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, cenderung diterima dengan dilema oleh penggiat kesetaraan gender, satu pihak peran perempuan perlu diperhatikan dan diperkuat oleh pemerintah, di satu pihak pemerintah seakan memberi perhatian tanpa mengetahui kebutuhan perempuan secara sosial budaya. Bila penggiat kesetaraan gender masih dilema dengan afirmasi dari pemerintah, bagaimana dengan perempuan awam pengetahuan lainnya, tetesan kebijakan pemerintah untuk peningkatan peran perempuan di tengah masyarakat belum merata.

Di tengah perkembangan zaman yang terus berubah, peran perempuan mungkin tidak banyak berubah terutama peran domestiknya. Mungkin yang terlihat pada pelaksanaanya dari mendapat kesempatan dan bantuan, atau tidak dari orang-orang terdekatnya serta dukungan dari masyarakat.

Peran transisi dan egalitarian akan menghasilkan tiga kemungkinan, yaitu :

 (1) keajegan penajaman peran laki-laki dan perempuan memudar dan tidak jelas lagi pembedanya dengan indikator penentu adalah potensi dan kemampuan individual.

Baca Juga  Nabi Dari Kalangan Perempuan? Prespektif QS. Al-Imran

(2) perempuan pekerja akan meningkat, sebaliknya jumlah lelaki menganggur juga meningkat, dan

(3) mobilitas sosial dan geografis lokasi kerja memisahkan tempat tinggal suami, istri, dan anak.

Secara umum, seseorang jarang menduduki satu peran saja dalam aktifitasnya, dengan memikul dua atau lebih banyak lagi peran yang dilakoni akan membuat banyak beban yang harus dijalani, sehingga terkadang menimbulkan kontradiksi antar peran tersebut. Demikian halnya dengan seorang perempuan, akan menghadapi harapan dan permintaan yang bertentangan berkaitan dengan perannya sebagai anak, istri, ibu, dan pekerjaannya dalam masyarakat.

Perempuan dalam menjalankan perannya dalam masyarakat tergantung pada budaya masyarakat di mana ia tinggal. Dari sudut pandang peran antara laki-laki dan perempuan, keduanya sama-sama melaksanakan peran dalam ranah domestik, publik, dan sosial, namun dalam kenyataannya, peran domestik lebih banyak ditanggung oleh perempuan.

Editor: An-Najmi Fikri R