Secara harfiah, penyakit ‘ain itu diambil dari kata ‘ana ya’inu (عان يعين) yang artinya apabila ia menatapnya dengan matanya. Dalam kitab Fathul Bari dikatakan bahwa ‘ain adalah pandangan yang disertai kedengkian karena tabiat buruk yang dapat mendatangkan madharat bagi yang dipandang.
Penyakit ‘ain ini tergolong non medis. Menurut Briliantono M. Sunarwo dalam karyanya yang berjudul: Allah Sang Tabib Kesaksian Dokter Ahli Bedah, yang dimaksud penyakit non medis adalah suatu penyakit yang tidak bisa di diagnosis oleh pengobatan modern, hanya bisa dikenali gejala-gejalanya saja dan kaedah penanganannya juga berbeda dan khusus, yakni dengan cara-cara non medis yaitu secara spiritual. (Briliantono M. Sunarwo, 259)
Dampak dari ‘ain ini dahsyat. Sampai-sampai Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
العين حق، ولو كان شيء سابق القدر سبقته العين
“Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh ‘ain itu yang bisa” (HR. Muslim no. 2188)
Banyak kita dapati orang yang tiba-tiba sakit tanpa sebab yang jelas, hal itu bisa jadi orang tersebut terkena ‘ain. ‘Ain tak hanya terjadi akibat pandangan dengki, tapi juga kagum. Gangguan dari ‘ain bisa berupa penyakit, bahkan kematian. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Sebab paling banyak yang menyebabkan kematian pada umatku setelah takdir Allah adalah ain” (HR. Al Bazzar)
‘Ain dalam Al-Quran
Terdapat ayat dalam alquran yang menyinggung penyakit ‘ain, ialah yang terdapat dalam surah al-Qalam ayat 51 berikut.
وَاِنْ يَّكَادُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَيُزْلِقُوْنَكَ بِاَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُوْلُوْنَ اِنَّهٗ لَمَجْنُوْنٌ
“Dan sungguh, orang-orang kafir itu hampir-hampir menggelincirkanmu dengan pandangan mata mereka, ketika mereka mendengar Al-Qur’an dan mereka berkata, Dia (Muhammad) itu benar-benar orang gila.”
Dalam tafsir al-Mishbah, ayat di atas berisikan tentang kaum musyrikin mekah yang terus menerus mengganggu Nabi Muhammad saw. agar ia jemu dan menghentikan dakwah, hati mereka dipenuhi oleh kedengkian, kekufuran yang terus-menerus hampir menggelincirkanmu dengan pandangan mata mereka akibat kedengkian dan kebencian mereka. (M. Quraish Shihab, 268-269)
Dalam tafsir Al-Azhar, ahli-ahli tafsir menjelaskan panjang lebar tentang pengaruh mata. Tegasnya, ketajaman penglihatan mata itu bisa mempengaruhi orang yang dilihat atau diperhatikan dengan mata yang tajam itu. Orang menyebutnya mendapat penyakit ‘ain‛.
Keterangan Tafsir
Maka dalam ayat ini ahli tafsir menerangkan bahwa pandangan yang berapi-api, penuh kebencian dan penuh dengki terhadap Nabi nyaris saja menggelincirkan Nabi. Artinya bisa saja mempengaruhi Nabi, menimbulkan keraguan beliau dalam menghadapi tugasnya, baik timbul kemarahan atau kecewa seperti Nabi Yunus, atau beliau jatuh sakit. Tetapi karena jiwa orang yang bertauhid itu jauh lebih kuat dan jiwa Nabi pun jauh lebih kuat daripada jiwa Nabi Yunus, maka penglihatan yang penuh benci, penuh dengki itu akhirnya tidak ada pengaruhnya sama sekali. (Hamka, 72-73)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, hakikat ‘ain dapat dilihat dari penggalan ayat QS. Al-Qalam/68: 51 yaitu Ibnu Abbas, Mujahid dan yang lainnya mengatakan, ‘benar-benar menggelincirkan kamu’ (ليزلقونك بأبصارهم) maksudnya adalah hendak menggelincirkan dengan pandangan mereka, artinya mereka dengki kepadamu karena kebencian mereka terhadapmu.
Kemudian kata بصر yang dimaksud ayat di atas adalah sesuatu yang di dalamnya terdapat kekuatan untuk memandang. Pandangan mata akibat dorongan apa pun, jika dirasakan oleh orang yang di pandang dan dia tidak kuat, dapat saja menjatuhkan siapa yang di pandang. (M. Quraish Shihab, 269)
Pengobatan dan Pencegahan ‘Ain
Dalam beberapa hadis diberitakan mengenai cara-cara mengobati penyakit ‘ain.
“‘Ain itu benar adanya. Andaikan ada perkara yang bisa mendahului takdir, maka itulah ‘ain. Maka jika kalian mandi, gunakanlah air mandinya itu (untuk memandikan orang yang terkena ‘ain)” (HR. Muslim no. 2188).
Namun, bila tidak diketahui orang yang menjadi penyebab ‘ain, maka dengan ruqyah syar’iyyah. “Wahai Rasulullah, Bani Ja’far terkena penyakit ‘ain, bolehkah kami minta mereka diruqyah? Nabi menjawab: boleh. Andaikan ada yang bisa mendahului takdir, itulah ‘ain” (HR. Tirmidzi no.2059)
Adapun pencegahan ‘ain, menurut Ibnu hajar dalam Fathul Bari berkata, sesungguhnya penyakit ‘ain bisa terjadi karena adanya perasaan kagum sekalipun perasaan tersebut tidak disertai dengan rasa dengki walaupun datangnya dari seorang yang mencintai dirinya atau orang yang saleh. Maka sepantasnya bagi seorang yang kagum dengan sesuatu yang terdapat pada diri temannya untuk secepatnya berdoa bagi keberkahan sesuatu yang dikaguminya tersebut, dan hal itu sebagai ruqyah baginya dari penyakit ‘ain.
Itulah mengapa kita disarankan untuk mengucapkan kalimat-kalimat barakallah, masyaAllah, ketika mengagumi sesuatu yang kita pandang. Bahkan walau hanya dari yang terdengar meski tidak melihat. Sebagaimana Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menjelaskan bahwa: jiwa orang yang menjadikan penyebab ‘ain bisa saja menimbulkan penyakit ‘ain tanpa harus dengan melihat. Bahkan terkadang ada orang buta kemudian diceritakan kepadanya tentang sesuatu perkara kepadanya. Jiwanya bisa menimbulkan penyakit ‘ain meskipun dia tidak melihatnya.
Dalam Hadis Nabi
Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
إذا رأى أحدكم من نفسه و أخيه ما يعجبه فليدع بالبركة فإن العين حق
“Jika salah seorang dari kalian melihat pada diri saudaranya suatu hal yang menakjubkan maka doakanlah keberkahan baginya, karena ‘ain itu benar adanya” (HR. An Nasa’i no. 10872)
Tak hanya itu, kita pun dianjurkan untuk tidak mengumbar nikmat. Syaikh Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika mengomentari surah Yusuf ayat 5, menurutnya ayat itu mengisyaratkan bolehnya menyembunyikan kenikmatan. Hal ini dikhawatirkan memicu hasad dan kebencian seseorang. Maka cara agar paling aman agar terhindar dari hasad seseorang adalah menyembunyikan nikmat yang diperolehnya. (Fatawa Ibnu Taimiyah, 18/15)
Selain itu, merutinkan dzikir pagi dan sore dapat membentengi kita dari segala kejahatan, termasuk terjaga dari ‘ain. Misalnya saja seperti dzikir berikut:
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لامَة
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari godaan setan, binatang beracun dan dari pengaruh ‘ain yang buruk.” (HR. Bukhari, no. 3371).
Kesimpulannya, mengobati ‘ain adalah dengan cara memandikan dari air bekas yang menyebabkan ‘ain serta ruqyah syar’iyyah. Adapun pencegahannya adalah dengan selalu mendoakan keberkahan dalam memuji sesuatu, menyembunyikan nikmat yang dikhawatirkan mengundang hasad, serta merutinkan dzikir pagi dan petang.
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.