Secara istilah tarjih dapat diartikan dalam ilmu ushul fiqih sebagai menguatkan salah satu dalil atas yang lain. Sehingga diketahui mana yang kuat lalu diamalkan yang lebih rajih (kuat) dan ditinggalkan yang dhaif (lemah).
Namun pendefenisian tarjih berkembang dalam lingkup Muhammadiyah dan bergeser kepada makna yang lebih luas sebagai kegiatan ijtihad. Tarjih dapat diartikan dengan aktifitas intelektual dalam merespons berbagai masalah sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam. Dalam istilah ini, Prof. Syamsul Anwar menyamakan kegiatan tarjih tersebut sebagai bentuk Ijtihad secara kolektif dalam bersungguh-sungguh mendapatkan hukum syara’.
Kegiatan Ijtihad ini tidak hanya dalam rangka mengistinbat suatu hukum dari dalil-dalil syara’. Tapi juga memasuki ijtihad ke dalam dimensi penafsiran al-Qur’an. Karena sebagaimana al-Qur’an itu pedoman shahih li kulli zaman wa makan (selalu sesuai dalam setiap waktu dan tempat), memerlukan penafsiran al-Qur’an yang merespon konteks kekinian.
Prof. Asjmuni Abdurrahman menulis bukunya “Manhaj Tarjih Muhammadiyah”, mengenai metode Ijtihad yang digunakan dalam menafsirkan al-Qur’an. Ada 3 metode ijtihad yang dalam penggunaannya untuk menafsirkan Al-Qur’an, yaitu: Ijtihad Bayani, Ijtihad Qiyashi dan Ijtihad Istilahi.
Ijtihad Bayani
Bayan sendiri dalam istilah bahasa arab sendiri dapat berati keterangan atau penjelasan. Karena itu dalam ijtihad bayan ini berusaha memahami untuk mendapatkan hukum dari nash-zhanni kepada nash-qath’i. Ijtihad bayani terfokus pada bayan nash al-Qur’an yang perlu mendapatkan penjelasan karena masih zhanni dalalahnya. Seperti ungkapan yang mujmal yang memerlukan tafshil (rincian).
Ulama Hanafiah menyebutkan bahwa ada lima macam bayan. Hal itu dikemukakan atas rujukan kitab Kasyf Asrar oleh al-Bazdawi. Dalam kitab itu dikemukakan, bahwa keterangan (al-bayan) terhadap nash ada lima, yaitu:
- Bayan Taqrir. Yaitu bayan yang menguatkan makna ungkapan yang menuju kepastian atau yang memberikan tambah jelasnya yang dimaksud, baik makna kata-kata maupun ungkapan dalam nash atau dalil. Seperti ungkapan yang bermakna khusus tetapi sebenarnya mengandung makna yang umum.
- Bayan Tafsir. Yaitu bayan yang memberikan penjelasan terhadap kata atau ungkapan dalam al-Qur’an yang mengandung makna tersembunyi. Seperti lafazh yang musytarak (makna ganda). Misalnya, kata quru’ yang bisa bearti suci dan haid.
- Bayan Taghyir. Yaitu bayan yang mengubah dari makna dzahir menjadi makna yang dituju, seperti kata-kata yang mengandung istitsna’ (pengecualian). Dalam hal ini, usaha yang dilakukan adalah mencari mukhasis (dalil yang mengkhususkan) dari makna yang umum.
- Bayan Tabdil. Yaitu usaha mencari penjelasan dengan jalan nashk. Maksudnya, mencari apakah ada nasikh-mansukh dalam hukum masalah yang dicari. Terlepas pendapat ulama bahwa ada tidaknya nasikh-mansukh dalam al-Qur’an, yang jelas al-Qur’an bukanlah menghapus ayat terhadap yang lain, tetapi mentakhsiskan ayat yang bermaksud umum oleh ayat-ayat yang khusus.
- Bayan Dlarurah. Yaitu keterangan yang tidak disebutkan tetapi tidak boleh tidak harus diungkapkan. Bayan ini tidak berupa kata-kata, tetapi sesuatu yang didiamkan. Seperti contohnya ayat warisan, yang tidak disebutkan ketentuan sisa bagian warisan.
Ijtihad Qiyashi
Ijtihad ini dilakukan untuk mendapatkan hukum suatu masalah yang tidak ada nashnya secara langsung, dengan menyamakan suatu masalah yang ada nashnya berdasarkan kesamaan illat. Sebagian para ulama mendefenisikan illat dengan suatu sifat (yang berfungsi) sebagai mengenal suatu hukum. Penafsiran ayat al-Qur’an dengan metode Qiyashi (analogi) ini dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu.
Misalnya hukum menghisap ganja. Walaupun secara langsung hukum menghisap ganja tidak disebutkan dalam nash al-Qur’an maupun al-Sunnah yang menunjukan hukumnya, maka dicari kesamaan illat yang sama dengan menghisap ganja.
Illat yang diambil dalam memakai ganja adalah mengakibatkan pemakainya menjadi mabuk dan kehilangan akal kesadarannya. Maka hukum yang sama dengan illat tersebut yang telah ada dalam nash-nash adalah keharaman meminum khamr, yang mengakibatkan para penggunanya lalai dalam mengingat dan beribadah kepada Allah. Al-Qur’an tegaskan dalam surah al-Ma’idah ayat 91:
“Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?“
Ijtihad Istishlahi
Ijtihad dengan mencari ketentuan hukum sesuatu masalah yang tidak ada ketentuan nashnya, dengan mendasarkan pada kemaslahatan yang akan dicapai. Metode ijtihad ini tidak didasarkan pada nash khusus, tetapi didasarkan ada jiwa syari’ah yang terkandung pada semua nash ialah mashlahah. Dalam mencapai kemaslahatan ini dapat ditempuh dengan beberapa metode:
- Metode Istishan. Yaitu mengecualikan dari nash umum yang melarang dengan membolehkannya, karena adanya kemaslahatan yang akan dicapai atas dasar darurat, karena ada suatu dalil syara’ yang mengharuskan meninggalkannya.
- Metode Saddu dzari’ah. Yaitu kebalikan dari istishan, yang membolehkan melakukan sesuatu itu. Tetapi kalau dibolehkan itu akan menimbulkan mafsadat (kerusakan). Maka dalam menutup yang dapat menuju kerusakan itu dinamakan saddu dzari’ah.
- Metode Maslahah Mursalah. Ijtihad dalam metode ini melihat seberapa besar suatu masalah dapat mendatangkan mashalah (maslahat) atau mafsadat (kerusakan) yang harus dihindari.
- Metode Urf. Metode ini berdasar pada adat atau kebiasaan yang telah ada, asal tidak bertentangan nash dan tidak mendatangkan mafsadah yang besar.
- Ijtihad dalam menafsirkan ayat kauniyah ( gejala alam). Ijtihad ini ditempuh dengan menganalisis kebahasaan dan menggunakan sandaran nash dari hadits rasul. Serta mencari persesuaian antara ayat al-Qur’an dengan menggunakan pendapat dari teori ilmu pengetahuan modern, yang tentu saja membawa maslahah. Hal seperti ini dalam ilmu tafsir disebut sebagai tafsir ilmi.
Memahami ayat-ayat kauniyah tidak hanya kita berfikir secara tekstual, tetapi juga mengambil pelajaran-pelajaran dan memfikirkannya untuk kemaslahatan umat manusia. Nabi pun menyerahkan kepada ummat dan sekaligus membolehkan tuntunan al-Qur’an dengan memanfaatkan alam untuk digunakan kemaslahatan umat manusia.
Nabi bersabda : “Kamu lebih mengetahui urusan-urusan duniamu”. Artinya, dalam menghadapi persoalan-persoalan tertentu, dan karena apa yang dijelaskan dalam ajaran Islam terkadang masih bersifat umum, untuk tekhnis operasionalnya diserahkan kepada ummat. Tentu yang pastinya membawa kepada maslahat.
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.