“Dari generasi ke generasi westernisasi senantiasa bermetamorfosis lalu bersemayam di dalam jiwa manusia. Kemajuan dunia Barat sesungguhnya telah memberikan dekonstruksi dalam pemikiran, lemah akidah dan lemah pengetahuan.”
Sebagai pembuka dalam artikel ini, mari bersama-sama kita mengetahui terlebih dahulu apa itu “Westernisasi”? Mungkin, sebagian khalayak umum sudah mengetahui makna dari kata tersebut. Dan bagi masyarakat yang kini sedang mempelajari ilmu pengetahuan tentang “pemikiran” maka seharusnya sudah tidak asing lagi dengan kata “westernisasi” tersebut.
Westernisasi adalah salah satu program yang dirancang oleh bangsa Barat. Dengan tujuan mengakomodir semua pola kehidupan masyarakat agar digiring untuk mengikuti budaya dan kebiasaan bangsa Barat. Gerakan ini juga berupaya menjadikan seluruh umat Muslim mengikuti paradigma dan gaya barat. Baik itu dalam aspek politik, sains dan religiusitas.
Sejarah Barat adalah sejarah mencari sebuah “kebenaran” (searching of the truth). Tetapi, mencari kebenaran di Barat lebih penting dari pada kebenaran itu sendiri. Mencari untuk mencari, ilmu untuk ilmu, seni untuk seni. Sesudah “membunuh Tuhan” Barat mengangkat Tuhan baru mereka sendiri yaitu logocentrisme dan rationalisme.
Lemahnya Benteng Umat Muslim
Anehnya, umat Muslim sendiri gamang dalam menghadapi permasalahan ini. Mereka cenderung diam dan akibatnya ikut terbawa dalam arus pemikiran ini. Dalam buku Cultural Schizophrenia, Islamic Society Confronting the West menjelaskan, bahwa setidaknya ada tiga sikap umat muslim menghadapi arus westernisasi ini. Satu di antaranya ialah tidak adanya perlawanan terhadap bangsa Barat.
Sementara umat Muslim sendiri kebingungan dalam menghadapi arus westernisasi ini, di Barat sendiri kritik terhadap program tersebut sudah menjadi hal yang biasa. Ada alasan mengapa bangsa Barat sendiri memberikan kritik terhadap program ini. Salah satunya ialah akan menyebabkannya kehancuran dalam masalah politik, ekonomi dan sosial masyarakat.
Serge Latouche, seorang professor kelahiran Perancis. Sebagai ahli dalam bidang ilmu filsafat dan ekonomi dari Universitas Paris ia mengkritik program westernisasi ini. Dalam bukunya yang berjudul L ‘occidantalisation du monde (The Westernization of the World). Ia menjelaskan bahwa program westernisasi akan menimbulkan ketimpangan sosial dan berujung kudeta. Kemudian puncaknya adalah tuntutan kebebasan massal (liberal) dan yang berujung pada erosi semua kultur barat.
Implikasinya Terhadap Kehidupan Umat Muslim
Umat muslim hendaknya bersikap tegas terkait arus westernisasi ini. Karena, ketika arus ini diberikan kelonggaran dalam penyebarannya, maka yang akan terjadi adalah sekularisasi dan liberalisasi. Keduanya akan ikut tersebar dan akan memecah belah ummat Muslim. Program ini telah dirancang bangsa Barat untuk merusak kepribadian seorang muslim melalui gerakan mereka yaitu: food, fun and fashion.
Westernisasi yang berujung pada sekularisasi dan liberalisasi ini tentu bukan hanya sekedar isu Barat pada bidang politik, ekonomi dan budaya saja. Akan tetapi, program ini juga menawarkan pola dalam bentuk daily activity atau wacana kehidupan (living discourse) yang berkiblat terhadap sumber peradaban barat.
Buktinya, saat ini, sebagian masyarakat Muslim seperti berbondong-bondong mengikuti gaya kehidupan Barat yang banyak melanggar etika Timur. Seperti memakai pakaian yang kurang etis, hedonis dan berprilaku yang berlebihan. Bahkan, banyak sekali masyarakat Muslim yang sudah terpengaruh pemikiran ini untuk melawan intiusi keagamaan.
Pada aspek intelektual, banyak dari cendikawan Muslim seperti berbondong-bondong merespon. Yaitu isu kebebasan, persamaan hak asasi, dan mereduksi sekaligus mendekonstruksi segala bidang ilmu pengetahuan tradisional. Seperti ilmu tafsir, hadist, fiqh, bahkan ilmu Al-Qur’an. Akhirnya, para cendikawan Muslim itu berfikir dengan pendekatan liberalistis bahkan sampai relativistis.
Tumbuhnya Faham Liberal-Sekularistik
Konsep westernisasi memberikan implikasi yang begitu besar terhadap umat Muslim. Bahkan, pada para cendikiawan Muslim. Para cendikiawan Muslim yang sangat apresiatif terhadap faham sekularisme memberikan penegasan. Bahwa sistem sekular adalah sistem Barat terbaik untuk diaplikasikan dalam kehidupan intelektual, sosial, dan politik umat Muslim.
Dampaknya adalah, tidak sedikit dari para cendikiawan Muslim yang berani dengan tegas menyatakan, “bahwa ilmu itu bebas nilai”. Bahkan “nilai-nilai agama tidak boleh menjadi undang-undang,” dan lain sebagainya.
Pengaruh barat terhadap pemikiran umat Muslim tidak hanya dalam akademik saja. Pengaruh westernisasi ini kian sudah masuk dalam pikiran masyarakat awam. Dari pengaruh opini di media masa dan juga pada jejaring sosial.
Penganut paham liberal menjadikan Barat sebagai tujuan dan kiblat kehidupan. Bahkan sebagai worldview mereka. Sama seperti halnya orang yang memiliki agama. Yaitu mereka yang beragama Islam, Kristen, Hindu adalah sama-sama menjadikan agama sebagai pandangan hidup. Namun, ketika sebuah komponen atau suatu pandangan hidup dimasuki oleh pandangan hidup lain. Maka yang terjadi adalah kebingungan (confusion) dalam berfikir.
Penguatan Dalam Akidah
Benar saja, ketika pemikiran liberal yang menganggap bahwa segalanya itu bebas nilai merasuki anak-anak muda muslim. Maka mulut yang tadinya membela Islam itu akan membelot membela orang-orang liberal-sekularistik.
Maka disinilah kita perlu belajar akidah dengan benar dan tepat. Akidah seorang muslim yang kuat akan bisa membendung dan melindungi hati serta pikiran dari pemahaman-pemahaman liberal. Terlebih lagi pada zaman sekarang ini, banyak sekali opini-opini yang menyeret kaum Muslim menjadi liberal. Terakhir pada artikel ini, jika umat Muslim ingin maju dan berkembang jangan meniru Barat. Umat Muslim memiliki pedoman untuk memberikan kemajuan dalam peradaban dunia. Yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka ketika umat ingin maju, maka tirulah bagaiamana para sahabat dalam membangun peradaban dunia dan menyebar luaskan ajaran agama Islam.
Penyunting: Ahmed Zaranggi Ar Ridho
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.