Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Pendidikan Karakter Perspektif KH. Hasyim Asy’ari

Hasyim Asy'ari
Sumber: nu.or.id

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil.

Pendidikan Karakter KH. Hasyim Asy’ari

Sedangkan pola pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang pendidikan karakter dalam kitabnya itu, beliau mengawali penjelasannya dengan mengutip ayat-ayat Al-Quran dan hadis, yang kemudian dijelaskan secara komprehensif. Misalnya, beliau menyebutkan bahwa tujuan utama dari menuntut ilmu pengetahuan adalah mengamalkannya. Hal ini, dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat. Sebagaimana dijelaskan oleh kiai Hasyim dalam kitabnya, yaitu;

وغاية العلم العمل به، لانه ثمرته وفائدة العمر وزاد الأخرة. فمن ظفربه سعد ومن فاته خسر

“Ujung dari sebuah ilmu adalah pengamalan. Karena pengamalan adalah buah dari ilmu itu sendiri, fungsi daripada umur, dan bekal untuk akhirat nanti. Barang siapa yang memperoleh ilmu, maka ia akan bahagia. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka ia termasuk golongan orang–orang yang merugi”.

Selain itu, karakteristik pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang pendidikan karakter, dapat dikategorikan ke dalam corak yang praktis dan berpegang teguh pada Al-Quran dan hadis. Kecenderungan lain dari pemikiran beliau adalah mengetengahkan nilai-nilai etis yang bernafaskan sufistik. Kecenderungan ini bisa dilihat dari gagasan-gagasannya, misalnya keutamaan menuntut ilmu. Menurut KH. Hasyim Asy’ari, ilmu dapat diraih jika orang yang mencari ilmu menyucikan hati dari segala kepalsuan, noda hati, dengki, iri hati, akidah yang buruk dan akhlak tercela.

Pemikiran pendidikan berkembang sejak masa awal Islam hingga sekarang. Ciri khas sebuah pemikiran dipengaruhi oleh konstruk sosial politik dan keagamaan. Sehingga sebuah pemikiran atau literatur dengan keadaan sosial ketika itu memiliki korelasi yang signifikan. Artinya, lingkungan sosial masyarakat dan pengalaman pribadi akan mempengaruhi pola pikirnya.

Baca Juga  Wasiat Luqman Al-Hakim; Pendidikan Karakter dalam Al-Qur’an

Karakter Pemikiran Pendidikan Kiai Hasyim

Karakter pemikiran pendidikan KH. Hasyim Asy’ari dapat digolongkan ke dalam garis mazhab Syafi’iyyah. Sebagai buktinya adalah ia sering kali mengutip tokoh-tokoh Syafi’iyyah, termasuk Imam Syafi’i sendiri. Hal ini dimungkinkan oleh faktor bahwa pengalaman pendidikan, terutama pengajaran di beberapa pesantren Jawa didominasi oleh kitab-kitab menurut mazhab Syafi’i.

Adapun hal lain yang menjadi kecendrungan pemikiran pendidikan KH. Hasyim Asy’ari adalah mengetengahkan nilai-nilai estetika yang bernafaskan sufistik. Oleh karenanya pandangan tentang pendidikan selalu berorientasi pada landasan Islam yang bersumber pada wahyu dan pendekatan diri melalui cara sufi. Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari mengartikan bahwa yang menjadi sentral pendidikan adalah hati.

Dalam membahas pendidikan, istilah yang digunakan oleh kiai Hasyim adalah ta’lim. Sedangkan makna ta’lim sendiri adalah pengetahuan untuk menunjukkan proses belajar mengajar. Terbatas pada proses pengembangan aspek kognitif. Akan tetapi, kiai Hasyim memaknai ta’lim tidak terbatas pada ranah kognitif saja, namun membahas masalah etika. Hal ini bisa kita lihat dalam karya beliau adabul ‘alim wal muta’alim terkait dengan karakter yang harus dimiliki oleh seorang pendidik dan peserta didik.

Selain itu, kiai Hasyim juga memberikan definisi pendidikan. Pendidikan menurut beliau adalah suatu upaya memanusiakan manusia secara utuh. Sehingga manusia bisa takwa (takut) kepada Allah SWT, dengan benar-benar mengamalkan segala perintah-Nya. Mampu menegakan keadilan di muka bumi, beramal saleh dan maslahat. Maka pantas saja menyandang predikat sebagai makhluk yang paling mulia dan lebih tinggi derajatnya dari segala jenis makhluk Allah lainnya.

Tujuan Pendidikan

Selain itu, menurut Kiai Hasyim Asy’ari tujuan dari sebuah ilmu pengetahun (pendidikan) adalah mengamalkan ilmu dalam tingkat lebih praktis. Yakni dengan memanifestasikan dalam bentuk perbuatan. Perbuatan-perbuatan yang didasarkan atas ilmu pengetahuan akan memberi kemanfaatan tersendiri yang menjadi bekal dalam kehidupan di akhirat.

Baca Juga  Mengenal Asy-Syifa: Pendidik Perempuan Pertama di Masa Rasulullah

Hal ini selaras dengan pemikiran Al-Ghazali tentang pendidikan dan pengajaran. Yaitu tujuan akhir yang ingin dicapai adalah insan purna yang bertujuan untuk mendekatkan diri pada Allah dan insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Pemikiran Al-Ghazali tentang pendidikan lebih banyak menggunakan tasawuf dalam mengembangkan pola rasa atau intuisi sebagai dasar pijakannya. Hal ini terlihat dari pola pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan yang bermuara pada kebahagiaan dunia akhirat.

Namun, untuk mencapai hal tersebut menurut Kiai Hasyim haruslah melalui pendidikan karakter. KH. Hasyim Asy’ari meyakini bahwa dalam meluruskan karakter dan mendidik akhlak melalui pendidikan budi pekerti adalah sebuah keniscayaan. Bahkan lebih lanjut dijelaskan operasional pendidikan pada hakikatnya adalah proses saling mempengaruhi antara fitrah dengan lingkungan.

Kiai Hasyim berpendapat fitrah manusia dan lingkungan sama-sama saling mempengaruhi dalam membentuk kepribadian seseorang. Hal ini dinilai bahwa pendidikan banyak memberikan andil dalam rangka memperbaiki, menyempurnakan dan mendidik moral manusia. Dalam proses belajar mengajar misalnya. Agar mencapai tujuan yang diharapkan, dengan cara mengaplikasikan perilaku-perilaku yang luhur. Segala kondisi yang terjadi, peserta didik senantiasa meresponnya dengan kebaikan budi dan akhlaq al-karimah.

Pengaruh Lingkungan pada Pembentukan Karakter

Pendidikan karakter mempengaruhi fitrah manusia dengan lingkungannya. Berada di tengah lingkungan rumah, sekolah maupun masyarakat akan membentuk integritas kepribadian anak, dan anak itu sendiri harus mampu menyaring nilai-nilai karakter yang nantinya akan dipergunakan untuk kehidupannya. Dalam hal ini, bagi peserta didik dan pendidik hendaknya meluruskan niat dan memperhatikan etika (adab) yang mencerminkan budi pekerti luhur dan segalanya disandarkan kepada Allah SWT.

Baca Juga  Pekerjaan Rumah Tangga Tugas Perempuan (Istri). Kata Siapa?

Dari itu, Kiai Hasyim berpandangan bahwa seorang pendidik yang baik adalah, selain mengusai keempat bidang kompetensi guru. Juga menjaga akhlaknya (karakter) dalam keseluruhan hidupnya. Tidak hanya peserta didik yang dituntut berkarakter baik. Apalah artinya etika hanya diterapkan pada peserta didik,  jika guru yang mendidiknya tidak mempunyai karakter mulia.

Hal ini selaras dengan pendapat Al-Ghazali yang mengatakan bahwa akhlak (karakter) yang harus dimiliki oleh guru ialah: memiliki sifat kasih sayang dan lemah lembut terhadap seorang anak didik yang kurang pandai; membimbing seorang anak didik yang bebal, tidak boleh memarahi seorang murid yang bodoh; terbuka atas pendapat orang lain atau menerima hujjah atau dalil yang dihadapkan kepadanya; dan memberikan perhatian yang serius ketika ada seorang murid yang bertanya dengan cara yang baik.

Dengan demikian, dalam proses mencari dan menyebarluaskan ilmu dilihat dari tujuan utamanya adalah mengharapkan ridha Allah semata. Sehingga pentingnya usaha yang mendorong terbentuknya karakter positif dalam perilaku manusia adalah menghayati nilai-nilai luhur yang dianggap baik dan berpegang teguh pada ketauhidan.

Penyunting: M. Bukhari Muslim

Lahir di Sumenep 07 November 2000. Pengurus PC IPNU Kangean sekaligus mahasiswa STIKA Al-Hidayah Arjasa Kangean dan tinggal di Ponpes Al-Hidayah sebagai santri aktif.