Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Pemikiran Isma’il Raji al-Faruqi tentang Tauhid

al-Faruqi
Gambar: Surau.co

Agama adalah kenyataan terdekat dan misteri terjauh. Kedekatannya dinilai dari posisi agama di kehidupan manusia setiap harinya, begitu misterius karena sering menampakkan sesuatu yang berlawanan. Kita dapat memahami agama dengan cara pendekatan ilmu teologi, dalam agama Islam lebih dikenal dengan ilmu tauhid.

Bagi setiap muslim yang beriman dianjurkan untuk bertauhid, meyakini bahwa Allah Swt adalah esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Tauhid merupakan platfrom di mana seorang muslim harus bisa mengkondisikan emosi, pikiran dan tindakannya.

Pada kesempatan kali ini, penulis akan mengulas terkait bagaimana tauhid dalam pemikiran Isma’il Raji al-Faruqi. Isma’il Raji al-Faruqi adalah seorang cendekiawan Muslim terkemuka pada abad ke-20, pemikirannya mendalam terlebih pada persoalan agama. Pendekatan yang ketat dan logika tangguh yang dimiliki Isma’il Raji al-Faruqi melahirkan standar keilmuan Islam ke tingkat yang lebih tinggi, Ia juga menciptakan dasar-dasar interpretasi dan analisis baru tentang ketuhanan.

Tauhid dalam Pemikiran Isma’il Raji al-Faruqi

Tauhid dalam pemikiran Isma’il Raji al-Faruqi terbagi menjadi beberapa aspek. Pertama, tauhid sebagai pengalaman beragama. Filsuf–teolog muslim telah membahas terkait keteraturan alam semesta selama berabad-abad dan terbukti bahwa segala sesuatu terjadi karena ada yang menggerakkan.

Perubahan ruang dan waktu bertujuan untuk menjaga agar manusia mengetahui keharusan moral setiap individu. Manusia diberkahi indra, nalar, pemahaman dan intuisi, semua fitrah tadi kemungkinan untuk mencari kehendak Illahi.

Kedua, tauhid sebagai worldview, terkadang budaya, keragaman, pembelajaran, kekayaan dan sejarah, kebijaksanaan dan peradaban Islam dipadatkan dalam kalimat syahadat. Tauhid adalah pandangan umum dari realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu, sejarah manusia dan takdir.

Dari sini kemudian terbentuk beberapa prinsip, di antaranya; dualitas yakni realitas antara pencipta dan makhluk, ideasionalitas yaitu sifat dari hubungan dua tatanan realitas, teologi yakni adanya ikatan alam dengan Tuhan, kapasitas manusia dan sifat lunak alam yaitu segala sesuatu diciptakan dengan tujuan – totalitas keberadaan, tanggung jawab dan penilaian.

Baca Juga  Menuju Proyek Manusia-Dewa dan Tantangan terhadap Al-Quran

Ketiga, tauhid sebagai prinsip ilmu pengetahuan, Islam menjadikan iman sebagai dasar landasan ilmu yang dimaksud adalah seorang muslim beriman dan beramal dengan ilmu. Iman dalam Islam merupakan kebenaran yang dianugerahkan pada akal pikiran.

Kebenaran dari iman bukanlah sebuah misteri yang sulit dipahami oleh akal namun sifatnya sangat rasional dan kritis. Jika seseorang tidak berlandaskan tauhid maka ilmu pengetahuan yang dimiliki akan bebas dan sekuler. Al-Faruqi menegaskan bahwa tauhid adalah sumber kebahagiaan, realitas batin dan keimanan yang terus berkembang dalam hati.

Pengembangan Sains Berbasis Tauhid

Menurut al-Faruqi, Islam perlu mengembangkan ilmu tauhid dan mengkorelasikan dengan unsur yang lain, kesatuan ilmu pengetahuan (the unity of knowledge) yang mana memerlukan obyektif yang rasional dan pengetahuan kritis tentang kebenaran, kesatuan hidup (the unity of life) yaitu kesadaran dan pengabdian pada tujuan penciptaan, kesatuan sejarah (the unity of history) yang dimaksud adalah menerima kemasyarakatan dan aktifitas manusia yang tersirat dalam tujuan-tujuan umat dalam sejarah.

Ketika peradaban dunia dikuasai oleh Barat atau bisa disebut dengan westernisasi, yang mana merupakan tantangan besar bagi umat Islam. Worldview umat Islam telah dipengaruhi paham Barat, paham keadilannya berasas pada dasar-dasar sekuler sehingga ilmu pengetahuan hanya merujuk pada kegunaan hidup dunia. Hal ini mengakibatkan keringnya ilmu pengetahuan karena terpisah dari nilai-nilai ketauhidan.

Melihat keterpurukan Islam dalam bidang tersebut, Isma’il Raji al-Faruqi menegaskan pentingnya mengkorelasikan antara ilmu dan agama. Islamisasi ilmu pengetahuan menjadi salah satu cara untuk membangun peradaban Islam yang lebih baik.

Keberadaan tauhid sebagai prinsip keilmuan diperlukan tujuannya sebagai penguasaan disiplin ilmu modern, penguasaan khazanah Islam, penentuan relevansi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern, pencarian sintesis kreatif antara khazanah Islam dan ilmu modern, pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah Swt.

Baca Juga  Mengenal Kitab Tafsir Al-Wadih Karya Mahmud Hijazi

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa konsep tauhid dalam kacamata Isma’il Raji al-Faruqi sangatlah luas dan bukan sekedar formalitas pengakuan secara lisan untuk berikrar atas keesaan Allah Swt dan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Tauhid mengakomodir seluruh aspek kehidupan sosial, menciptakan ikatan antara satu individu dengan individu yang lain. ‘At the core of religious experience stands God’. Wallahua’lam.

Penyunting: Bukhari