Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang dijadikan sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan dunia ini. Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad menjadi landasan utama dalam menetapkan suatu perkara agar tidak adanya lagi perseteruan dalam penetapannya. Al-Qur’an yang mengatur segala urusan baik sesama manusia maupun antara manusia dan Tuhan dan alam yang dimaksudkan untuk menjadi petunjuk (Daulay 2014).
Namun tidak semudah membalikkan telapak tangan, Al-Quran yang dianggap sudah sempurna masih mendapatkan kritikan yang pedas dari kalangan orientalis barat. Kajian tentang Islam menjadi kajian yang sangat menarik dikalangan orientalis ketika saat pertama Noldeke seorang tokoh orientalis menulis sebuah buku yang berjudul sejarah Al-Quran yang diterbitkan pada tahun 1860 di Jerman (Anshori 2019).
Biografi Singkat Theodore Noldeke
Dalam hal ini salah satu orientalis yang intens mengkritik wahyu Al-Quran yaitu Theodore Noldeke. Ia lahir di Jerman Kota Harburg 2 Maret 1836 (Kurdi 2017). Dikota tersebut ia menlanjutkan pendidikan ke universitas dan fokus mempelajari sastra klasik. Setelah itu Noldeke mulai mempelajari bahasan Semit, Ibrani dan Arab untuk menjadikan modal dalam mengkaji kitab-kitab terdahulu (Bloom Field, 2018). Noldeke pertama kali mengambil gelar doktornya di tahun 1856 dengan judul Disertasi “Tarikh Al-Quran”.
Ada yang menarik dari Noldeke walaupun ia sudah mengelilingi dunia namun satu negara yang ia tidak perna singgah yaitu Arab, padahal banyak studi-studinya yang menyangkut negara tersebut. Noldeke semasa hidupnya banyak menemukan manuskrip arab serta belajar kepada koleganya seperti Juynbold, Dezy, Kuenen dengan merekalah Noldeke belajar manuskrip Arab yang bermutu (Lestari, 2019). Hingga di masa ia wafat fokus dari kajiannya Adela bahasa Sumit dan kajian ke Islaman. Dengan pemikiran Noldeke yang banyak membahas tentang kewahyuan Al-Quran dan Nabi Muhammad sehingga ia dijuluki dengan father orientalis.
Pandangan Noldeke Tentang Wahyu Al-Qur’an
Pendirian yang tegas orientalis mengkaji wahyu Al-Qur’an dipengaruhi oleh beberapa kajian sebelumnya, yang menanamkan pemikiran buruk terhadap Islam dan Nabi Muhammad. Orientalis menganggap Al-Qur’an adalah hasil khayalan Rasulullah yang kemudian dijadikan sebagai sebagai rujukan yang tidak otentik (Dalam, Geschichte, and Qorans, n.d.2012). Begitupun dengan Theodore Noldeke yang dikenal banyak menghasilkan karya yang mengkritik Al-Quran. Noldeke merupakan orientalis yang menggugat orisinalitas dan otentisitas Al-Qur’an yang di wahyukan kepada Nabi. Karena Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam, walaupun banyak sekte Agama dan aliran pemahaman namun kitabnya tetap satu. Inilah yang menyebabkan orientalis khususnya Noldeke untuk mengurangi peran kitab tersebut dikalangan umat muslim.
Theodore Noldeke beranggapan bahwa al-Qur’an hasil duplikasi Nabi terhadap kitab-kitab sebelumnya. Ia mengukur kebenaran al-Qur’an dengan melihat Bibel (Zarkasyi 2011). Ada satu artikel Noldeke yang diterbitkan di Encyclopedia Britanicca Noldeke mengatakan banyak kekeliriuan dalam al-Qur’an karena kejahilan Nabi Muhammad, karena menganggap bahwa Muhammad dengan Al-Quran nya bertentangan dengan bible.
Tentunya pemikiran Noldeke ini banyak menginspirasi kaum orientalis yang lain untuk menyerang Islam dengan kajian yang tidak jelas metode dan proses analisis yang digunakan. Noldeke ingin menunjukkan bahwa Al-Quran bukanlah dari Allah melainkan hasil pikiran dari Nabi Muhammad (Qur 2012). Pada dasarnya Noldeke terpengaruh kepada pemikiran Abraham Geiger yang juga banyak mengkritik al-Qur’an. Yang bermuara kepada menuduh Nabi bahwa mengkitu kitab Yahudi yang kemudian dijadikan rujukan dalam menulis Al-Quran.
Kritik Noldeke Terhadap Kenabian Muhammad
Nabi Muhammad dikatakan telah mengadopsi beberapa kalimat dalam kitab Yahudi bahkan ada beberapa kata dalam Al-Quran yaitu di ambil dari kitab Yahudi (Zulhamdani 2017). Dalam pengkajian Noldeke ia membagi surat-surat dalam Al-Quran menjadi dua yaitu makiyyah dan madaniyyah bahkan mengkaji gaya bahasa, kosa kata, dan lain sebagainya untuk mencari bukti adanya kebohongan yang dilakukan oleh Muhammad (Romdhoni, n.d:2012). Orientalis dalam mengkaji tentang Islam menggunakan tiga metode pada umumnya. pertama, pendekatan Filologi, pendekatan kritik sejarah dan pendekatan ontologi.
Dengan itu, Noldeke mengkritk al-Qur’an dengan ketiga metode itu. Krtik sejarah menjadi acuan orientalis dalam mengkaji Al-Quran seperti penulis telah jelaskan di atas. Noldeke juga mempersoalkan ke ummian Nabi yang dianggap tidak mampu membaca kitab-kitab terdahulu, bahkan kisah-kisah tentang Nabi di dalam Al-Quran merupakan penjiplakan atas kitab Yahudi (Qur 2012).
Yang paling parah lagi Noldeke menganggap Nabi gila saat menerima wahyu pertamanya, ini disebabkan dalam kisah dikatakan Nabi kelihatan bui-bui putih dimulutnya dan wajah Nabi menjadi merah dan terkena penyakit gila. Itu merupakan tuduhan klasik yang selama ini digemborkan oleh Noldeke untuk mengjatuhkian citra Muhammad sebagai Nabi utusan Allah. Kajian-kajian orientalis walaupun ada beberapa muslim yang menganggap membantu Islam dalam kajian ilmiah namun pada dasarnya mereka tetaplah orientalis yang tidak menyukai Islam.
Editor: An-Najmi Fikri R
Leave a Reply