Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Pandangan Islam Terhadap Vaksin Covid-19: Apakah Halal?

vaksin
Sumber: https://www.freepik.com/

Vaksin berasal dari bahasa latin yaitu vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi). Vaksin ialah bahan antigenik yang digunakan guna menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga bisa mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau liar. Definisi vaksin adalah bahan yang digunakan dalam menstimulus atau merangsang pembentukan antibodi yang dimasukkan ke tubuh manusia melalui mulut atau lewat suntikan.

Memberikan vaksin atau vaksinasi merupakan salah satu cara untuk mencegah penyakit utamanya. Penyakit-penyakit infeksi yang bisa menular karena bakteri atau virus. Seperti penyakit campak, polio, difteri, meningitis, tetanus, hepatitis, dan lain sebagainya.

Hukum Islam Terhadap Vaksin

Pemberian vaksin untuk menjaga kesehatan merupakan sesuatu yang sesuai dengan ajaran Islam. Ajaran Islam mengatakan bahwa kita harus melindungi nyawa seseorang. Vaksin digunakan dalam rangka melindungi seseorang dari ancaman penyakit.

Namun, sebagaimana diketahui, masih ada beberapa vaksin yang diproduksi dengan menggunakan bahan-bahan yang tidak halal.

Dalam konteks ini, pemakaian barang tidak halal memang tidak diperbolehkan dalam Islam. Akan tetapi, meski mengandung bahan tidak halal, vaksin masih tetap bisa diberikan pada bayi dengan dasar dilakukan karena kondisi darurat.

Apakah Vaksin Covid 19 Halal?

Dilansir dari laman resmi yang juga merupakan pusat informasi Covid-19, Wakil Presiden Republik Indonesia, KH. Ma’ruf Amin memastikan bahwa vaksin yang akan disuntikkan pada jutaan masyarakat Indonesia sudah melalui beberapa tahap uji klinis.

Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa vaksin ini sejalan dengan ajaran syariat Islam dan hadits-hadits Nabi Muhammad. Hal ini juga sejalan dengan tujuan yang disyariatkan ajaran Islam yakni maqashid asy-syariah yang memuat lima hal; menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga harta, menjaga keturunan dan menjaga akal.

Baca Juga  Sekilas Memahami Keutamaan Zakat dalam Islam

Dari 5 ini,  dalam kondisi yang normal, menjaga agama itu nomor satu. Nomor dua menjaga jiwa atau hifdzun nafs. Tapi dalam keadaan yang tidak normal seperti masalah pandemi, menjaga keselamatan jiwa menurut syariat itu nomor satu. Karena menjaga jiwa tidak ada alternatifnya, tidak bisa digantikan yang lainnya. Maka harus diutamakan.

Terjadi Juga di Zaman Nabi

Wabah penyakit terjadi juga di masa Rasulullah SAW meskipun bukan virus corona. Wabah tersebut salah satunya kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya. Nabi memerintahkan tidak dekat-dekat atau melihat orang yang mengalami lepra atau leprosy.

اَ تُدِيمُوا النَّظَرَ إِلَى الْمَجْذُومِينَ

Artinya: “Jangan kamu terus menerus melihat orang yang menghidap penyakit kusta.” (HR Bukhori)

Hadist ini dinilai hasan dan sesuai bakteri penyebab kusta yang ternyata mudah menular antar manusia. Nabi Muhammad SAW juga pernah memperingatkan umatnya jangan berada dekat wilayah yang sedang terkena wabah.

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Artinya: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)

Hadist ini mirip metode karantina yang kini dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit. Selain kusta, Nabi Muhammad SAW juga pernah menghadapi wabah di masa hijrah ke Madinah. Saat itu situasi Madinah dikatakan sangat buruk dengan air yang keruh dan penuh wabah penyakit.

Menghadapi situasi tersebut, Nabi Muhammad SAW meminta pengikutnya untuk sabar sambil berharap pertolongan dari Allah SWT. Seperti diceritakan Aisyah, mereka yang bersabar dijanjikan syahid.

Dalam hadist juga disebutkan janji surga dan pahala bagi yang bersabar saat menghadapi wabah penyakit.

Baca Juga  Tuntunan Membangun Keluarga Harmonis dalam Islam

‏ الطَّاعُونُ شَهَادَةٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya: “Kematian karena wabah adalah surga bagi tiap muslim (yang meninggal karenanya). (HR Bukhori)

***

Selain di masa Rasulullah, kisah wabah penyakit juga ada di masa khalifah Umar bin Khattab. Dalam hadist diceritakan, Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam saat kabar wabah penyakit diterimanya dalam perjalanan.

Hadist yang dinarasikan Abdullah bin ‘Amir mengatakan, Umar kemudian tidak melanjutkan perjalanan.

أَنَّ عُمَرَ، خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ، فَلَمَّا كَانَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ، فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ “‏ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ ‏”‏‏

Artinya: Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhori).

Editor: An-Najmi Fikri R