Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Orientalis yang Karyanya Diakui pada Bidang Tafsir Al-Qur’an

izutsu

Al-Qur’an adalah kitab suci bagaikan cahaya matahari yang tak pernah redup. Ilmu keislaman yang ada di dalamnya terus memancar, sehingga  setiap orang yang membacanya terdorong terus untuk melakukan pengamatan dan penelitian. Kitab suci ini dipercaya oleh umat Islam sebagai kitab petunjuk yang hendaknya dipahami. Kitab suci ini juga masih bersifat global, sehingga dibutuhkan penafsiran untuk memahaminya.

Seiring perkembangan zaman penafsiran terhadap al-Qur’an mulai bermunculan dengan berbagai corak, mulai dari corak hukum, kebahasaan, filosofis dan lainnya. Perbedaan ini di latar belakangi oleh perbedaan keadaan dan kemampuan sang mufassir bi qodri thoqoh al-basyariyyah.

Dewasa ini kajian tentang penafsiran dengan corak kebahasaan mulai berkembang, dan menghasilkan karya-karya yang gemilang, diantarannya adalah Muqotil bin Sulaiman (150 H) dengan kitabnya wujuh an-nazair, Harun bin Musa (170 H) kitabnya yg berjudul wujuh wa an-nazair fil qur’anil karim. Kajian ini terus dikembangkan oleh para intelek muslim diantaranya Nasr Hamid abu zaid & Amin al-Khulli.

Berangkat dari sini, seorang orientalis juga melakukan kajian terhadap al-Qur’an dan menghasilkan sebuah maha karya, yang karyanya banyak diminati oleh mufassir kontemporer untuk dikaji. Ia bernama Thoshihiko Izutsu seorang filsuf bahasa dan mistisme yang berasal dari Jepang. Ia tertarik dengan kajian tentang Al-Qur’an. Hasil dari ketertarikannya itu, ia berhasil mengahsilkan sebuah karya yaitu metodologi pemaknaan kata dalam al-Qur’an semantik.

Karya yang ia buat dihimpun dalam 3 buku (trilogi) yaitu: (Ethico Religius Concepts in The Quran (1960), God and Man in The Koran: Semantik of The Koranic Weltanschauung (1969), dan The Concept or Belief in Islamic Theology: a Semantikal Analysis of Iman and Islam (1969).

Thoshihiko Izutsu dan Semantiknya

Thosihiko Izutsu adalah seorang pakar ilmu pengetahuan (seorang orientalis) yang mengkaji al-Qur’an. Izutsu memeliki beberapa karya yang membahas tentang metode pengkajian al-Qur’an. Dia mengusung sebuah metode untuk memaknai al-Qur’an dengan menggunakan metode semantik. 

Walaupun Thoshihiko Izutsu seorang orientalis karya yang ia buat dinilai oleh para peneliti muslim sebagai karya objektif yang dapat dijadikan sebagai sebuah rujukan. Karyanya tidak seperti karya para orientalis awal yang memiliki pandangan yang bertentangan dengan keyakinan muslim.

Izutsu berhasil menyajikan karyanya dengan tetap mempertahankan objektifitasnya sebagai seorang peneliti. Dalam karyanya Izutsu menunjukkan keluasan pengetahuannya terhadap khazanah keislaman dan menunjukkan kekonsistenannya dalam memperkenalkan semantik, sebagai sebuah metodologi untuk memaknai dan menjelaskan sebuah kata dalam Al-Qur’an.

Secara bahasa kata semantik berasal dari bahasa Yunani yaitu semantikos, semainein, dari akar kata sema yang berarti tanda atau menandai. Adapun secara istilah semantik adalah studi tentang makna, yang artinya semantik mencoba untuk menyelidiki makna dari sebuah kata.

Menurut Thoshihiko Izutsu semantik adalah sebuah kajian terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan suatu pandangan yang akhirnya sampai pada pengertian konseptual weltanschauung atau pandangan dunia masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut. Dan tidak hanya sebagai alat bicara dan berpikir, tetapi juga pada konsep dan penafsiran dunia yang melingkupinya.

Pada penerapan Semantik yang diusung oleh Thosihiko Izutsu terdapat beberapa hal  yang harus untuk diperhatikan : Pertama, menentukan makna dan konsep yang akan dikaji dari sebuah kata. Biasa juga disebut sebagai kata fokus yang diliputi oleh kata kunci. Kedua, mencari makna dasar dan makna rasional dari kata fokus, dalam hal ini meliputi analisis sintagmatik (menemukan makna kata dengan memperhatikan kata di depannya dan dibelakangnya) dan paradigmatik ( mencoba untuk mengkomparasikan kata atau konsep dengan sinonimnya atau antonimnya.

Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah mencari makna diakronik (pelacakan kata dalam al-Qur’an dengan melihat penggunaannya pada masyarakat Arab, meliputi masa pra turunnya Al-Qur’an, turunnya Al-Qur’an dan pasca turunnya Al-Qur’an) dan makna sinkronik (pelacakan kata atau makna yang di titik beratkan pada perubahan bahasa dan pemaknaanya dari sejak awal kata tersebut digunakan hingga ia menjadi sebuah konsep tersendiri dalam Al-Qur’an). Dan yang terakhir adalah menentukan weltanschouung ( penentuan makna konseptual yang ditawarkan Al-Qur’an).

Contoh Penerapan Semantik Izutsu

Sebagai contoh Izutsu memberikan sebuah gagasan baru dalam memaknai kata Allah. Ia memberikan analisanya terhadap kata Allah dengan menggunkan metode semantik. Ia menemukan bahwa kata Allah itu tidak hanya dikenal pada masa turunnya Al-Qur’an atau diutusnya Nabi Muhammad SAW saja, akan tetapi jauh sebelumnya yaitu masa pra al-Qur’an kata Allah sudah dikenal secara luas, tidak saja di dalam batas-batas lingkungan Yahudi-Kristen yang monoteistik, tapi juga dikenal luas dikalangan orang-orang nomaden murni.

Dalam pemaknaannya Izustu menemukan fakta bahwa kata Allah pada masa pra al-Qur’an dan masa al-Qur’an sangat berbeda. Pada masa pra Al-Qur’an konsep kata Allah dimaknai sama dengan konsep alihah “tuhan-tuhan” atau “dewa-dewa” yaitu sebagai tuhan yang sama dengan yang lainnya. Sedangkan konsep Allah pada masa Al-Qur’an dimaknai sebagai kata fokus sentral, yang mempunyai otoritas tertinggi dan tidak ada yang menyamainya. Ini merupakan salah satu perbedaan fundamental antara keduanya.

Pada akhirnya Thoshihiko Izutsu dengan menggunakan pendekatan semantik yang ia kembangkan, dia berhasil memberikan pandangan yang relevan dan objektif. Sehingga para peniliti muslim tertarik terhadap gagasan konsepnya, dan mulai untuk diterapkan.

Editor: An-Najmi Fikri R