Kaum Mu‘tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan dunia Islam selama lebih dari 300 tahun. Akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan, selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin terutama para ulama ahlussunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka. Berdasarkan tokoh yang bernama al-Jurjani dengan nama lengkap AbuBakr ‘Abd al-Qahir ibn ‘Abd ar-Rahman al-Jurjani. Beliau merupakan seorang pakar bahasa dan peletak dasar-dasar ilmu balagah. Selain itu beliau merupakan seorang ulama yang berwawasan luas dan beliau juga seorang penulis profilik. Al-Jurjani merupakan seorang ulama yang menganut dua mazab, yakni dalam berkalam beliau menganut mazab Asy’ari dan dalam berfiqih menganut mazab Syafi’i.
Beliau mengatakan bahwa sempat terjadi sebuah permasalahan mengenai kemakhlukan al-Qur’an pada abad ketiga. Permasalahan tersebut bermula karena adanya perbedaan pendapat antar ulama mengenai kemukjizatan al-Qur’an. Terdapat seorang ulama menyampaikan bahwasanya banyak ilmu yang telah dikaji oleh para ilmuan serta ulama besar. Yang mana dalam proses mengkaji ilmu tersebut berdasarakan aspek-aspek kemukjizatan al-Qur’an. Kemudian salah satu orang Yahudi yang merupakan golongan syi’ah kemudian berpindah menjadi golongan mu‘tazilah juga angkat bicara mengenai kemakhlukan kitab Taurat. Kedua pihak saling mempertahankan dan membela ideologi serta paham masing-masing. Yang akhirnya para golongan tersebut beserta pengikutnya dengan terbuka menolak bahkan mengingkari semua isi kandungan al-Qur’an. Karena menurut mereka susunan bahasa dan struktur penulisan al-Qur’an tidak mempunyai kemukjizatan.
Persoalan Kemukjizatan Al-Qur’an
Ada yang mengatakan mukjizat al-Qur’an sebenarnya terletak pada al-Qur’an itu sendiri dan kehendak Allah untuk membuat lemah serta tidak berdayanya para bangsa Arab untuk menciptakan hal serupa dengan al-Qur’an. Meskipun sebenarnya mereka mampu untuk menciptakannya. Menurut salah seorang ulama mengatakan jika kemukjizatan al-Qur’an tidak datang dari dirinya sendiri, melainkan karena Allah memalingkan pikiran manusia untuk menentangnya, menciptakan hal yang serupa dengan al-Qur’an, atau meniadakan motivasi untuk menandingi al-Qur’an, sehingga orang-orang yang melawan al-Qur’an tidak mampu membuat yang semisal al-Qur’an.
Hal tersebut tentu ditentang oleh kalangan ulama dan memberi pernyataan bahwa i‘jaz al-Qur’an itu terdapat pada struktur dan susunannya (nadham), hal tersebut juga telah dituliskan dalam salah satu buku karya al-Jahiz yang berjudul Nazm al-Qur’an. Kemudian dikembangkan dan digunakan sebagai dasar Abu ‘Abdillah dalam menulis bukunya yang berjudul i‘jaz al-Qur’an.
***
Sebagaimana firman Allah dalam surah al-Isra’ [17]: 88, Hud [11]: 13, dan Yunus [10]: 38 yang berbunyi:
قُلْ لَّىِٕنِ اجْتَمَعَتِ الْاِنْسُ وَالْجِنُّ عَلٰٓى اَنْ يَّأْتُوْا بِمِثْلِ هٰذَا الْقُرْاٰنِ لَا يَأْتُوْنَ بِمِثْلِه وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا
“Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) al-Qur’an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.” (al-Isra’ [17]: 88)
اَمْ يَقُوْلُوْنَ افْتَرٰىهُ ۗقُلْ فَأْتُوْا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِّثْلِه مُفْتَرَيٰتٍ وَّادْعُوْا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
“Bahkan mereka mengatakan, “Dia (Muhammad) telah membuat-buat al-Qur’an itu.” Katakanlah, “(Kalau demikian), datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya (al-Qur’an) yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (Hud [11]: 13)
اَمْ يَقُوْلُوْنَ افْتَرٰىهُ ۗ قُلْ فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِّثْلِه وَادْعُوْا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
“Apakah pantas mereka mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuat-buatnya? Katakanlah, buatlah sebuah surah yang semisal dengan surah (al-Qur’an), dan ajaklah siapa saja di antara kamu orang yang mampu (membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (Yunus [10]: 38).
Al-Jurjani dan I’jaz Al-Qur’an
Berdasarkan ketiga ayat tersebut al-Jurjani mengatakan bahwa Allah tidak mungkin memerintahkan makhluk-Nya untuk menciptakan hal yang serupa dengan al-Qur’an. Apalagi Allah memberikan kriteria untuk menuliskan kalam al-Qur’an. Serta setiap lafaz yang terdapat di al-Qur’an mempunyai hubungan dengan lafaz yang lainnya. Mengenai balagah al-Jurjani juga telah menyinggung dalam bukunya mengenai i‘jaz al-Qur’an itu tidak terlepas dari tiga unsur, yakni:
a. al-Ma‘ani
Merupakan suatu unsur yang membahas bermacam-macam uslub berdasarkan struktur kalimat. Suatu lafaz semakin tinggi nilainya jika semakin sedikit lafaz nya tetapi maknanya semakin luas.
b. al-Bayan
al-bayan bermakna al-kashfu wa al-idahu, dalam bahasa Indonesia bermakna mengungkapkan dan menjelaskan. Maksud dari makna tersebut mengungkapkan dan menjelaskan suatu makna dengan berbagai ungkapan atau berbagai uslub sesuai dengan situasi dan kondisi. Adapun uslub-uslub al-bayan, yakni:
1) al-Ista‘aratu
Secara bahasa bermakna meminjam suatu kata untuk mengungkapkan satu makna.
2) al-Majaz berarti bahasa kiasan
3) al-Kinayatu
Ini juga merupakan kiasan namun bedanya kinayah ini dapat diartikan secara hakiki, tetapi yang dimaksudkan adalah makna kiasan.
4) al-Badi‘u
Merupakan uslub yang berhubungan dengan pertentangan, pertautan, dan keserasian.
***
Selain itu ada beberapa karya al-Jurjani yang khusus mengenai i‘jaz al-Qur’an, antara lain buku yang berjudul Dala’il al-I‘jaz, Asrar al-Balagah, dan ar-Risalah asy-Syafiyah. Ketiga buku tersebut ditulis oleh Al-Jurani untuk mengemukakan pendapat beliau mengenai i‘jaz al-Qur’an. Sebagian besar bukunya berisi tentang i‘jaz al-Qur’an berupa susunan dan struktur bahasanya atau disebut dengan nazm dan ilmunya disebut balagah.
Kemudian menurut al-Qardhawi dengan nama lengkap Yusuf Abdullah al-Qardhawi. Beliau berkata al-Qur’an merupakan salah satu tanda kekuasaaan Allah yang tidak dapat ditandingi dan ditentang oleh siapapun. Al-Qur’an mempunyai banyak i‘jaz yang terletak pada aspek bahasa dan satra serta kandungan al-Qur’an. Kerapian akan susunan, uslub, keindahan bayan, serta keunikannya ketika dibaca merupakann i‘jaz al-Qur’an. Namun orang musyrik menentang hal tersebut dan menyebutnya sebagai “sihir”. Pernyataan tersebut ditanggapi oleh al-Qardhawi dengan memberikan penjelasan mengenai bahasa dan satra yang tertulis didalam al-Qur’an tidak dapat dan tidak akan ada seorang pun yang dapat menandinginya. Sebagaimana yang telah dijelaskan juga oleh al-Jurjani serta firman Allah dalam surah al-Isra’ ayat 88. Allah tidak akan akan mungkin memerintahkan umatnya untuk membuat hal yang serupa dengan al-Qur’an dengan sebuah kriteria yang telah ditentukan.
***
Serta telah dijelaskan pula dalam surah al-Ankabut [29]: 48,
وَمَا كُنْتَ تَتْلُوْا مِنْ قَبْلِهٖ مِنْ كِتٰبٍ وَّلَا تَخُطُّه بِيَمِيْنِكَ اِذًا لَّارْتَابَ الْمُبْطِلُوْنَ
“Dan engkau (Muhammad) tidak pernah membaca sesuatu kitab sebelum (al-Qur’an) dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; sekiranya (engkau pernah membaca dan menulis), niscaya ragu orang-orang yang mengingkarinya.”
Allah menjelaskan bahwa kandungan yang terdapat di al-Qur’an mencakup segala hal yang ada di alam semesta. Dengan hukum yang jelas dan hukum tersebut digunakan sebagai pedoman umat Islam dalam menjani kehidupan dan di akhirat. mukjizat yang dimiliki al-Qur’an tersebut bukan sebuah rekayasa dan mukjizat tersebut menjadi sebuah jawaban untu pertanyaan orang-orang musyrik yang ragu akan kebenaran al-Qur’an. Serta untuk membuktikan kepada mereka bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menandingi dan membuat yang serupa dengan al-Qur’an.
Editor: An-Najmi
Leave a Reply