Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Muhammadiyah Tidak Akan Lahir Tanpa Ilmu Tafsir

muhammadiyah lahir
sumber: tirto.id

Penafsiran Al-Qur’an menarik bagi saya karena tidak bisa dilepaskan dengan lahirnya Muhammadiyah. Keberadaan penafsiran Al-Qur’an menjadi ilmu yang penting, karena tanpa ilmu ini bagi saya Muhammadiyah mungkin tidak akan lahir ditangan K.H Ahmad Dahlan. Yakni Ilmu Tafsir Al-Qur’an.

Kata tafsir sendiri terambil dari kata fasara (فسر), berulang-ulang menjelaskan apa yang muskil atau sulit dari makna sesuatu. Secara sederhana ilmu tafsir dapat kita definisikan sebagai ilmu yang menjelaskan maksud firman-firman Allah sesuai dengan kemampuan manusia.

Muhammadiyah lahir karena kecerdasan intelektual Ahmad Dahlan. Tanpa ilmu tafsir Al-Qur’an yang ia kuasai dengan didukung keilmuan lainnya, bukan tidak mungkin Muhammadiyah tidak akan berkembang pesat seperti saat ini. Berkat Ilmu tafsir Al-Qur’an, Ahmad Dahlan dapat menangkap inspirasi dalam surah Ali-Imran ayat 104 dan 110. Ayat waltakun minkum ummah  dan kuntum khaira ummah mengilhami seorang Ahmad Dahlan untuk mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah.

Corak Responsif Tafsir Ahmad Dahlan

K.H Ahmad Dahlan menafsirkan surah Ali-Imran ayat 104 dan 110, berangkat dari problem keagamaan disekitarnya. Penyakit TBC (Takhayul, Bid’ah, Khurafat) yang menjamur menggerakkan K.H Ahmad Dahlan untuk mencegah yang munkar dan berbuat yang ma’ruf dengan mendirikan sebuah wadah organisasi.

Selain problem keagamaan, problem sosial juga mengilhami K.H Ahmad Dahlan dalam menyantuni kaum dhu’afa dan mustadh’afin. Surah Al-Ma’un yang diamalkan K.H Ahmad Dahlan menyelematkan orang-orang miskin yang tertindas.

Respon tanggap K.H Ahmad Dahlan mengamalkan beberapa saja isi Al-Qur’an, melahirkan gerakan yang menyentuh aspek penting dalam kehidupan. Aspek dalam bidang feeding (santunan dan pemberdayaan), schooling (pendidikan) dan healing (pengobatan dan kesehatan) tidak lain karena Muhammadiyah menafsirkan Al-Qur’an dan juga tidak lupa mengamalkannya.

Baca Juga  Mengenal Tafsir Al-Misbah: Keunikan dan Keistimewaannya

Muhammad Abduh yang pemikirannya sangat mempengaruhi Ahmad Dahlan mengatakan: “penafsiran Al-Qur’an harus mengutamakan fungsi Al-Qur’an sebagai petunjuk hidayah dan rahmat bagi manusia.” Corak tafsir adabi-ijtima’i yang melekat pada penafsiran abduh ternyata juga digunakan Ahmad Dahlan di Indonesia. Penafsiran Al-Qur’an harus harus secara konkret menemukan petunjuk-petunjuk kehidupan sosial masyarakat muslim.

Tidak bisa dibayangkan jika Ahmad Dahlan mengamalkan seluruh isi Al-Qur’an. Mengamalkan beberapa ayat saja melahirkan gerakan sebesar ini, apalagi seluruhnya. Tentu akan melahirkan gerakan-gerakan besar lainnya bermanfaat bagi umat.

Tantangan dan Peluang

Bisa dikatakan penafsiran Al-Qur’an di Muhammadiyah masih belum terlalu masif dilakukan. Padahal gerakan ini lahir dan tumbuh atas dasar penafsiran yang Ahmad Dahlan lakukan. Ada beberapa masukan yang menjadi tantangan dan peluang kedepan untuk Muhammadiyah dalam dunia penafsiran Al-Qur’an.

Pertama, sebenarnya Muhammadiyah kaya dengan khazanah penafsiran Al-Qur’an. Tercatat ada beberapa tafsir yang disusun Muhammadiyah baik disusun secara kelembagaan maupun individu. Namun nampaknya kajian terhadap tafsir-tafsir tersebut kurang diminati dari kalangan Muhammadiyah sendiri. Entah kenapa saya melihat tafsir Muhammadiyah kurang eksis dibandingkan tafsir-tafsir Indonesia lainnya yang lebih masyhur.

Kedua, kurangnya kajian tafsir Al-Qur’an bagi kader-kader Muhammadiyah. Padahal Muhammadiyah memiliki ratusan PTM, namun sayangnya jurusan yang membuka studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir hanya satu PTM saja. Sebagai kader IMM pun saya jarang menemukan ilmu ini didiskusikan di PTM-PTM. Dengan membuka jurusan tafsir Al-Qur’an dibeberapa perguruan tinggi di Muhammadiyah, akan mengeksiskan kajian tafsir Muhammadiyah dikalangan kader-kader dan di masyarakat.

Ketiga, Muhammadiyah memang menyusun tafsirnya secara kolektif. Artinya penyusunnya oleh banyak mufasir. Sebut saja Tafsir At-Tanwir  yang saat ini masih proses penyusunan. Namun beberapa ulama yang menyusun tafsir ini sudah gugur, karena telah lebih dahulu dipanggil Allah Ta’ala. Fenomena menginggalnya Ustadz Yunahar Ilyas perlu menjadi bahan perhatian bagi Muhammadiyah untuk melahirkan kader ulama yang pakar dalam penafsiran Al-Qur’an.

Baca Juga  Nāsir Makārim As-Syirāzī: Mufasir Syiah Kontemporer Asal Iran

Keempat, tantangan Muhammadiyah yang paling berat adalah merespon segala macam problem keumatan yang terus berkembang. Muhammadiyah lahir karena respon Ahmad Dahlan terhadap problem disekitarnya dengan bantuan pentujuk dari Al-Qur’an. Di era media sosial ini, kurangnya pakar tafsir Al-Qur’an malah membuat bingung masyarakat.

Betapa pentingnya ilmu penafsiran Al-Qur’an bagi Muhammadiyah dalam menjalankan etos gerakannya. Ilmu ini bagai mendarah daging ditubuh Muhammadiyah. Dewasa ini, permasalahan yang terjadi semakin kompleks. Al-Qur’an yang shahih li kulli zaman wa makan, meniscayakan penafsiran Al-Qur’an yang tidak pernah berhenti hingga akhir kiamat.

Petunjuk-petunjuk Al-Qur’an akan terus diarungi bak samudera lautan yang tak bertepi. Muhammadiyah harus mampu menemukan petunjuk-petunjuk tersebut agar bisa menjawab tantangan zaman yang terus berkembang.

Editor: Yusuf