Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Muhammad Sang Demonstran Sejati

Dokumen pribadi

Dalam segala sejarah, tercatat Muhammad lahir tepat di jantung kota Mekkah, tempat lalu lintas mobilitas sosial kian lancar. Ini didukung oleh posisi geografisnya yang menguntungkan secara perekonomian. Mekkah berdiri pada lintasan strategis dari Arabia Utara ke Arabia Selatan. Wilayah ini pula merupakan jalur utama perdagangan dan pusat interaksi para pedagang dari kawasan Laut Tengah, Teluk Persi, Laut Merah melalui Jeddah, hingga Afrika.

Sementara, pada aspek politik, silang sengkarut kekuasaan tak henti-hentinya menggelar. Para pemimpin-pemimpin suku (kabilah) bertanding meraih kehormatan yang paling tinggi, menjadi kekuatan otoritatif paling kuat untuk merawat Kakbah. Saat itu merawat Kakbah adalah kemuliaan, itulah mengapa segala cara dilakukan oleh pemimpin-pemimpin suku demi meraih kuasa tertinggi. Mereka melanggengkan apa yang kini kita rajin ucapkan sebagai “dinasti politik”. Di mana keran kekuasan hanya untuk mereka yang memiliki garis keturunan dengan penguasa.

Kondisi ekonomi politik demikian telah melanggengkan: 1) oligarki politik di mana kekuasaan berpusat hanya kepada segelintir individu dan golongan semata, 2) oligarki ekonomi, di mana pasar ekonomi dikuasai hanya oleh kalangan pemodal. Akibatnya, jurang ketimpangan kian menganga, dalam bahasa Marxian, yang terjadi ialah “yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin”.

Memutus Ketimpangan

Muhammad tiba tepat di tengah kondisi sosial yang timpang. Tempat di mana orang-orang kecil menjadi kian lemah, kalah dan langgeng sekadar sebagai budak. Tak ayal, para penguasa yang kadung terlanjur nyaman dengan kekuasaan mencela ajaran Muhammad. Abu Jahal misalnya, dalam kebenciannya pada Muhammad suatu waktu berkata:

Sungguh sakit sekali hati kami karena Muhammad!
Ajarannya memadamkan cahaya-cahaya Ka’bah
Agamanya menghapus perbedaan ras dan darah
Sementara dia sendiri adalah Quraisy, yang menginginkan superioritas Arab
Dalam agamanya, yang tinggi dan rendah satu
Dia makan dari piring yang sama dengan budaknya
.

Muhammad benar-benar menghantam budaya Arab yang langgeng oleh kuasa ekonomi dan politik, yang melahirkan ketimpangan sosial di masyarakat. Ajarannya telah meruntuhkan struktur kapital yang telah dibangun dengan penuh pertumpahan darah.

Baca Juga  Muhammad dan Konstruksi Negara Madinah

Struktur yang mempertahankan orang kaya sementara mengalahkan sepenuh-penuhnya orang miskin dan terpinggirkan. Mereka, para penindas itu disebut dengan jabarin dalam QS. as-Syura ayat 130: Dan apabila kamu menyiksa, maka kamu menyiksa sebagai orang-orang kejam dan bengis.

Muhammad sedari awal konsisten melancarkan kritiknya kepada ketimpangan:

“Bila masyarakat sudah membenci orang orang-orang miskin dan menonjol-nonjolkan kehidupan dunia, serta rakus dalam mengumpulkan harta, maka mereka akan ditimpa empat bencana: zaman yang berat, pemimpin yang lalim, penegak hukum yang khianat serta musuh yang mengancam” (HR Ad-Dailami)

Muhammad dan ajaran yang dibawanya (Islam) menghendaki tatanan sosial yang adil. Sebuah bentuk masyarakat di mana tidak ada kelompok yang menindas, memperbudak, dan mengeksploitasi kekayaan. Maka ia hantam dengan keras budaya menumpuk-numpuk harta. Selanjutnya, beliau lancarkan demonstrasi (unjuk rasa protes) terhadap kekuasaan.

Muhammad Sang Demonstran

Namun beliau bukan demonstran yang anarkis dan fanatis belaka, beliau juga seorang analisator yang cerdas. Revolusi sosialnya dimulai dari pembacaan mengenai musabab dari struktur ketimpangan sosial di zamannya, dan yang terlihat olehnya ialah tabiat kelas elite yang mengakumulasi produksi kesejahteraan dan kekuasaan

Sedari awal, Rasulullah menggelar ajaran tauhid yang mempersamakan, mempersaudarakan, dan memerdekakan manusia, serta semata-mata hanya menghamba kepada Allah Swt. Ajaran ini motif paling kuat untuk menegakkan keadilan di tengah kehidupan manusia. Maka dengannya, dalam realitas sosial,

Muhammad melancarkan metode konflik kelas. Beliau secara terang-terangan berhadapan langsung dengan kekuatan kelas penguasa. Dideranya mereka dengan perang, bila nasihat untuk tidak berlebih-lebihan dalam harta dan kuasa tidak lagi didengarkan oleh kelompok elite.

Konfrontasi demikian telah digambarkan Allah Swt dengan sejarah konfrontasi nabi sebelumnya: Pembangkangan Ibrahim dan Syuaib kepada penguasa yang lalim, duel Nabi Daud menentang Jalut, demonstrasi Musa dan Harun, pula sebagainya.

Baca Juga  Penanaman Nilai Demokrasi yang Berkemajuan Dalam Islam

Muhammad dalam segala bentuk demonstrasinya berhasil, namun tak lantas beliau jumawa atas revolusi yang dicetusnya. Ajaran persamaan, pemerdekaan, dan keberpihakan pada kelompok marginal tetap beliau genggam hingga kematian menjelang. Beliau tak gila harta tak silau kuasa.

Maka selepas merobohkan oligarki ekonomi dan politik, beliau tetap setia mengorganisir masyarakat demi terciptanya tatanan yang adil, berdasar kepada penyembahan semata-mata kepada Tuhan belaka. Beliau seorang demonstran sejati: analisator, koordinator umum, koordinator lapangan, pula turut telibat sebagai massa aktif dalam unjuk rasa.

Refleksi Profetis Demonstrasi Kita

Ajaran Islam adalah ajaran tauhid. Sementara ajaran tauhid adalah pemerdekaan, persamaan dan tuntutan terhadap golongan penindas. Serupa Nabi, inilah kita, demonstran era modern yang memenuhi ruas jalan kala kekuasaan sudah tuli telinganya sementara buta matanya.

Maka tak lain, agenda seluruh prosesi demonstrasi kita adalah perwujudan profetis dari semangat kenabian, betapapun lamanya Muhammad wafat berabad-abad silam. Kita, demonstran muslim, adalah golongan yang menolak segala kuasa yang ugal-ugalan dan nyata-nyata menyengsarakan rakyat.

Namun, sebagaimana uraian yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, beliau (Muhammad) pula merupakan analisator yang cerdas. Maka demikian jangan tabiat ugal-ugalan kita praktikkan di ruas jalan sewaktu demonstrasi menggelar. Mula-mula bukalah dialog, gelar kajian akademis, konsolidasi pemikiran.

Pahamilah kerangka utama penindasan, musabab dari struktur yang menindas, lalu upayakan demonstrasi damai, bila tidak, gelar perang sebagai revolusi sosial untuk membubarkan cengkeraman oligarki.

Selepas itu, bila revolusi diraih, jangan sampai bersilang-sengketa ihwal siapa yang paling revolusioner. Jangan berlagak tirani baru, ingin dipuja, gila hormat dan justru menjadi kekuatan penindas baru. Kita mengetahui sebagaimana catatan ini menjelaskan, bahwa Muhammad menghantam dominasi oligarki bukan untuk menjadi tirani baru, melainkan tetap konsisten pada persamaan dan pemerdekaan pada golongan kecil.

Baca Juga  Tafsir Surat Ad-Dhuha 1-3: Kegelisahan Nabi Muhammad

Jangan berlagak paling kuasa, semacam para aktivis reformasi di Indonesia, yang kini terlibat praktis dalam kuasa, melalui persetujuan pada oligarki dan pembajakan hukum demi legalitas ketimpangan.

Kita sedang menuju masyarakat jahiliyah, tempat di mana tata kelola pemerintahan dijalankan secara serampangan, sementara juragan dimanjakan negara. Maka tidak ada jalan lain, demonstrasi, dalam maknanya yang luas harus terus digelar, sebagai protes atas tabiat “quraisy” di dalam kekuasaan.

Maka, penuhi ruas jalan, cetuskan revolusi, melalui dialog yang tajam dan konfrontasi yang strategis. Semuanya, semata-mata karena tauhid, pemujaan pada Tuhan dan persamaan pada manusia. Soekarno mengingatkan, “Orang tidak dapat mengabdi kepada Tuhan dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuk orang miskin”

Editor: M. Bukhari Muslim