Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Merajut Solidaritas Umat Melalui Ritual Salat

Sumber: Yayasan Masjid Pedesaan

Ajaran agama yang penting untuk dipelajari dan diajarkan kepada orang lain adalah salat dan solidaritas. Hal ini sesuai apa yang Nabi Muhammad saw katakana, “Aku didatangi Jibril a.s pada awal turunnya wahyu kepadaku. Dia mengajarkan kepadaku wudu dan salat” (HR. Imam Hakim). Bahkan, di dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang mengisahkan bahwa seluruh nabi yang diutus sebelum Muhammad saw, mendapat perintah untuk mengerjakan salat. Dan memerintahkan umat mereka untuk mengikutinya.

Salat dan Para Nabi

Nabi Adam, Ibrahim dan Nuh di dalam surat Maryam ayat 58 senantiasa salat ketika mendengar firman Allah Swt. “Mereka itulah orang yang telah diberi nikmat oleh Allah. Yaitu dari (golongan) para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang yang Kami bawa (dalam kapal) bersama Nuh. Dan dari keturunan Ibrahim dan Israil (Yakub) dan dari orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih kepada mereka, maka mereka tunduk sujud dan menangis”.

Ibrahim dan Siti Hajar sewakktu di Mekkah berdoa. “Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat” (Q.S 14:37).

Kisah percakapan Allah dengan Nabi Musa di atas gunung yang berfirman. “Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku” (Q.S 20:14). Atau tentang Nabi Zakariya yang konsisten merawat shalatnya yang Allah abadikan dalam Al-Qur’an, “Kemudian para malaikat memanggilnya, ketika dia berdiri melaksanakan salat di mihrab” (Q.S 3:39).

Baca Juga  Kemajuan Umat Islam Artificial Intelligence, Nyata Atau Wacana?

Nabi Isa juga menerima perintah yang sama.“Sesungguhnya aku hamba Allah. Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada. Dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup” (Q.S 19 :30-31). Bunda Maryam diperintahkan untuk menjalankan salat. “Wahai Maryam! Taatilah Tuhanmu, sujud dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” (Q.S 3:43).

Kedahsyatan Salat

Ali Syariati, di dalam bukunya “Doa, Tangisan dan Perlawanan” mengutip perkataan Alexis Carel. Seorang pakar ahli saraf, ia mengatakan, pengabaian doa dan tata caranya adalah pertanda kehacuran suatu bangsa. Masyarakat yang mengabaikan ibadah atau doa adalah masyarakat yang di ambang kemunduran dan kehancuran. Roma adalah bangsa yang agung. Namun, secepat mereka meninggalkan ibadah berdoa, secepat itu pula kehinaan dan kelemahan menimpa mereka.

Salat berati berdoa; memohon dengan kesungguhan kepada Allah. Salat juga perwujudan syukur atas rahmat atau kasih sayang Allah. Hilangnya salat merupakan awal kehancuran, sebagai tahap pertama menuju kehancuran. Al-Qur’an telah menyebutkan dalam beberapa tempat, bagaimana bangsa-bangsa di dunia secara bertahap menjadi kuat dan mulia melalui salat. Lalu hancur karena meninggalkan salat “ Kemudian datanglah setelah mereka pengganti yang mengabaikan salat dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan tersesat”. Ayat ini menunjukan bahwa meninggalkan salat merupakan hancurnya sebuah bangsa.

Masjid adalah pusat kekuatan kaum Muslim dan tempat persatuannya. Masjid dalam Islam adalah titik permulaan dan titik pemberangkatan. Oleh karena itu, masjid mempersiapkan kekuatan. Kekuatan lahir karena adanya keteraturan dan ini merupakan bagian dari salat. Dalam salat, terdapat aturan dan kecermatan dalam mempersiapkan saf-saf dan memiliki orientasi nilai disiplin. Ketika mendengar kalimat Allahu Akbar, kaum Muslim berkumpul pada waktu yang sama. Kemudian patuh kepada imam yang satu, di setiap masjid, pada satu waktu, dan berkumpul di tempat yang sama.

Baca Juga  Bagaimana Islam Memandang Fenomena Hoaks?

Salat Sebagai Tonggak Solidaritas

Dr. Samasiyah Khusyab dalam buku Ilmu Al-Ijtima’ Al-Islami memberikan analogi dari pemikir sosiolog Ibn Miskawaih. Beliau menyebutkan beberapa faktor yang dapat mewujudkan solidaritas dan pertalian di dalam masyarakat. Yaitu, syiar-syiar agama Islam yang ditunjukkan untuk memperkuat perasaan bersosial. Seperti kewajiban untuk berkumpul di masjid-masjid dan mengutamakan salat berjamaah daripada perorangan. Demikian juga salat jumat dan dua hari raya. Semua ini merupakan perkara yang akan memperkuat ikatan kekeluargaan karena kecintaan sosial.

Ibn Miskawih berkata, “Perilaku agama ditunjukkan untuk membantu ketentuan-ketentuan ahlak. Salat berjamaah tidak dilaksanakan kecuali untuk memperkuat makna-makna saling tolong menolong, persaudaraan, kasih sayang, solidaritas, menguatkan perasaan bermasyarakat. Serta memandang agama dengan anggapnya sebagai pelatihan ahlak bagi jiwa-jiwa manusia”.

Salat sebagai sarana penguatan ruhani berfungsi menjadi penyuluh hati untuk senantiasa berbuat baik di masyarakat. Karenanya, marilah kita merapatkan shaf salat berjamaah. Kemudian membantu antar saudara dan bahu-membahu menyelesaikan masalah sosial di sekitar kita. Mari melaksanakan salat, mari raih kemenangan dengan solidaritas dan persaudaraan. Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai manusia yang sholeh ritual dan sholeh sosial.

Penyunting: Ahmed Zaranggi Ar Ridho