Hadis tentang cuka dapat ditemukan pada kitab Riyad al-Shlihin. Tepatnya pada kitab Adab-Adab Makanan bab 101 tentang “Jangan Mencela Makanan Dan Sunnah Memujinya”. Bunyi hadis tersebut ialah sebagai berikut:
وعن جابر – رضي الله عنه: أنَّ النَّبيَّ – صلى الله عليه وسلم – سَأَلَ أهْلَهُ الأُدْمَ، فقالوا: مَا عِنْدَنَا إِلاَّ خَلٌّ، فَدَعَا بِهِ، فَجَعَلَ يَأكُلُ، ويقول: «نِعْمَ الأُدْمُ الخَلُّ، نِعْمَ الأُدْمُ الخَلُّ». رواه مسلم
Artinya: Dari Jabir r.a, sesungguhnya Nabi SAW bertanya kepada istrinya-istrinya mengenai lauk. Lalu mereka menjawab “Kita tidak punya apa-apa selain cuka.” Beliau menyuruh diambilkan kemudian beliau makan dengan cuka tersebut sambil bersabda. ‘Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka”.
Analisis Kualitas Sanad dan Matan
Setelah dilakukan pencarian mengenai para perawi hadis sebaik-baik lauk ialah cuka dan kualitasnya maka didapatkanlah data-data sebagai berikut. Hadis di atas diriwayatkan oleh enam orang periwayat dan Imam Muslim sebagai mudawwin dalam periwayatan hadis ini. Ada tiga rawi yang belum diketahui secara pasti tanggal kelahirannya, yaitu Abu Sufyan, Abi Bisyr dan Abu Awanah. Hampir semua rawi mendapat komentar tsiqah dari para ulama. Ada juga beberapa diantara mereka selain mendapatkan komentar tsiqah juga dibarengi dengan komentar shoduq, awtsaq, laba’sabih dan lain-lain.
Syarat-syarat hadis mencapai derajat shahih apabila memenuhi syarat-syarat berikut: 1) sanadnya bersambung; 2) periwayat harus adil dan dhabit (kuat hafalannya); dan 3) matan hadis tidak ada syadz (janggal) dan tidak ada ‘illat (cacat).
Banyak dari kalangan ulama yang memberikan komentar positif (ta’dil) terhadap para rawi, kebanyakan daripada mereka memberikan komentar tsiqah. Tsiqah sendiri merupakan bentuk mashdar dari kata kerja watsaqa-yastsiqu yang berarti terpercaya, dan dalam hal ini terpercaya dalam keberagamaannya. Perawi yang memperoleh julukan tsiqah dalam meriwayatan hadis dapat pastikan sebagai orang yang dapat dipercaya dari segi adil dan dhabith.
***
Selain memberikan komentar tsiqah, para ulama turut memberikan komentar laba’sa bih, shoduq, awtsaq, tsiqah tsabat, dan tsiqah fi al-hadis. Dari hasil penelusuran penulis juga tidak ditemukan komentar negatif kecuali pada rawi Thalhah bin Nafi’. Dalam dia menghafalnya banyak kesalahan, namun ada juga yang membrikan komentar shoduq kepada Abū ʻAwānah dan buku-bukunya juga benar. Oleh karena itu, bisa ditarik kesimpulan bahwa semua rawi pada jalur sanad ini secara umum dapat dikatakan adil dan dhabit. Sehingga bisa mempengaruhi kepada kualitas hadis.
Ketersambungan sanad oleh para rawi kepada sumber utamanya yaitu Nabi Muhammad Saw merupakan salah satu parameter keshahihan suatu hadis. Sedangkan sanad hadis dikatakan bersambung jika adanya guru yang meriwayatkan; baik dalam bentuk iqra’ al-Kitab, atau Sam’ian al-Hadis kepada muridnya yang menerima hadis secara bertatap muka. Yakni antara guru dan murid hidup pada zaman yang sama atau sesama muhadditsin.
Para rawi pada hadis di atas saling bertemu di saat meriwayatkan hadis, karena ditinjau dari aspek negeri para rawi yang sama atau berdekatan dan juga tahun wafat yang tidak terlalu jauh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sanad pada hadis riwayat Imam Muslim No. 2053 bersambung atau dalam ilmu hadis dikenal dengan istilah ittishalus-sanad.
***
Setelah melakukan penelusuran pada software Jawami’ al-Kalim ditemukan kesimpulan. Bahwa kualitas sanad hadis tersebut ialah hasan; karena semua perawinya tsiqah kecuali Thalhah bin Nafi’ al-Quraish. Karena kedhabitaannya dianggap kurang, tetapi memiliki keadlan yang bagus dan hadisnya dapat diterima.
Selain penelusuran dari segi sanad, penelusuran dari segi matan juga perlu dilakukan. Sebagaimana yang telah disebutkan Prof. Syuhudi Ismail bahwa standarisasi penelitian matan adalah mencakup hal-hal berikut; tidak bertentangan dengan al-Qur’an, tidak bertentangan dengan hadis Mutawatir, Sesuai dengan ijma’ ulama dan Sejalan dengan logika atau akal sehat.
Merujuk pada kriteria keshahihan matan diatas maka dapat dikatakan bahwa matan hadis keutamaan cuka tergolong shahih karena terhindar dari sebab-sebab yang membuat hadis tersebut dha’if maupun maudhu’, seperti bertentangan dengan al-Qur’an, hadis mutawatir, akal sehat, fakta sejarah, serta tidak ada syadz dan illat.
Relevansi Hadis Cuka di Masa Kini
Merujuk pada kitab syarah hadis Riyad al-Shalihin yaitukitab Bahjatun Nazdirin karya Syekh Salim bin ‘Ied Al-hilali bahwa maksud hadis tersebut ialah sebagai pujian terhadap sikap sederhana dalam hal makan. Maksud lain dari hadis tersebut ialah untuk menahan diri dari segala yang disukai, karena setiap kali orang suka itu membali dan memakannya.
Selain itu pujian baik terhadap cuka selain pada zat cuka itu sendiri juga dalam rangka menenangkan perasaan keluarganya. Perlu diperhatikan adalah bahwasannya yang dimaksud cuka disini ialah cuka makanan bukan getah. Cuka makanan seperti apel, gandum, anggur putih dan lain-lain.
Sedangkan cuka getah yaitu bahan untuk tanaman pohon karet yang biasanya digunakan sebagai proses pembekuan getah, namun cuka getah ini berbahaya untuk petani karet, sebisa mungkin tidak boleh sampai terkena anggota badan.
Hasil dari penelitian ilmiah mengatakan bahwa cuka adalah antibiotik yang baik sebagai pencegah kerapuhan gigi, membersihkan alat-alat pencernaan, melawan bakteri-bakteri dan prasit-prasit yang ada dalam perut, mengaktifkan proses pencernaan dan metabolisme tubuh, membantu obesitas, mengobati penyakit asma, elergi, juga pada kasus- kasus diare berat karena kandungan pada cuka memiliki sejumlah zat pengarut (constrictor). Cuka juga dapat dimanfaatkan sebagai obat sakit persendian, meminimalisir efek sengatan lebah, dan sengatan lain seperti serangga dan hewan-hewan laut.
***
Hadis Rasulullah saw yang menyebutkan cuka sebagai sebaik-baik lauk menunjukkan fakta ilmiah yang melampaui zamannya. Karena pada masa Rasulullah hingga beberapa abad setelahnya belum ada penemuan yang mengetahui komponen penting yang terkandung di dalamnya. Hal ini juga membuktikan bahwa hadis sebaik-baik lauk adalah cuka masih relevan pada konteks sekarang.
Namun segala yang berlebihan itu juga tidak baik. Berlebihan dalam mengosumsi cuka juga dapat membahayakan kesehatan. Dilansir dari halodoc.com menurut dokter Fadhli Rizal Makarim mengonsumsi asam cuka bisa menyebabkan resiko gangguan pencernaan bagi yang memiliki masalah lambung. Sedangkan menurut dokter Tri Aria Wibowo dari laman meetdocter bahaya dari penambahan cuka pada makanan tergantung pada jumlah cuka. Jika digunakan berlebihan, dampak yang ditimbulkannya membahayakan tubuh.
Kesimpulan dari pemaparan hadis tentang cuka di atas adalah jika dilihat dari segi sanad hadis tersebut termasuk kategori hasan dan pada aspek matan hadis tersebut memenuhi kriteria keshahihan matan. Sedangkan jika dilihat dari relevansinya, hadis tersebut masih relevan pada konteks sekarang. Bahkan malah ditemukan penjelasan secara ilmiahnya mengenai manfaat cuka bagi kesehatan asalkan penggunaannya tidak melebehi kadar kewajaran.
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.