Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Menyoal Kembali Hadis Bahwa Wanita Kurang Akal dan Agama

kurang akal
Sumber: https://expertassignmenthelp.com

Di kalangan pegiat kesetaraan gender, sektor keagamaan masyarakat Muslim dipandang masih terlalu didominasi laki-laki. Merujuk pada beragam data, kita akan mudah menjumpai bahwa penceramah atau tokoh agama yang populer kebanyakan adalah di kalangan pria. Meskipun sudah mulai banyak usaha mengorbitkan ulama perempuan, rupanya dampak ketimpangan dan kurangnya representasi perempuan itu telah merembet ke banyak urusan lain seperti pekerjaan maupun kepemimpinan. Satu di antaranya adalah hadis bahwa wanita kurang akal dan agama.

Oleh sebagian ahli agama, perempuan dinilai “tidak sesempurna” pria. Pernyataan itu diklaim bersumber dari teks agama. Salah satu jenis keterangan yang sering dikutip terkait kekurangan perempuan adalah bahwa perempuan itu kurang akal dan agamanya, dengan redaksi kurang lebih seperti ini:

مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَغلَبُ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ. فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا نُقْصَانُ عَقْلِهَا؟ قاَلَ: أَلَيْسَتْ شَهَادَةُ الْمَرْأَتَيْنِ بِشَهَادَةِ رَجُلٍ؟ قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، مَا نُقصَانُ دِينِهَا؟ قَالَ: أَلَيْسَتْ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ

“Aku tidak pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya paling bisa mengalahkan akal lelaki yang kokoh daripada salah seorang kalian (kaum wanita).” Maka ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa maksudnya kurang akalnya wanita?” Beliau menjawab, “Bukankah persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki?” Ditanyakan lagi, “Ya Rasulullah, apa maksudnya wanita kurang agamanya?” “Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa?”, jawab beliau. (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 1462 dan Muslim no. 79)

Penjelasan Hadis

Tafsir tentang makna kurang akal dan agama telah diterangkan dalam hadis muttafaqun ‘alaih (riwayat Bukhari-Muslim). Bahwa yang dimaksud kurang akal adalah karena persaksian wanita itu separuh dari persaksian laki-laki sebagaimana disebutkan dalam ayat,

Baca Juga  Dialog Interaktif: Merawat Warisan Pemikiran Buya Syafii Maarif

فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ

Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan” (QS. Al Baqarah: 282).

Hadis ini seringkali dijadikan bahan untuk melegitimasi dan merendahkan kaum perempuan. Banyak orang menganggap bahwa kekurangan tersebut sebagai sesuatu yang melakat secara alamiah pada diri seorang perempuan. Anggapan inilah yang pada akhirnya melahirkan pemikiran-pemikiran bila perempuan tak perlu mengemban beban selayaknya laki-laki, seperti shalat berjamaah, shalat jumat, berjihad, bekerja, memimpin dan lainnya.

Penafsiran Ayat

Berkaitan dengan masalah kesaksian, Sayyid Quthb menjelaskan bahwa nilai kesaksian seorang laki-laki setara dengan kesaksian dua perempuan ialah disebabkan karakter dan kepribadian perempuan yang lebih sensitif dan emosional dari laki-laki. Tabiat yang dimiliki oleh perempuan ini dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Maka dapat disimpulkan bahwa aturan kesaksian perempuan dalam kasus-kasus tertentu, tidak berarti sebuah penghinaan terhadap perempuan.

Abdul Halim Muhammad Abu Syuqqah menjelaskan bahwa maksud kekurangan disini hanyalah sekedar kekurangan berjangka, seperti kekurangan siklus masa haid, nifas, ataupun masa hamil. Dengan adanya kekurangan tersebut tentu tidak mempengaruhi perempuan untuk melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki. Maka tak mengherankan, jika banyak perempuan yang mendapat anugerah dari Allah berupa kecerdasan, keahlian, serta kedudukan yang tinggi setara dengan laki-laki.

Demikian pula dalam masalah ibadah. Perempuan memiliki lima kodrat yang tidak dimiliki laki-laki, yaitu haid, hamil, melahirkan, menyusui, dan monopouse. Demi menjalani kodrat tersebut, pada kurun waktu tertentu, perempuan tidak diijinkan melakukan ibadah seperti shalat, puasa, dan sebagainya. Namun absennya mereka dalam menjalani ibadah, bukan berarti kurang atau tidak sempurna selayaknya ibadah laki-laki, karena perempuan masih dibolehkan untuk melakukan amalan lain seperti dengan berdzikir, bershalawat, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kekurangan ibadah tersebut bisa digantikan dengan ibadah lain.

Baca Juga  Strategi Dakwah Qur'ani: Menggunakan Cara Yang Terbaik

Catatan Kritis

Alangkah ironisnya, apabila perempuan yang sudah menanggung resiko begitu besar dalam mengemban lima kodratnya sebagai perempuan, malah harus menerima kenyataan pahit karena dianggap sebagai manusia yang kurang agamanya. Tentu bukan begitu maksud Allah, karena Allah maha adil, Maha Pengasih, dan Maha Bijaksana.

Di samping itu, akal perempuan sama dengan akal laki-laki. Ia bisa dikembangkan melalui pelatihan dan pendidikan. Hal yang sama juga berlaku dengan agama perempuan. Sebagaimana dengan agama laki-laki, ia bisa melemah dan menguat. Hal ini bukan semata-mata karena perbedaan jenis kelamin, akan tetapi karena keimanan dan amal perbuatan. Terlebih, di masa kini banyak perempuan yang lebih pintar dari laki-laki dan banyak pula perempuan yang lebih kuat dalam hal agama. Maka dari itu, jenis kelamin tidak menentukan seseorang dikatakan lebih pintar dan lebih kuat secara agama. Dengan demikian, hadist semacam ini sebaiknya dimaknai secara metaforis (simbolik) agar tidak bertentengan dengan fakta kehidupan dan prinsip keislaman.

Ayat Kesetaraan Laki dan Perempuan

Hal ini juga diperkuat dengan adanya ayat-ayat al-Qur’an yang mengisyaratkan tiada suatu perbedaaan diantara laki-laki dan perempuan kecuali dalam keimanan dan amal shalih. Sebagaimana yang telah tercantum dalam Q.S al-Ahzab: 35, Q.S Ali-Imran:105, Q.S al-Hadid:12, Q.S an- Nahl:97.30 Bahkan al-Qur’an juga mengisahkan tentang kemuliaan istri fir’au sebagai suri tauladan yang baik. Seperti yang telah disebutkan dalam Q.S At-Tahrim ayat 11.

Jelas sudah inti dari hadis ini bukan sedang mendiskreditkan bahwa wanita kurang akal dan agama jika dibandingkan laki-laki. Bukankah dalam sejarah Islam, banyak wanita yang kecerdasan akalnya melebihi banyak laki-laki. Misalnya Bunda Aisyah radhiyallahu ‘anha yang banyak menjadi rujukan para sahabat dan tabi’in dalam belajar ilmu agama. Beliau menjadi periwayat hadis terbanyak keempat dengan meriwayatkan 2.210 hadis. Demikian pula umahatul mukminin lainnya yang kecerdasan akalnya luar biasa mulai dari Bunda Khadijah radhiyallahu ‘anha, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dan lainnya.

Baca Juga  Mengkaji Kosakata Akhlak Dalam Al-Qur'an

Penyunting: Ahmed Zaranggi