Ajaran Islam mengajarkan untuk tidak menyakiti binatang, dan memerintahkan umatnya untuk memperlakukan satwa dengan penuh kasih sayang. Kisah masyhur tentang wanita yang masuk neraka karena mengurung seekor kucing sebagaimana diriwayatkan Bukhari Muslim merupakan peringatan betapa berdosanya perbuatan aniaya terhadap binatang. Termasuk menyayangi semut
Sebaliknya, berlaku kasih sayang adalah hal yang disyariatkan Islam. Ketika para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Apakah jika berbuat baik kepada hewan mendapatkan pahala?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
فِي كُلِّ ذَاتِ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ
“Di setiap yang memiliki jantung yang basah (hewan) terdapat pahala.” (HR. Abu Dawud no. 2550.
Kisah Semut dalam Al-Qur’an
Ada banyak sekali penyebutan hewan dalam al-Qur’an, salah satunya adalah semut. Berbicara semut dalam al-Qur’an, hewan ini bahkan mendapat keistimewaan dengan dijadikan nama surah (yakni an-naml).
Kisahnya diabadikan dalam surah an Naml ayat 18-19 yang menceritakan mukjizat nabi Sulaiman yang mampu memahami bahasa binatang, termasuk semut. Raja semut mengatakan kepada barisannya untuk bersembunyi agar tidak terinjak oleh Nabi Sulaiman beserta pasukannya. Mendengar itu, nabi Sulaiman tersenyum lantas berdoa dan bersyukur kepada Allah seperti yang tercantum dalam surah An-Naml tersebut. Betapa menakjubkan seorang Nabi mampu memahami dan menyayangi semut.
Larangan Menyakiti Semut
Ada banyak penyebutan lafaz al-Abrar dalam al-Qur’an, diantaranya terdapat dalam surah Ali Imran ayat 198,
لٰكِنِ الَّذِيْنَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ لَهُمْ جَنّٰتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا نُزُلًا مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ خَيْرٌ لِّلْاَبْرَارِ
“Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, mereka akan mendapat surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya sebagai karunia dari Allah. Dan apa yang di sisi Allah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti.”
Di dalam tafsir Ibnu Abi Hatim, bahwa makna al-Abrar (berbakti) dalam ayat di atas mengutip Hasan Al-Bashri yaitu:
الَّذِينَ لا يُؤْذُونَ الذَّرَّ
“Yaitu orang-orang yang tidak menyakiti adz-dzurr.”
Lafaz abrar juga terdapat dalam surah al-Muthaffifin ayat 18-22, ath-Thabari dalam tafsirnya juga mengutip pendapat hasan al-Bashri bahwa golongan Abrar adalah mereka yang tidak menyakiti apapun, bahkan dzur. Dzur dimaknai sebagai semut kecil (صغار النمل). Substansi yang sama juga dikutip ath-Thabari dari jalur sanad lain dengan perbedaan redaksi, bahwa Hasan Al-Bashri ditanya mengenai siapa al-Abrar, beliau menjawab, “yaitu yang tidak menyakiti dzurr (semut).” Artinya menyayangi semut adalah tanda kebaikan seseorang.
Kebaikan Al-Abror Yang Patut Diteladani
Dengan kata lain, golongan abrar (orang-orang berbakti) adalah maqam dan kedudukan tinggi, yakni mereka yang tidak menyakiti apapun dan siapapun, bahkan seekor semut sekalipun. Dalam tafsir ibnu katsir mengutip Abdullah bin ‘Amr, golongan abrar yaitu orang-orang yang berbakti kepada orang tua dan berbuat baik pada anak-anak. Ia juga mengutip pendapat bahwa al-Abrar adalah mereka yang tidak menyakiti keturunannya.
Dalam konteks ini, Hasan Al-Bashri mengaitkan al-Abrar dengan semut dalam artian bahwa dengan semut kecil saja tidak menyakiti apalagi terhadap sesama manusia tentu lebih tidak menyakiti lagi. Itulah makna al-Abrar.
Adapun mengenai larangan membunuh semut juga disebutkan dalam suatu hadis, Rasulullah saw melarang membunuh burung shurad, kodok, semut dan burung hud-hud (HR. Ibnu Majah). Akan tetapi ada sebuah pengecualian yang dipaparkan oleh sejumlah ulama, diantaranya dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, bahwa larangan membunuh semut itu tidak berlaku bagi semut yang mengganggu dan menyakiti. Dengan kata lain, larangan membunuh menjadi tidak berlaku apabila semut tersebut dalam keadaan menyakiti manusia. Hanya saja, kebolehan membunuhpun bukan dengan cara-cara menyakitkan, ada adabnya.
Hukum Menyakiti Semut
Imam Nawawi melarang tegas membunuh juga membakar semut sebagaimana dipaparkan dalam kitab Fatawa Al-Nawawi. Membunuh semut dengan cara dibakar juga dikecam dalam hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud ra., “Kami pernah bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan, ketika itu kami melihat seekor burung kecil bersama dua anaknya. Kemudian kami ambil keduanya dan induknya datang seraya mengepakkan kedua sayapnya. Rasulullah kemudian datang seraya berkata, ‘Siapa yang membuat burung ini risau karena anaknya? kembalikan anak burung ini kepadanya.
Sesudah itu beliau melihat sebuah sarang semut yang telah kami bakar. Beliau pun bertanya, ‘Siapa yang telah membakar ini?’ Kami menjawab, ‘Kami, Ya Rasulullah.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Tidaklah sepantasnya ada yang menyiksa dengan cara itu, kecuali Rabb pemilik api itu sendiri.’” (HR. Abu Dawud)
Membunuh dengan cara membakar tentu sangat menyakitkan. Maka hendaklah menggunakan adab terbaik seperti dengan cara menggunakan kapur semut, atau jika tidak memungkinkan dengan dipukul atau cara-cara lain yang tidak menyakiti.
Kisah Lain
Terdapat sebuah kisah yang disampaikan Abu Hurairah, ia mendengar nabi saw bersabda, “ada semut yang menggigit seorang nabi dari nabi-nabi terdahulu, lalu nabi itu memerintahkan agar membakar sarang semut-semut itu. Kemudian Allah mewahyukan kepadanya, firman-Nya; Apakah hanya karena gigitan seekor semut, lalu kamu membakar semua (suatu kaum yang bertasbih)?” [HR. Bukhari]. Dalam redaksi lain riwayat Muslim, kemudian Allah menurunkan wahyu kepadanya, ‘Mengapa kamu tidak membunuh seekor semut saja?”.
Hikmah Kisah Semut
Dari kisah ini, dapat diambil hikmah bahwa kebolehan membunuh hanya berlaku pada semut yang mengganggu saja, meskipun itu hanya satu ekor saja. Jika tidak mengganggu dan menyakiti manusia, maka haram membunuhnya. Meskipun hadis ini digambarkan membakar, selama ada cara lain yang lebih beradab, maka itu lebih baik. Mari menyayangi semut dan memperhatikan keberadaannya.
Kebolehan membakar hanya apabila tidak memungkinkan cara lain sebagaimana dikatakan Imam ‘Amudi dalam kitab Husni an-Najwa mengutip Ibnu Hajar bahwa boleh membunuh hewan hasyarat (hewan melata kecil, termasuk semut) ketika menyakiti dengan cara membakarnya ketika memang tidak ada cara lain selain membakarnya. Namun sekali lagi, selama ada cara lain yang lebih beradab, itu lebih baik.
Pada dasarnya, membunuh semut itu diharamkan. Namun keharaman itu menjadi hilang ketika ada semut yang sifatnya mengganggu dan menyakiti manusia. Bolehnya membunuh semut yang membahayakan tersebut juga harus memenuhi adab agar tidak menyakiti. Sebaiknya hindari membunuh semut dengan cara membakar, dan hendaknya menggunakan cara lain yang beradab sesuai anjuran syariat. Wallah a’lam.
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.