Pada tadabur yang lalu, kita telah mengkaji ayat khilafah nabi Adam. Yang di dalamnya tercantum dialog antara Allah dan para malaikat. Namun, kali ini kita akan mentadaburi kisah dua anak nabi Adam. Di dalamnya mengandung dialog yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Al-Qur’an sebagai kitab dialog tak ada habisnya untuk dikaji.
Kisah Kurban Kedua Putra Adam
Kisah ini bercerita tentang nabi Adam yang mengajarkan kedua anaknya untuk berkurban. Berkurban sebagai wujud rasa syukur sebelum melaksanakan pernikahan. Kemudian Habil dan Kabil sama-sama berkurban. Di atas puncak sebuah bukit, mereka berdiri dan mempersebahkankurban masing-masing.
Sebelum persembahan, Kabil mendapat bisikkan Iblis. Dengan hasutan bahwa Tuhan tidak butuh persembahan yang baik, karena Dia Maha Memiliki segalanya. Kabil tergoda dan hanya membersembahkan kambing kurus, buah dan sayur mayur tak terurus.
Sementara di sisi lain, Habil saudaranya mempersembahkan sebaliknya. Mempersembahkan kambing yang gemuk, buah dan sayu segar. Lalu nabi Adam berkata: “Esok hari, apabila kita Kembali, persembahan yang sirna adalah persembahan yang diterima.”
Esok harinya, mereka menemukan kurban Habil diterima dan kurban Kabil ditolak. Karena iri, Kabil geram dan akhirnya membunuh Habil. Dan inilah tragedi pembunuhan pertama dalam sejarah kemanusiaan.
Dialog Kedua Putra Adam
Percakapan kedua putra Adam direkam indah oleh Al-Qur’an di surat Al-Maidah ayat 27:
Artinya: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam menurut yang sebenarnya, Ketika keduanya mempersembahkan kurban. Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua dan tidak diterima yang lain. Ia berkata: “Aku pasti membunuhmu!” Berkata yang lain: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang yang bertakwa”.
Kemudian, di ayat selanjutnya menceritakan respon Habil atas ancaman pembunuhan. Yaitu di ayat 28:
Artinya: “Sungguh, kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhanmu seru sekalian alam.”
Melalui ayat ini kita dapat melihat bagaimana Al-Qur’an mengisahkan keduanya. Bahwa, Al-Qur’an memiliki teknik untuk menghadirkan dua karakter yang kontradiksi. Hal ini dimaksudkan agar kita mampu mengambil contoh perumpamaan kebaikan dan menghindari keburukan.
Membandingkan Kedua Putra Adam
Melalui kisah dan dialog di ayat ini, kita seakan sedang menyaksikan peristiwa ini secara langsung di depan mata kita. Dan kedua putra Adam berada pada posisi yang saling bersebrangan satu sama lain. Melalui dialog verbal saling balas antar keduanya dapat memberikan gambaran jelas bagi kita para pembaca.
Hal yang menarik adalah respon Habil atas ancaman Kabil. Habil sebagai seorang yang beriman, menghadapinya dengan ketenangan dan ketentraman. Tentu, hal ini muncul dari keyakinan dan kemurnian spiritualnya.
Sebagaimana yang direkam di ayat 28, nampak jawaban yang tenang. Terlihat dari kata-katanya yang menunjukkan perasaan yang tulus, terutama dalam ungkapan terhadap saudaranya. Ini merupakan posisi non-kekerasan dan lebih cenderung kepada perdamaian.
Dia melepas dirinya dari Bahasa ancaman yang digunakan oleh saudaranya, karena ia tidak ingin membunuh pada saat marah dan emosi. Dia yakin dengan argumen yang tenang dan beralasan, yang mampu memperbaiki situasi tegang yang terjadi di antara mereka.
Hal ini dapat menjadi pelajaran penting bagi kita. Bahwa, respon dengan kata-kata baik saat situasi berkecamuk adalah pilihan yang tepat. Komunikasi sehat semacam ini perlu diduplikat dan diterapkan dalam komunikasi antar kita semua.
Hikmah Kisah Kedua Putra Adam
Ada beberapa hikmah yang dapat diambil dari kisah dialog di antara mereka. Mengingat, kisah dan dialog di dalam Al-Qur’an mengandung pelajaran yang universal. Artinya dapat menjadi cahaya petunjuk untuk semua orang. Tidak terbatas oleh masa dan tempat.
Pertama, syarat diterima ibadah adalah dengan memberikan persembahan terbaik. Lalu, jika kita bertanya kepada diri kita. Sudahkah kita berdiri dan salat dengan pakain yang paling indah dan terbaik? Adakah aroma wewangian yang kita kenakan saat hendak menghadap-Nya? Dan sudahkah kita salat dengan seluruh kesempurnaan yang kita miliki?
Ini adalah pertanyaan penting untuk diri kita. Dan hal ini dapat diterapkan pada seluruh aspek ibadah kepada Allah. Apakah kita akan memilih mengikuti Habil dengan persembahan yang indah dan sempurna? Atau kita hanya akan bergabung bersama Kabil dengan persembahan yang buruk dan seadanya? Mari kita jawab dan renungkan masing-masing.
Kedua, dalam berdialog di situasi segenting apapun kuncinya adalah tenang. Ketenangan dalam berdialog, berdiskusi dan berkomunikasi adalah kunci tersampainya pesan. Melalui kondisi tenang kedua belah pihak yang berkomunikasi dapat mengontrol diri. Sehingga, komunikasi dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Semoga dengan mentadaburi kisah ini, kita lebih peka atas pesan tersirat Al-Qur’an. Dengan begitu, dialog yang penuh hikmah dapat kita petik nilai-nilainya. Dengan begitu, kita akan terus mengambil dan mengamalkan nilai tersebut dalam kehidupan kita.
Wallahu’alam bishawab
Kanal Tafsir Mencerahkan
Sebuah media Islam yang mempromosikan tafsir yang progresif dan kontekstual. Hadir sebagai respon atas maraknya tafsir-tafsir keagamaan yang kaku dan konservatif.