Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Mentadaburi Al-Qur’an Sebagai Kitab Dialog (1)

Sumber: https://www.pinterest.com/

Islam dan Nabi Muhammad datang dengan semangat rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil’ālamin). Rahmat sebagai simbol kemaslahatan, kebaikan dan kedamaian. Adapun alam semesta memberi batasan, bahwa kemaslahatan itu harus mencakup seluruh alam semesta. Artinya, Islam menghendaki kemaslahatan seluas-luasnya dan melintasi sekat-sekat perbedaan yang ada.

Satu dari bentuk kemaslahatan itu adalah dengan memberi ruang untuk berdialog. Dalam masyarakat yang majemuk, dialog yang seimbang adalah kunci hidup dalam harmoni. Setidaknya, ruang untuk berkomunikasi dan bertukar pendapat mendapat perhatian penting di tengah masyarakat.

Islam sebagai agama penebar rahmat memberi ragam model dialog. Namun, tulisan ini akan mengkaji keragaman dialog hanya dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan spirit kemaslahatan, dialog di dalam Al-Qur’an memberi banyak pelajaran bagi kesejahteraan hidup masyarakat.

Al-Qur’an Kitab Dialog

Al-Qur’an tidak diturunkan dalam ruang kosong. Akan tetapi, ia turun dalam konteks budaya Arab. Selain itu, ayat-ayatnya merespon peristiwa dan problem yang terjadi di masa Nabi Muhammad. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an memberi petunjuk melalui dialog interaktif dengan umat manusia.

Adanya seruan, pertanyaan, perintah dan larangan merupakan bukti Al-Qur’an kitab dialog. Ayat seruan seperti “wahai manusia” atau “wahai orang-orang yang beriman”. Adapun ayat pertanyaan, “dan taukah kamu apakah malam kemuliaan itu?“ atau “tidakkah kalian berpikir?”

Sementara ayat perintah dan larangan seperti, “dan sempurnakanlah puasa hingga malam” atau “dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat”. Ayat larangan semisal, “makan dan minumlah dan jangan berlebihan” atau “janganlah kamu mencari kesalahan orang lain dan jangan saling menggunjing satu sama lain”. Unsur-unsur dialog ini tersebar di berbagai surat.

Di sisi lain, Al-Qur’an juga memuat beragam konteks dialog. Seperti dialog antara Allah, para malaikat dan iblis. Juga terdapat dialog pada kisah-kisah Nabi dengan umatnya. Ada pula dialog antara Nabi Muhammad dan kaum kafir. Nantinya, akan dikaji lebih lanjut beberapa dialog dan coba diambil pelajaran darinya.

Baca Juga  Dapatkah Manusia Melihat Tuhan?

Mentadaburi Al-Qur’an

Sebagai kitab dialog, kita sebagai pembaca perlu menentukan posisi. Karena Al-Qur’an menyapa setiap manusia, maka kita harus selalu merasa disapa saat membaca Al-Qur’an. Dengan begitu, membaca ayat Al-Qur’an serupa bercermin dengan Al-Qur’an. Artinya, ada upaya untuk membaca dan introspeksi diri. Kemudian, kita akan terus berusaha memperbaiki diri agar sejalan dengan nilai Al-Qur’an.

Perintah tadabur Al-Qur’an terdapat pada empat ayat. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an bukan hanya kitab bacaan, melainkan kitab untuk mentransformasi diri. Berikut ayat-ayat perintah tadabur pada Al-Qur’an:

Surat An-Nisa’ ayat 82. Artinya: “Maka tidakkah mereka mentadaburi Al-Qur’an. Kalau kiranya Al-Qur’an bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan di dalamnya.”

Surat Shad ayat 29. Artinya: “Ini adalah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka mentadaburi ayat-ayatnya dan supaya orang yang berpikir mendapat pelajaran.”

Surat al-Mukminun ayat 6. Artinya: “Maka apakah mereka tidak mentadaburi perkataan (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu?

Surat Muhammad ayat 24. Artinya: “Maka apakah mereka tidak mentadaburi Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”

Mentadaburi Al-Qur’an sebagai kitab dialog dapat membawa diri kita pada nilai-nilai Al-Qur’an. Tadabur semacam ini adalah pembacaan ayat Al-Qur’an ke dalam diri, bukan ke luar diri. Artinya, kita tidak menuding orang lain sebagai kurang beriman, akan tetapi menuding diri sendiri dahulu agar sejalan dengan nafas dan akhlak Al-Qur’an.

Berdialog Dengan Allah

Salat dan membaca Al-Qur’an adalah dua cara untuk melakukan dialog dengan Allah. Kalau salat dan berdoa kita yang berbicara kepada Allah. Boleh jadi berupa pujian, permohonan ataupun keluh dan kesah. Sementara dengan membaca Al-Qur’an, Allah yang berbicara kepada kita.

Baca Juga  Mentadaburi Al-Qur’an Sebagai Kitab Dialog (3)

Posisi kita sebagai hamba yang salat dan membaca Al-Qur’an menjadi penting untuk direnungkan. Keduanya menjadi sarana yang sempurna untuk menjalin komunikasi dengan Allah. Jika kita ingin berbicara kepada Allah, maka kita harus memperbanyak salat dan doa. Adapun jika kita ingin agar Allah sering berbicara kepada kita, maka kita harus memperbanyak membaca Al-Qur’an.

Tentu, membaca Al-Qur’an yang dimaksud adalah yang disertai tadabur. Membaca penuh penghayatan dan perenungan, kemudian pelan-pelan diwujudkan dalam prilaku sehari-hari. Dengan begitu, hasilnya kita akan berakhlak sebagaimana akhlak Al-Qur’an dan Nabi Muhammad. Karena, akhlak Nabi Muhammad adalah akhlak Qur’ani.

Semoga, dengan mentadaburi Al-Qur’an sebagai kitab dialog, kita lebih dekat dengan nilai-nilai Al-Qur’an. Kemudian selalu berdialog dengan Allah melalui salat dan doa. Juga merasa disapa dan disindir oleh Al-Qur’an, lalu segera memperbaiki diri menjadi sejiwa dengan semangat Al-Qur’an.

Wallahua’lam bishawab.