Pembahasan tentang pandemi seolah tak ada habisnya. Pemerintah semakin hari semakin gencar melakukan sidak protokol kesehatan, memperketat hingga tercetusnya beberapa tingkatan pembatasan kegiatan masyarakat, hingga mensukseskan penyebaran vaksinasi. Patuh terhadap pemerintah terlihat seperti sebuah keterpaksaan. Pada tulisan ini penulis akan mengulas bagaimana Fazlur Rahman dalam penafsirannya mengamati problematika masyarakat saat ini untuk menangani krisis pendapat di tengah keadaan yang sekarat? Bagaimana bijaknya seorang muslim dalam menanggapi konteks patuh terhadap pemerintah berlandaskan pemikiran Fazlur Rahman?
Mengenal Tafsir Fazlur Rahman
Salah satu tokoh tafsir kontemporer yang terkenal ialah Fazlur Rahman. Beliau merupakan seorang ilmuwan muslim yang kontribusi nya besar dalam keilmuwan tafsir khusunya tafsir kontemporer. Tafsir kontemporer merupakan sebuah gebrakan penafsiran baru dengan berlandaskan pada konteks-konteks sosial yang sedang terjadi tanpa meninggalkan historisitasnya. Penafsiran yang digagas Fazlur Rahman dalam kitabnya condong ke corak adabi wal ijtimaiy. Terdapat satu problematika yang masuk dalam corak ini dan yang sedang dihadapi dunia saat ini yakni pandemi Covid 19.
Beberapa keistimewaan tafsir kontemporer masa Fazlur Rahman ialah[1], (1) tidak mengandung kisah israiliyat, (2) bersih dari hadis-hadis palsu, (3) memadukan antara teori kontesktualitas dengan kaedah teori al-Qur’an sehingga terdapat koherensi antara keduanya, (4) menyingkap dengan lugas aspek keindahan bahasa al-Qur’an dan penjelasannya sangat singkat dan tidak membosankan.
Jika tadi membahas terkait keistimewaan tafsir kontemporer pada zamannya, maka selanjutnya akan dijabarkan mengenai persiapan apa saja menurut Fazlur Rahmanyang dibutuhkan dalam menafsirkan al-Qur’an. Beberapa di antaranya yakni, (1) selain pengetahuan tentang bahasa, pengetahuan terkait idiom idiom bahasa arab juga diperlukan. (2) asbabun nuzul atau latar belakangnya ayat tersebut turun. (3) tradisi historis terkait umat masa rasulullah memahami perintah perintah al-Qur’an. (4) terakhir, penggunaan nalar manusia sesuai dengan problem yang sedang dihadapi.
Opini, refleksi, dan kontekstualisasi
Berbicara mengenai teori penafsiran Fazlur Rahman, mari kita lihat bagaimana teori penafsirannya mampu menjawab persoalan masyarakat muslim saat ini. Sebelumnya telah disinggung, salah satu hal yang kian meresahkan dua tahun belakangan ini yakni terkait kewenangan pemerintah atas pandemi. Pemerintah dalam menyikapi pandemi membuat berbagai peraturan dan kebijakan-kebijakan baru hingga berdampak besar bagi banyaknya kalangan masyarakat di Indonesia. Hak berpendapat tetap ada namun seolah tak digubris dan juga banyak masyarakat yang tidak menyampaikan aspirasi pada wadah yang tepat namun justeru mengunggah di media sosial mengkritik keputusan pemerintah yang dianggap tidak adil.
Padahal telah ada dalam QS. An-Nisa [4]: 83 menjelaskan bahwa umat muslim dibenarkan mengkritik pemerintah. Redaksi penafsiran yang ada dalam surah tersebut yakni, “dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka (langsung) menyiarkannya. (padahal) apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenerannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ulil amri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikuti setan kecuali sebagian kecil saja (diantar kamu)”.
Terkait pembahasan sebelumnya, bahwasannya masyarakat diberikan ruang untuk berpendapat, bahkan di al-Qur’an pun juga dikatakan seeperti itu. Kemudian jika di fikir fikir kembali, apa yang telah dilakukan pemerintah sudahlah bijak dan adil, yang mana kesmuanya ini dilalui oleh kegiatan musyawarah atau dalam bahasa al-Qur’annya dikenal dengan kata syura. dalam al-Qur’an, ayat yang menjelaskan terkait pemerintah harus adil terdapat pada QS. An-Nisa [4]: 58. sementara terkait pemerintah harus melalukan musyawarah terlebih dahulu baru mengeluarkan kebijakan-kebijakan dan peraturan terdapat pada QS. Ali Imraan [3]: 159, QS. asy-Syura [42]: 38.
Kontekstualisasi Penafsiran Fazlur Rahman
Dari beberapa pemetaan ayat ayat yang menjelaskan terkait konsep kepemerintahan, maka sebagai masyarakat yang baik khususnya umat muslim, haruslah juga bersikap bijak dengan menerima keputusan apapun yang telah di buat. Karena apa yang mereka putuskan pasti telah dipertimbangkan sebaik mungkin baik dampak positif maupun negatifnya.
Terdapat ayat yang mengharuskan masyarkat muslim agar patuh terhadap ulil amri yakni QS. An-Nisa[4]: 59.[5] Kemudian Fazlur Rahman juga menimpali hal tersebut dengan QS. Ali Imran[3]:110, dimana pada ayat ini Fazlur Rahman menjelaskan terkait anjuran berbuat yang makruf. Adapun redaksi penafsirannya sebagai berikut. “kamu (umat islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah, sekiranya ahli kitab beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang berimantentulah itu yang terbaik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Penulis menyimpulkan terdapat dua kata yang dapat ditarik dalam penafsiran ini yakni ma’ruf dan mungkar. Ma’ruf yang dimaksudkan ayat ini tak lain seperti yang telah saya katakan di atas yakni patuh pada pemerintah, kemudian yang kedua, terkait munkar. Munkar pada konteks pandemi ini, sama halnya dengan masyarakat muslim tidak mematuhi peraturan yang ditetapkan pemerintah, ketika ada suatu hal negatif yang terjadi pada masyarakat, dampaknegatifnya tentu akan lebih besar.
Selain itu masyarakat juga akan menambah beban negara. Konteks pandemi memberikan sebuah pelajaran di mana jika ingin sehat maka jagalah dirimu, berusaha untuk sabar dengan patuh pada ulil amri. Dengan mencegah hal hal mungkar (negatif/bahaya) niscaya kita akan mendapatkan kebaikan (ma’ruf) yang setimpal harganya dengan usaha yang kita lakukan dan perjuangkan selama ini.
Editor: An-Najmi Fikri R
Leave a Reply