Puasa adalah pengendalian diri untuk menahan hawa nafsu. Dengan berpuasa kita diajak untuk berperang menaklukan nafsu. Itulah jihad terbesar yang dilakukan manusia.
Hawa nafsu merupakan musuh yang harus ditaklukan. Nafsu itu ada di dekat kita maka kita perlu waspada agar tidak terjebak dalam pelampiasan nafsu.
Antara Jihad dan Puasa
Dalam terminologi fikih, jihad artinya memerangi orang kafir demi menegakkan syariat Islam. Jihad juga bisa diartikan memerangi hawa nafsu. Ada hubungan yang sangat erat antara perintah puasa dan perintah jihad.
Perintah puasa jatuh pada tahun yang sama dengan diturunkannya perintah berjihad (perang melawan kaum musyrik). Yaitu pada saat Rasulullah SAW menghadapi perang Badar tahun kedua Hijriah.
Dua gambaran peristiwa perang tersebut sebagai gambaran jihad yang betul-betul karena Allah. Namun, setelah kaum muslimin pulang dari perang Badar yang sangat dahsyat tersebut, Rasulullah bersabda “Kalian semua telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran yang lebih besar. Lalu dikatakan (kepada Nabi), pertempuran besar apakah wahai Rasulullah? beliau menjawab, jihad (memerangi) hawa nafsu.” (HR. Al Baihaqi).
Hawa Nafsu Sebagai Musuh Paling Nyata
Bagi kaum muslimin, hawa nafsu adalah musuh yang sangat nyata dan utama yang harus diperangi, sebelum memerangi yang lain. Berdasarkan riwayat dari Abu Malik Al Asyari, sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Musuhmu yang paling berbahaya adalah hawa nafsu yang ada di antara lambungmu, anakmu yang keluar dari tulang rusukmu, istrimu yang kamu gauli, dan sesuatu yang kamu miliki.” (HR Al Baihaqi).
Kemudian Rasulullah menekankan bahwa orang yang kuat adalah orang yang bisa mengendalikan hawa nafsunya manakala sedang marah. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah orang yang kuat adalah pandai bergulat, tapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan nafsunya ketika ia marah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah SAW bersabda, “Mukmin yang paling utama adalah umat yang selamat dari keburukan lisan dan tangannya. Mukmin paling utama keimanannya adalah yang paling baik perilakunya. Muhajirin paling utama adalah orang yang meninggalkan larangan Allah. Jihad paling utama adalah jihad melawan nafsu sendiri karena Allah.” (HR. Ahmad, Al Tirmidzi, dan Abu Dawud).
Puasa dan Ikhtiar Memerangi Hawa Nafsu
Saat kita melaksanakan puasa di bulan Ramadhan ini, kita telah berikhtiar melakukan perang melawannya. Musuh yang tidak terlihat namun sangat dekat dengan diri kita bahkan menjadi satu dengan diri kita. Tidak ada pedang untuk melawannya termasuk benda-benda yang lain kecuali berpegang teguh pada Allah dan sunnah Rasullullah.
Demikianlah, saat kita menjaga hati agar tidak terkotori oleh godaan hawa nafsu kita sedang berperang malawannya. Iman dan keyakinan yang kita miliki adalah senjata kita untuk menaklukan hawa nafsu.
Maka sejatinya ibadah puasa Ramadhan ini adalah bentuk lain dari Jihad di jalan Allah. Itu karena di dalam ibadah puasa mengandung peperangan yang maha dahsyat, yaitu perang manusia melawan hawa nafsunya, perang melawan penyakit-penyakit hati dan perang melawan busuknya mentalitas kita.
Bahkan yang pertama kali turun adalah perintah puasa dalam firman Allah SWT: “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian puasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian bertaqwa “ (QS Al-Baqarah : 183 ).
Penutup
Rasulullah menegaskan bahwa jihad paling utama adalah melawan hawa nafsu. Salah satu pelajaran untuk mengalahkan hawa nafsu yakni dengan ibadah puasa Ramadhan. Dengan mampu mengendalikan dari hawa nafsu akan memberikan keselamatan di hari akhir.
Kemenangan perang Badar di pihak kaum muslimin merupakan ukiran indah dalam sejarah Islam yang mengilustrasikan bahwa jumlah pasukan yang kecil tidak selamanya kalah dengan jumlah yang besar. Hal ini sebagai pendidikan kepada kita bahwa campur tangan Allah dalam perjuangan yang didasarkan pada niat yang tulus dan keihklasan menjadi kunci utama keberhasilannya.
Namun, ketika Allah berkehendak akan sesuatu, maka sesuatu itu tidak akan dipandang siapa dan jumlahnya berapa, jika Allah akan memenangkannya, maka ia akan menang.
Dalam situasi pandemi Covid-19, jihad melawan hawa nafsu terasa seperti jihad melawan Covid-19. Keduanya adalah musuh yang tak terlihat, sehingga kita harus menghindarinya dan mencegah penyebarannya dengan menahan diri dari banyak hal yang berisiko.
Nafsu itu seperti hewan buas ia akan jinak bila mana dikendalikan dengan baik. Semoga kita semua tetap istiqomah dalam berjihad mengendalikan nafsu.
Penyunting: Bukhari
Leave a Reply