Ulama tafsir kenamaan yang cukup populer ini diberi nama lengkap Yahya bin Sallam bin Abi Tsa’labah al-Taimy al-Bashri al-Ifriqy al-Qairawanye. Ulama bernama Yahya bin Sallam ini dilahirkan di Kuffah pada 124 Hijriah dan wafat sekembalinya dari lawatan kunjunganya dari Mesir, pada 200 Hijriah.
Selain populer sebagai seorang ulama tafsir, bidang-bidang keahlian keilmuan keislaman lainya juga nampak beliau tekuni. Seperti bahasa, ilmu hadis, serta ilmu fikih. Lawatan pengembaraan keilmuannya cukup mewarnai keilmuan yang dimilikinya. Sehingga wajar saja jika beliau mempunyai banyak guru dari asbab lawatan pengembaraan keilmuanya tersebut.
Hal tersebut terlihat dari jumlah keseluruhan total guru yang pernah beliau temui selama pengembaraan keilmuanya. Jika ditotalkan maka berjumlah sekitar 363 ulama. Jumlah tersebut agaknya belum termasuk daripada beberapa tabi’in yang beliau temui.
Selain itu beliau juga dikenal pula sebagai sosok ulama yang pernah berjumpa secara langsung dengan Imam Malik di Madinah Al-Munawwarah, dan berhasil menerima beberapa riwayat dari Imam Malik, yakni sekitar 18 hadis. Hal ini merupakan sebuah hal yang amat berharga bagi diri seorang ulama bernama Yahya bin Sallam ini. Pasalnya ulama sekelas Imam Malik hanya meriwayatkan dari orang-orang yang terpercaya semasa hidupnya. (Munthe: 2018, h. 13-14)
Daftar Guru
Sebagaimana telah penulis ulas melalui untaian jahitan tulisan di atas, yaitu mengenai jumlah guru daripada Yahya bin Sallam, yang total keseluruhanya berjumlah 363 ulama. Belum termasuk tambahan dari tabi’in, dan adapun dalam kesempatan ini, penulis ingin merinci sebagian nama-nama ulama yang pernah menjadi guru daripada Yahya bin Sallam. Berikut rinciannya:
Pertama, al-Hasan bin Dinar. Kedua, Hammad bin Salamah (w.167 H/783 M). Ketiga, Hammam bin Yahya (w.164 H/780 M). Keempat, Sa’id bin Abi Arubah (w.156 H/772 M). Kelima, al-Bahlul bin Rasyid (w.183 H/779 M). Keenam, Abdullah bin Farraukh (w.176 H/175 M), dan beberapa guru-guru lainya. Salah satunya yaitu Imam Malik dan juga Ibn Lahi’ah, dan hal tersebut menjadi wajar, mengingat lawatan pengembaraan keilmuanya berangkat dari berbagai wilayah. Berikut wilayah-wilayah yang pernah dijajaki oleh seorang Yahya bin Sallam dalam lawatan pengembaraan keilmuanya:
Pertama, ketika melawat ke Kuffah, beliau bertemu dengan seorang ulama bernama Yunus bin Abi Ishaq. Kedua, pada saat beliau melakukan pengembaraan keilmuan ke Bashrah, beliau juga bertemu dengan seorang ulama bernama Abi al-Asyhab. Ketiga, sementara itu, ketika beliau melawat Syam, beliau juga bertemu salah seorang ulama bernama Abdurrahman bin Yazid.
Keempat, dalam lawatan pengembaraan keilmuannya ke Makkah dan Madinah, yang merupakan sebuah hal yang amat berharga bagi diri seorang ulama bernama lengkap Yahya bin Sallam ini. Pasalnya berhasil bertemu dengan ulama sekelas Imam Malik bin Anas. Keenam, dalam lawatan pengembaraan ke negeri Piramid Mesir, beliau bertemu juga dengan seorang ulama bernama Ibn Lahi’ah. Ketujuh, beliau pernah bertemu juga dengan seorang ulama bernama Abdullah bin Farraukh saat melakukan pelawatan keilmuan ke Afrika. (Munthe: 2018, h. 15)
Tafsir Karya Yahya bin Sallam
Mengenai kitab tafsir buah karya Yahya bin Sallam, yang berjudul al-Tasharif li Tafsir al-Qur’an min Maa Isytabahat Asma’uhu wa Tasharrafat Ma’anihi, tentu tak akan bisa dilepaskan daripada jasa kedua muridnya. Sebut saja, pertama, yaitu Muhammad bin Yahya selaku anaknya sendiri (w.262 H/875 H). Kedua, yaitu muridnya yang berasal dari Afrika, bernama Abu Dawud Ahmad bin Musa bin Jarir al-Azdi al-Aththar (w. 274 H/887 M). Melalui perantara periwayatan kedua murid inilah karya tafsir beliau, yaitu al-Tasharif li Tafsir al-Qur’an min Maa Isytabahat Asma’uhu wa Tasharrafat Ma’anihi, sampai ke tangan kita hingga sekarang ini.
Walaupun jika ditelisik perihal kepopuleran serta kemasyhuran kitab tafsir tersebur, hal itu berkat seorang yang bernama Ibn Khair. Sosok Ibn Khair merupakan seorang yang katakanlah konsen terhadap buah karya Yahya bin Sallam dalam bidang tafsir. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya riwayat-riwayat yang Ibn Khair kutip daripada kitab tafsir tersebut. Dan hal tersebutlah yang menjadi asbab kepopuleran tafsir al-Tasharif li Tafsir al-Qur’an min Maa Isytabahat Asma’uhu wa Tasharrafat Ma’anihi, buah karya Yahya bin Sallam.
Terlepas dari itu semua, pengarang tafsir ini dalam menafsirkan al-Quran menggunakan model penafsiran tafsir bi al-ma’tsur. Hal tersebut merupakan metode yang umumnya diejawantahkan oleh ulama-ulama tafsir pada umumnya, seperti menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an. Kemudian dengan hadis, serta merujuk kepada pendapat-pendapat para sahabat dan tabi’in, atau juga merujuk kepada makna-makna daripada kalimat-kalimat dalam bahasa Arab. (Munthe, 2018, p. 17). Wallahua’lam.
Penyunting: Bukhari
Leave a Reply