Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Mengenal Teori Nasikh Terbalik Abdullahi Ahmed An-Naim

Nasikh Terbalik
Gambar: https://ahmadbinhanbal.com/

Profil Abdullahi Ahmed An-Naim

Abdullahi Ahmed An-Na’im lahir pada tanggal 6 April tahun 1946 di sebuah desa bernama Maqawier yang terletak di Sudan. Ayahnya bernama Ahmed An-Naim sedangkan ibunya bernama Aisha al-Awad Osman. Ia mempunyai empat saudara perempuan dan enam saudara laki-laki. An-Naim juga termasuk kepada anak yang sangat rajin dalam mempelajari Al-Qur’an. Terbukti sebelum masuk ke sekolah dasar An-Naim sudah sempat mempelajari Al-Qur’an dan juga menghafalkan Al-Qur’an sampai dua Juz.

An-Naim mengeyam sekolah dasar hingga sekolah menengahnya di daerah Atabara. Namun di tengah perjalanan ia terpaksa harus pindah ke Omdurman karena mengikuti ayahnya dan melanjutkan sekolah menengahnya disana. Selanjutnya An-Naim melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Khartoum dan berhasil mendapat gelar L.LB. Tidak berhenti di situ pada tahun selanjutnya yaitu 1973 ia berhasil meraih dua gelar yaitu L.L. M dengan M.A. Lalu di tahun 1976 barulah An-Naim memperoleh gelar Ph.D di bidang Ilmu Hukum di Universitas Edinburgh.

Dari perjalanan akademik yang dilalui oleh An-Naim, perjumpaannya dengan Taha (gurunya) merupakan momen yang paling mempengaruhi pemikirannya dalam hukum Islam. Sejak pertemuannya dengan Taha, An-Naim sangat aktif dalam penyebaran tentang gagasan-gagasan pembaharuan hukum Islam, bahkan sampai An-Naim dan Taha dipenjara selama 2,5 tahun akibat menyebarkan gagasan gurunya. Setelah keduanya keluar dari penjara, Taha dihukum mati karena terus bersikeras menyebarkan pahamnya, sedangkan An-Naim seteleh mendengar gurunya di hukum mati ia memutuskan untuk keluar dari Sudan.

Teori Nasikh Terbalik

Secara singkat teori nasikh terbalik Abdullahi Ahmed An-Naim merupakan kebalikan dari teori nasikh mansukh yang sudah ada. Dimana para ahli fikih menjelaskan bahwa nasikh mansukh merupakan penghapusan oleh Allah SWT terhadap hukum syara’ yang lampau dengan dalil syara’ yang terbaru. Sedangkan teori nasikh terbalik An-Naim justru sebaliknya. Yaitu ayat yang lama (ayat Makkiyah) menasikh ayat yang baru (ayat Madaniyah).

Baca Juga  Perbedaan Umat Islam dan Orientalis dalam Mengkaji Al-Quran

Lahirnya teori na>sikh terbalik ini dilandasi oleh usaha An-Naim dalam merekonstruksi konsep Makkiyah dan Madaniyah yang dirumusukan oleh para ulama terdahulu. Dalam al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an karya As-Suyuthi dijelaskan, bahwa para ulama mendefinisikan konsep Makkiyah dan Madaniyah kedalam tiga pengertian.

Pertama, Makkiyah dipahami dengan ayat yang turun sebelum Nabi hijrah dan Madaniyah adalah ayat yang turun setelah Nabi hijrah. Baik itu turun saat di Makkah ataupun di Madinah. Kedua, Makkiyah merupakan ayat yang turun di Makkah dan Madaniyah merupakan ayat yang turun di Madinah. Baik itu setelah hijrah ataupun sebelumnya.

Ketiga, Makkiyah adalah ayat yang ditunjukan untuk ahli Mekkah dan Madaniyah ditunjukan untuk kaum Madinah. Secara garis besar dapat penulis simpulkan bahwa para ulama terdahulu mendefinisikan Makkiyah dan Madaniyah berdasarkan segi tempat dan waktu.

Bagi An-Naim konsep Makkiyah dan Madaniyah tidak hanya berkaitan atau dibedakan menggunakan perspektif waktu dan tempat layaknya para ulama terdahulu. Melainkan dua konsep tersebut berkaitan juga dengan nilai atau misi yang terkandung di dalamnya. Lebih jauh An-Naim menjelaskan bahwa ayat Makkiyah adalah ayat yang mengusung tema dan misi yang fundamental dan abadi.

Makkiyah Abadi, Madaniyah Temporal

Selain itu juga ayat Makkiyah berbicara kepada manusia dengan kesetaraan serta tidak adanya diskriminasi. An-Naim mencontohkan bahwa dalam ayat Makiyah diksi yang dipakai ketika menyapa adalah kata “wahai anak Adam atau “wahai Manusia”. Sedangkan ayat Madaniyah merupakan ayat yang membawa ajaran atau misi yang sifatnya temporal, karena ajarannya yang terkandung di dalamnya sesuai dengan konteks masyarakat pada saat itu.

Sehingga dalam pandangan An-Naim bahwa ayat Madaniyah tidak bisa diberlakukan lagi di masa sekarang dan harus diganti dengan ayat yang membawa misi fundamnetal dan juga abadi (ayat Makkiyah).

Baca Juga  Menuju Arah Baru: Literasi Tafsir di Dunia Digital

Implikasi Teori Nasikh Terbalik Pada Penafsiran Al-Qur’an

Secara sekilas bila melihat karir akademik atau pun teori nasikh terbalik An-Naim, dapat penulis simpulkan bahwa fokus An-Naim adalah terhadap hukum Islam bukan dalam khazanah keilmuan tafsir. Selain itu juga bila mengacu kepada beberapa karyanya seperti Dekonstruksi Syariah, African Constitualism and The Role of Islam, dan Self Determination and Unity maka secara keseluruhan berkaitan dengan hukum Islam, dan juga An-Naim memunculkan teori nasikh terbalik dengan tujuan melakukan pembaharuan dalam dunia hukum islam tidak dalam ranah penafsiran.

Walaupun, teori nasikh terbalik An-Naim menurut penulis berhubungan dengan Ilmu tafsir atau menjadi wacana baru dalam dialetika penafsiran. Mengingat teori nasikh mansukh dan konsep Makkiyah dan Madaniyah yang dikritik oleh An-Naim merupakan bagian dari ilmu-ilmu dalam penafsiran Al Qur’an yang disebutkan dalam kitab al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an.

Selain itu juga dengan adanya teori nasikh terbalik ini tentunya sangat berimplikasi terhadap penafsiran Al-Qur’an.  Salah satu contohnya dalam penggalan Q.S An-Nisa ayat 11.

يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَٰدِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ

Ash-Shabuni menjelaskan bahwa ayat ini merupakan landasan hukum Islam dalam persoalan pembagain harta waris laki-laki dan perempuan. Laki-laki mendapat bagian lebih banyak dari perempuan (2:1). Namun An-Naim justru sebaliknya, bagi An-Naim Q.S An-Nisa ayat 11 merupakan ayat yang harus dinasikh dengan ayat Makkiyah. Karena ayat tersebut merupakan ayat Madaniyah yang bersifat temporal (sesuai dengan konteks masyarakat pada zaman itu) dan tidak relavan digunakan di zaman sekarang karena di dalamnya terkandung dikriminasi terhadap perempuan.

Penutup

Bila kita melihat contoh tersebut dapat disimpulkan teori nasikh terbalik An-Naim sudah termasuk kedalam metode penafsiran, karena didalamnya menjelaskan bagaimana cara seseorang memahami ayat Al-Qur’an dengan menggunakan langkah-langkah, yaitu menasikh ayat madaniah (temporal) yang sudah tidak relevan untuk digunakan pada saat ini dengan ayat makiyah (abadi).

Baca Juga  Prinsip Semantik Al-Qur’an Menurut Toshihiko Izutsu

Tidak hanya itu adanya teori nasikh terbalik secara tidak langsung merekonstruksi salah satu cabang ilmu dalam ulum Al-Qur’an yaitu mengenai konsep nasikh mansukh. Selain itu juga menerapkan teori tersebut di dalam dunia penafsiran saat ini  akan sangat banyak memunculkan tafsir-tafsir baru yang itu berpengaruh juga terhadap perubahan pondasi hukum Islam yang selama ini dipahami, seperti hukum pembagian waris, hukum keluarga ataupun hukum yang lainnya.

Penyunting: Bukhari

Muhamad Rouf Didi Sutriadi
Lahir pada tanggal 21 Januari 2000, Pandegalang Banten. Sedang menempuh studi S2 di jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kesibukan sehari-hari dipenuhi dengan kegiatan akademik seperti membaca, menulis artikel, dan mengerjakan tugas-tugas kuliah. Selain itu juga aktif dalam kegiatan non-akademik seperti mengikuti survey politik di berbagai lembaga, aktif di organisasi eksternal dan juga di dunia fotografi.