Tanwir.ID Kanal Tafsir Mencerahkan

Mengenal Tafsir Al-Furqon: Tafsir Lughowi yang Jarang Dikenal

Tafsir Al-Furqon
Sumber: m.ayobandung.com

Ahmad Hassan atau lebih dikenal dengan A. Hassan Bandung dilahirkan di Singapura pada  1887, dari pasangan Ahmad yang berasal dari India dan Muznah yang berasal dari Palekat  Madras, India. Ahmad Hassan mengawali karirnya sebagai seorang jurnalis dan pemimpin  surat kabar “Nurul Islam” yang terbit di Singapura. Dalam surat kabarnya, ia membahas masalah bahasa dan agama serta mengadakan tanya-jawab dalam surat kabarnya.

Alasan A. Hassan Menulis Tafsir Al-Furqon

Alasan mengapa A. Hassan menulis Tafsir al-Furqon di antaranya adalah karena desakan keadaan yang membutuhkan ilmu demi memenuhi kepentingan umat Islam kala itu. Selain itu juga, A. Hassan diminta agar menuliskan kitab tafsir karena memang beliau memiliki kapasitas dalam melakukan hal itu.

Dikatakan juga bahwa, anggota Persis ingin sekali memiliki pegangan kitab tafsir sehingga mereka lebih mudah memahami al-Quran. Menurut apa yang dituliskan dalam kata pengantar kitab tafsir ini oleh Dr. Zuhal Abdul Qadir, kitab tafsir al-Furqon ini telah mengalami perefisian beberapa kata atas permintaan keluarga A. Hassan serta pemerhati kitab.

Hal ini dikarenakan perkembangan kosa kata bahasa Indonesia yang dialami seiring berkembangnya zaman terutama setelah ditetapkannya Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan serta kamus-kamus bahasa Indonesia lainnya.

Model dan Gaya Penafsiran

Dalam penafsirannya beliau lebih menekankan pada makna asal sehingga ketika menerjemahkan lebih mudah dipahami dan agar seorang non arab juga dengan mudah bisa memahami makna atau tafsirannya. Ketika beliau menerjemahkan tidak akan terlepas dari sumber pokok hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist begitupun karya lainnya tanpa terkecuali.

Ahmad Hasan mengatakan bahwa penerjemahan yang dilakukan oleh beliau hanya semata-mata agar masyarakat Indonesia bisa memahami makna kandungannya. Dalam tafsirannya, beliau mengingatkan bahwa ketika dia menafsirkan satu ayat belum tentu dapat dipahami oleh orang lain.

Baca Juga  Pandangan Imran Nazar Hosein tentang Uang

Beliau mengatakan didalam pendahuluan tafsirnya yang dikutip oleh Akhmad Bazhit bahwa “Dalam menerjemahkna ayat, sedapat mungkin saya melakukannya kata demi kata. Jika cara itu tidak dapat dilakukan, barulah saya menerjemahkan suatu kata dengan melihat maknanya karena, menurut saya cara itu akan berguna bagi orang teliti dalam melihat terjemahannya”.

Metode Penafsiran A. Hassan

Mekanisme yang dilakukan oleh Ahmad Hasan dalam tafsirannya dengan menggunakan metode ijmali ini menerjemahkan dan menafsirkan sesuai dengan urutan ayat per ayat, surah dengan surah yang ada dalam Al-Qur’an secara sistematis. Semuanya ditafsirkan dengan ringkas dan umum. Metode ini mencakup aspek beberapa hal:

  1. Mengartikan setiap kosa kata yang ditafsirkan dengan kosa kata yang lain yang tidak jauh menyimpang dari kosa kata yang ditafsirkan.
  2. Menjelaskan konotasi setiap kalimat yang ditafsirkan sehingga menjadi jelas.
  3. Menyebutkan latar belakang turunnya ayat yang ditafsirkan, walaupun tidak semua ayat disertai dengan asbabun Nuzul. Asbabun Nuzul dijadikan sebagai pelengkap yang memotivasi turunnya ayat, yang ditafsirkan. Asbabun Nuzul sangat urgen karena dalam asbabun Nuzul mencakup beberapa hal yaitu peristiwa, pelaku, dan waktu. 
  4. Memberikan penjelasan dengan pendapat-pendapat yang telah dikeluarkan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, tabi’in maupun tokoh tafsir.

Ciri Khas Tafsir Al-Furqon

Dalam hal corak, Tafsir al-Furqon memiliki kekhasan tersendiri. A. Hassan menafsirkan perkata dan dianggap perlu untuk dijabarkan lagi, maka terdapatlah corak yang disebut dengan corak lughawi. Corak lughawi juga banyak ditemukan dari yang lainnya. Menurut Iskandar Al-Basrani beliau mengemukakan bahwa Ahmad Hasan memiliki metode sendiri ketika ia menafsirkan Al-Qur’an. Beliau memperkuat pernyataannya tentang corak yang ia gunakan, beliau mengatakan bahwa

Baca Juga  Syarat Menjadi Umat Terbaik: Tafsir Ali Imran Ayat 110

“ketika saya melakukan penafsiran, sedapat mungkin saya mencari sebuah kata yang tepat untuk menjelaskan suatu aya, setelah itu saya menerjemahkan lalu menafsirkannya. Sebagai contoh kata amanna billahi yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 136. Biasanya diterjemahkan dia percaya dengan Allah, akan tetapi Ahmad Hassan menerjemahkan dengan dia percaya kepada Allah:

قُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَمَآ اُنْزِلَ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ وَالْاَسْبَاطِ وَمَآ اُوْتِيَ مُوْسٰى وَعِيْسٰى وَمَآ اُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ رَّبِّهِمْۚ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْهُمْۖ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ ١٣٦

Terjemah Kemenag 2002: Katakanlah, “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya.”

Penyunting: M. Bukhari Muslim